JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Setelah diumumkan sebagai tersangka, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) nonaktif Edhy Prabowo kembali menjalani pemeriksaan di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (26/11). Politikus Partai Gerindra itu melanjutkan proses administrasi penyidikan yang belum selesai. Edhy juga menjalani pemeriksaan kesehatan.
Saat masuk ke gedung KPK pukul 11.49, Edhy yang mengenakan rompi tahanan oranye dan tangan diborgol itu irit bicara. Tersangka suap terkait izin ekspor benih lobster (benur) dari bos PT Dua Putera Perkasa (DPP) Suharjito itu langsung masuk ke ruang penyidikan didampingi pengawal tahanan (waltah) dari KPK.
Edhy sempat bicara ke awak media pukul 00.30 atau setelah KPK menggelar konferensi pers (konpers) pengumuman tersangka. Dalam kesempatan itu, suami Iis Rosita Dewi tersebut menyampaikan permohonan maaf kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang telah dianggap sebagai gurunya.
"Saya minta maaf kepada Bapak Presiden, saya telah mengkhianati kepercayaan beliau. Saya minta maaf ke Pak Prabowo Subianto, guru saya yang sudah mengajarkan banyak hal," ujarnya.
Edhy juga sempat menyampaikan permohonan maaf untuk ibunya. Dan seluruh rakyat Indonesia, khususnya para pekerja perikanan.
"Ini (dugaan suap ekspor benur) adalah kecelakaan dan saya bertanggung jawab. Saya tidak akan lari dan saya akan beberkan apa yang saya lakukan," ungkapnya.
Dalam kesempatan itu, Edhy sempat menyatakan mundur dari jabatan menteri KKP dan wakil ketua umum Partai Gerindra.
"Saya yakin prosesnya (pengunduran diri) sudah berjalan, saya akan hadapi dengan jiwa besar," ujarnya.
Di sisi lain, dua tersangka yang belum diamankan KPK dalam OTT benur kemarin akhirnya menyerahkan diri. Mereka adalah staf khusus (stafsus) Edhy, Andreau Pribadi Misata dan pihak swasta, Amiril Mukminin. Mereka datang ke gedung KPK sekitar pukul 12.00 atau tak lama setelah Edhy masuk ruang penyidikan.
Selain menjabat stafsus, Andreau juga merangkap sebagai Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) yang salah satu tugasnya adalah memeriksa kelengkapan administrasi dokumen calon eksportir benur. Sementara Amiril dalam kasus ini berperan sebagai pihak yang melakukan kesepakatan dengan bos PT DPP Suharjito terkait dengan nilai biaya angkut benur Rp1.800/ekor.
Deputi Penindakan KPK Karyoto menerangkan dengan penyerahan diri kedua tersangka tersebut, artinya seluruh tersangka kasus suap terkait perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020 itu sudah berhasil diamankan.
"Untuk kepentingan penyidikan, KPK melakukan penahanan (terhadap dua tersangka yang menyerahkan diri)."
Karyoto kembali menjelaskan kasus tersebut berawal dari Surat Keputuan (SK) Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster yang mengisyaratkan Andreau sebagai ketuanya. PT DPP menjadi salah satu perusahaan yang mengajukan perizinan terkait lobster itu dengan menyetujui kesepakatan yang dibuat.
PT DPP diduga telah melakukan transfer ke rekening PT Aero Citra Kargo (ACK) yang memang ditunjuk oleh orang-orang Edhy sebagai perusahaan pengiriman benur ke luar negeri. Besarnya Rp731,573 juta. Dalam perkara ini, PT ACK ditengarai sebagai ‘penampung’ uang dari sejumlah perusahaan eksportir benur.
Sejauh ini KPK mengendus aliran uang terkait dengan ekspor benur sebanyak Rp9,8 miliar. Mulanya uang itu disimpan di rekening PT ACK, kemudian dialirkan ke rekening pengurus PT ACK ; Amri dan Ahmad Bahtiar. Keduanya merupakan nominee dari pihak Edhy dan Yudi Surya Atmaja.
Pada 5 November, Bahtiar pernah mengalirkan uang ke rekening ajudan istri Edhy sebesar Rp3,4 miliar. Sebagian uang itu yang kemudian dibelanjakan barang mewah di Amerika pada 21-23 November lalu. Di antaranya, tas LV, tas Hermes, baju Old Navy, jam Rolex, jam Jacob n Co, tas koper Tumid an tas koper LV. Nilainya ditaksir mencapai Rp750 juta.
Selain aliran uang itu, ada pula uang 100 ribu dolar AS dari Suharjito yang dialirkan kepada Edhy melalui Safri (stafsus menteri) dan Amiril. Safri dan Andreau juga pernah ter-capture melakukan transaksi keuangan dengan ajudan istri Edhy, Ainul Faqih pada Agustus lalu. Nilainya sebesar Rp436 juta.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Panjaitan resmi menggantikan posisi Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo yang tengah menjalani proses hukum di KPK. Luhut kembali mengisi posisi sebagai menteri pengganti (ad interim) setelah sebelumnya sempat menggantikan posisi Arcandra Tahar sebagai Menteri ESDM pada tahun 2016 lalu dan menggantikan posisi Budi Karya Sumadi sebagai menteri perhubungan ad interim karena Budi harus menjalani perawatan karena terinfeksi virus Covid-19.
Jubir Kemenko Maritim Jodi Mahardi mengungkapkan, Luhut telah menerima surat dari Menteri Sekretaris Negara Pratikno tertanggal 25 November 2020. Surat tersebut berisi penunjukan Presiden Jokowi terhadap Luhut untuk menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan Ad Interim. "Ini berkaitan dengan proses pemeriksaan oleh KPK terhadap Menteri KP (Edhy Prabowo, red),"jelas Jodi.
Luhut sendiri dilaporkan telah memanggil Sekjen KKP Antam Novambar dan Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, TB. Haeru Rahayu ke Kantor Kemenko Marves kemarin (26/11).
Sesuai arahan Presiden, Menko Luhut berpesan kepada keduanya agar jajaran KKP memastikan pekerjaan di Kementerian Kelautan dan Perikanan tetap berjalan. "Pokoknya program yang baik jangan terhenti, kita lakukan evaluasi jika ada yang perlu diperbaiki," ujar Menko Luhut.
Menurut jadwal, pada Jumat sore ini (27/11) akan diladakan rapat Menteri KP ad interim dengan seluruh jajaran Eselon 1 dan 2 . Luhut meminta Sekjen KKP menyiapkan daftar pending issues yang perlu diputuskan oleh Menteri KP ad interim.
"Jangan sampai ada istilah tidak bisa dilakukan karena tidak ada menteri," ucap Luhut.
Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, partainya menghormati dan akan mengikuti proses hukum yang ada sesuai aturan yang berlaku.
"Dan Pak Prabowo serta Partai Gerindra tetap berkomitmen dalam pemberantasan korupsi," terang dia di gedung DPR kemarin.
Terkait pengunduran diri Edhy dari Partai Gerindra, dia mengatakan bahwa partainya menerima dengan baik sesuai ketentuan dan atura yang berlaku di internal partai. Partai Gerindra akan segera mencari pengganti Edhy sebagai wakil ketua umum DPP Partai Gerindra.
Sedangkan terkait pengunduran dirinya dari posisi Menteri KKP, Dasco mengatakan, hal itu diserahkan sepenuhnya kepada Presiden Jokowi. Partainya tidak akan mencampuri pergantian menteri, karena itu menjadi prerogatif presiden.
"Kami dari Partai Gerindra akan menunggu saja bagaimana kebijakan dari presiden nanti," urainya.
Apakah Partai Gerindra tidak menyiapkan nama pengganti Edhy sebagai menteri KKP? Dasco menegaskan bahwa pihaknya belum berbicara dan belum mendapatkan kabar lebih lanjut terkait pergantian menteri KKP.
"Saya sudah sampaikan itu adalah hak prerogatif Presiden," tegasnya.
Terkait bantuan hukum untuk Edhy, Dasco mengatakan, pihak keluarga Edhy sudah menyiapkan tim pengacara untuk mendampingi proses hukumnya. Menurut dia, kasus yang menimpa Edhy bisa terjadi kepada semua kader partai politik (Parpol) yang lain.
Sementara itu, PDIP juga merespons kadernya yang ikut terseret kasus tersebut. Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah menyatakan, Andreau Misanta adalah anggota partai yang pernah menjadi caleg DPR RI yang diusung pada pemilu 2019.
"Namun usai pencalonan yang gagal itu, yang bersangkutan sudah tidak aktif lagi di partai," terang dia.
Basarah baru mengetahui bahwa Andreau menjadi staf ahli Menteri Edhy Prabowo setelah adanya kasus OTT KPK. Menurut dia, karena posisi Andreau sebagai staf ahli Menteri KKP adalah keputusan pribadi yang bersangkutan, maka segala bentuk perilaku dan tindak tanduknya sama sekali tidak berkaitan dengan PDIP.
Wakil Ketua MPR itu menambahkan, jika Andreau terbukti terlibat dalam dugaan kasus korupsi di lingkungan Kementerian KKP, partainya akan memberikan sanksi yang tegas kepada yang bersangkutan.(tyo/tau/han/lum/jpg)