JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menggelar sidang lanjutan terkait dengan Penetapan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK), di Jakarta, Selasa (31/1/2023).
Sidang lanjutan ini dengan agenda mendengarkan saksi fakta yang dihadirkan oleh tergugat dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK).
Ketua Kelompok Sumber Makmur Abadi Nurhidayat yang duduk sebagai saksi fakta menilai kebijakan penerbitan HKDP tersebut memihak kepada masyarakat.
Kata dia, masyarakat lebih mudah menyusun perencanaan untuk jangka pendek dan jangka panjang tentang apa saja yang akan mereka lakukan kedepannya. Pasalnya, dalam poin KHDP tersebut masyarakat mudah mendapatkan SK Ijin Pengelola Hutan Perhutanan Sosial(IPHPS).
"Dengan diterbitkannya KHDP ini tidak ada masyarakat yang dirugikan bahkan masyarakat merasa dimudahkan karena tidak perlu ribet soal perizinan. Masyarakat lebih punya perencanaan dan lebi leluasa untuk menentukan perencanaan untuk jangka pendek dan panjang," kata Nurhidayat saat menyampaikan kesaksiannya, Selasa (31/1/2023).
Selain keleluasaan dalam menentukan perencanaan, mereka juga mendapat bimbingan tekhnis dalam hal pengelolaan hutan. “Kami juga dapat bantuan berupa alat untuk menunjang usaha seperti alat pengolah kopi,” ujarnya.
Sementara itu, Pendamping Perhutanan Sosial, Roni Uman Usmana menilai bahwa diterbitkannya KHDPK bisa memperbaiki sistem pengelolaan perhutanan sosial. Karena masyarakat memperoleh legal formal atau SK untuk ijin mengelola hutan tersebut.
“Kedua, saat SK terbit masyarakat diminta untuk dilatih diberi tatacara mengelola hutan yaitu melalui rencana pengelolaan hutan (RPh) dan rencana kerja Tahunan, kemudian rencana kerja usaha melalui penguatan kelembagaan,” pungkasnya.
Laporan: Yusnir (Jakarta)
Editor: E Sulaiman