PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Kota Pekanbaru daerah pertama di luar Pulau Jawa yang mendapatkan izin penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Indonesia. Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru cepat mengajukan hal ini untuk pencegahan dini agar virus corona (Covid-19) tidak mewabah lebih parah di Pekanbaru. Pertimbangan mendasar adalah posisi Pekanbaru sebagai pintu masuk dari negara tetangga Malaysia dan Singapura. Belum lagi, posisi Kota Bertuah yang terletak di tengah Pulau Sumatera.
Wali Kota (Wako) Pekanbaru Dr H Firdaus ST MT mengatakan, pada dasarnya pihaknya sudah menerapkan sebagian dari apa yang akan diterapkan pada PSBB.
‘’Rencana aksi dari PSBB sudah kami lakukan sebelumnya. Yang kami susun sebagian besar sudah kami laksanakan. Dengan PSBB rencana aksi sudah mendapatkan legalitas yang baik. Rencana aksi yang sudah kami lakukan semakin ditingkatkan,’’ ujar Firdaus kepada Riau Pos, Selasa (14/4).
Persetujuan penerapan PSBB di Kota Pekanbaru oleh Menkes Terawan Agus Putranto tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.01.07/MENKES/250/2020, tentang penetapan PSBB di wilayah Kota Pekanbaru, Ahad (12/4). Ini dalam rangka percepatan penanganan Covid-19. Sebelumnya, Pekanbaru sudah berada dalam status Tanggap Darurat Bencana Nonalam Covid-19. Dalam status ini berbagai aturan sudah diterbitkan. Mulai dari sekolah dari rumah, bekerja dari rumah hingga beribadah dari rumah. Aturan ini kerap tak dipatuhi masyarakat karena bersifat imbauan.
‘’Sebelumnya banyak pada imbauan. Belum bisa maksimal. Kesadaran masyarakat belum tergugah secara baik, akhirnya terjadi eskalasi penyebaran Covid-19,’’ ungkapnya.
Firdaus kemudian menegaskan, Pekanbaru sejak awal mengajukan PSBB agar Covid-19 tidak semakin mewabah.
‘’Kami ingin meminimalkan korban dari awal. Oleh karena itu kami menyadari bahwa Pekanbaru adalah kota yang terbuka. Secara geografis di jantung Sumatera. Berperan sebagai ibukota Riau, pintu masuk 12 kabupaten/kota di Riau. Pintu masuk provinsi tetangga,’’ urainya.
Dari data warga terkait Covid-19, hingga Selasa (14/4) tercatat berjumlah 3.620 orang. Dengan rincian orang dalam pemantauan (ODP) 3.507 orang, yang 1.553 masih dipantau, dan 1.954 selesai dipantau. Sementara PDP 102 orang. 50 di antaranya masih dirawat, 46 sehat, 6 meninggal. Sedangkan positif Covid-19 berjumlah 11 orang. Dengan rincian 5 dirawat, 4 sembuh, dan 2 meninggal.
Pekanbaru sudah ditetapkan menjadi zona merah karena terjadi transmisi local. Yakni penularan antarwarga Pekanbaru yang tidak memiliki riwayat perjalanan dari luar kota. Diungkapkan Firdaus, dari data pasien positif maupun PDP, mereka umumnya warga Pekanbaru yang dalam perjalanan dari Malaysia, India, Jakarta, Bogor, Sumut, dan Sumbar.
‘’Ini generasi pertama. Kemudian di generasi dua masyarakat Pekanbaru yang kontak dengan generasi pertama. Lalu generasi ketiga orang sesama warga Pekanbaru yang tidak kontak dengan generasi pertama,’’ ungkapnya.
Hal ini menggambarkan Pekanbaru memiliki potensi untuk menjadi tempat penyebaran yang lebih besar jika masyarakat tidak peduli.
‘’Walau secara angka kecil, Pekanbaru punya potensi besar untuk ada korban lebih banyak jika masyarakat tidak peduli. Kami ajukan PSBB lebih cepat untuk mencegah. Izin dari Kemenkes melegalkan rencana aksi yang sudah kami buat. Belajar di rumah, bekerja di rumah dan ibadah di rumah,’’ imbuhnya.
Diakui Wako Pekanbaru dia juga dikritik atas kebijakannya agar tidak melaksanakan ibadah di tempat ibadah, terutama di masjid.