”Saat ini untuk razia kan langkahnya sosialisasi,” ungkap pria yang lebih akrab dipanggil Ade itu.
Dia menyampaikan, setelah sosialisasi tidak akan ada ampun. Setiap pejabat, petugas, tahanan, maupun narapidana yang melanggar aturan bakal kena sanksi tegas. Ade menyebutkan, langkah-langkah itu sudah dilaksanakan sejak awal bulan ini. Setelah rampung melaksanakan sosialisasi, razia bakal dimulai. Petugas dari Ditjenpas Kemenkum HAM akan mendatangi satu per satu lapas dan rutan seluruh daerah. Sasaran razia yang paling utama, kata Ade, adalah telepon genggam.
Ditjenpas Kemenkum HAM menilai bahwa telepon genggam yang lolos masuk adalah sumber masalah. Sebab, tahanan atau narapidana yang mestinya tidak bisa berhubungan dengan dunia luar menjadi punya akses berkomunikasi dengan pihak lain.
”Sekarang diberantas, sudah dimulai optimalisasi pemberantasan handphone di lapas dan rutan,” beber Ade.
Lebih lanjut, Ade menyebutkan bahwa salah satu bentuk pelanggaran yang paling berbahaya akibat lolosnya telepon genggam ke dalam lapas dan rutan adalah peredaran narkotika. Bukan hanya di dalam lapas atau rutan, Badan Narkotika Nasional (BNN) sudah berulang kali mengungkap bisnis narkotika yang dikendalikan dalam lapas dan rutan. Berdasar data yang diperoleh Ditjenpas Kemenkum HAM dari BNN, ada puluhan lapas yang rawan menjadi tempat narapidana mengatur bisnis narkotika.
”Ada di kota-kota besar,” imbuh Ade.
Jumlahnya tidak tanggung, sebanyak 44 lapas terdeteksi rawan. Meski tidak bisa menyebutkan satu per satu lapas tersebut, Ade menuturkan puluhan lapas itu tersebar di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Di antaranya di wilayah Sumut, Jateng, Jabar, Kalbar, Kalteng, Jatim, Lampung, Aceh, dan Palembang.
“Selain itu, lapas-lapas di Pekanbaru, Jogjakarta, DKI, serta Kepulauan Riau juga termasuk lapas yang rawan. Semua lapas tersebut kini berada dalam pengawasan esktra,” ujar Ade.
Ditjenpas Kemenkum HAM memastikan bahwa mereka tidak akan pandang bulu. Narapidana yang kedapatan melanggar aturan bakal disanksi tegas. Mulai pencabutan hak mendapat remisi sampai dipindah ke lapas maximum security. Sementara itu, petugas atau pejabat yang melanggar aturan bisa dipecat.
”Kalau memang terbukti ada pembiayaran ya bisa dievaluasi untuk di stafkan atau dimutasikan ke jabatan yang lain,” tegas Ade.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesian Club Gigih Guntoro menyampaikan bahwa persoalan di lingkungan pemasyarakatan yang terus berulang menunjukkan adanya permasalahan besar dengan sistem dalam pemasyarakatan itu sendiri. Karena itu, Gigih pun berharap ada langkah-langkah revolusioner dalam penegakan hukum dalam lapas.
Pertama, kata Gigih, Ditjenpas Kemenkum HAM harus secara konsisten dan tegas menegakkan hukum secara terukur baik terhadap napi maupun petugas yang terlibat dalam skandal kejahatan. Kedua, Kemenkum HAM harus berani melakukan audit dan pembersihan terhadap pejabat-pejabat yang terlibat langsung dan tidak langsung terjadinya praktik kejahatan. Seperti kejahatan peredaran narkoba yang begitu masif dikendalikan dalam lapas.
”Jika kita mencermati, kejahatan peredaran narkoba yang dikendalikan di lapas selama ini tidak mampu ditangkal sedini mungkin oleh kalapas itu sendiri,” paparnya.
Peredaran narkoba yang dikendalikan dari dalam lapas bukanlah rahasia umum. Berdasarkan temuan Badan Nasional Narkotika sepanjang awal tahun 2019, sebanyak 73,949 kg sabu dari Medan dikendalikan seorang napi di LP Tanjung Gusta Medan.
Terkait polemik pemberian remisi yang sempat jadi sorotan, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengomentari keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencabut pemberian remisi kepada I Nyoman Susrama. Seperti diketahui pemberian remisi kepada Susrama mendapatkan protes dari publik. Mulai dari kalangan jurnalis dan masyarakat umum. Pemicunya adalah Susrama merupakan otak pembunuhan berencana kepada jurnalis Radar Bali AA Gde Bagus Narendra Prabangsa. Atas kasus tersebut, Susrama dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Dengan pencabutan pemberian remisi itu, Susrama tetap mendapatkan hukuman penjara seumur hidup.
JK menuturkan pemberian remisi maupun pencabutan remisi merupakan hak prerogratif Presiden. ’’Remisi diberikan oleh Menteri bisa dicabut,’’ katanya di rumah dinas Wakil Presiden usai menerima Fahrul Amin, bocah penghafal Alquran dan tunanetra kemarin (10/2). Dia juga tidak menampik bahwa banyaknya desakan dari masyarakat, sehingga berujung dicabutnya pemberian remisi kepada Susrama.
Dia menyampaikan bahwa Presiden Jokowi tentu mendengarkan aspirasi masyarakat.
’’Bahkan kalau pembunuh wartawan ada dua hal,’’ katanya.
Yaitu tindakan kriminal dan yang kedua adalah merusak kebebasan pers. Jadi menurut JK pada kasus ini, terjadi dua pelanggaran yang dilakukan oleh Susrama.(syn/tyo/wan/ted)