PEKANBARU dan JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Kenaikan harga beras terus dikeluhkan oleh masyarakat. Tak hanya beras premium yang mengalami lonjakan harga, tapi beras milik pemerintah keluaran Bulog yaitu Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) ikut juga melambung.
Ya, harga beras SPHP sebelumnya hanya berkisar Rp9.450 per kg, kini naik menjadi Rp11.500 per kg. Asisten II Setdako Pekanbaru, Ingot Ahmad Hutasuhut pun meminta para pedagang beras di Kota Pekanbaru untuk menjual beras SPHP sesuai dengan aturan yang berlaku atau sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) yaitu Rp11.500 per kg atau Rp57.500 per kemasan 5 kg.
Ingot juga meminta masyarakat untuk selalu mengingatkan pedagang beras di pasar tradisional maupun di toko sembako lainnya di Kota Pekanbaru agar menjual beras Bulog sesuai HET. ‘’Kalau memang ada yang mulai menjual beras itu (SPHP) lebih dari HET, laporkan segera ke pemerintah melalui Disperindag Kota Pekanbaru,” katanya, Selasa (26/9).
Ingot menegaskan, kalau berdasarkan HET maka untuk harga tertinggi itu Rp11.500 per kg. ‘’Boleh lebih rendah tapi tak boleh lebih tinggi. Itu pelanggaran. Sanksinya nanti kita koordinasikan dengan Bulog,” tambahnya.
Lebih lanjut, Ingot mengatakan, hingga saat ini untuk ketersediaan beras SPHP di Kota Pekanbaru masih cukup dan dapat memenuhi keperluan beras masyarakat di Kota Pekanbaru selama beberapa bulan ke depan. Jadi, penjualan beras SPHP ini tidak hanya dapat dibeli masyarakat di outlet-outlet yang bekerja sama dengan Bulog tetapi juga di pasar tradisional di Kota Pekanbaru.
“Ketersediaan SPHP sudah cukup. Nanti kita minta Disketapang untuk merilis alamat outlet SPHP di mana saja sehingga bisa diakses oleh masyarakat. Dari komunikasi kami, sejauh ini tak ada persoalan suplainya,” sebutnya.
Pihaknya mengimbau kepada pelaksana penyaluran dan distribusi beras SPHP ini agar melaksanakan sesuai dengan ketentuan. “Jangan melakukan penimbunan ataupun upaya melanggar peraturan karena itu (beras SPHP) diperuntukkan oleh pemerintah sebagai alternatif bagi masyarakat,” sebutnya.
Ingot juga meminta kepada camat untuk melakukan identifikasi dan monitoring terhadap perkembangan ketersediaan bahan pokok di wilayahnya masing-masing, terutama komoditi beras. “Kami minta juga pada Bulog untuk memastikan suplai beras SPHP ke outlet di Pekanbaru jangan terganggu. Ini yang kami monitor terus,” tegasnya.
Sementara itu, Asisten II Setdaprov Riau M Job Kurniawan mengatakan, berdasarkan hasil koordinasi pihaknya dengan Bulog di Riau, ketersediaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) di Provinsi Riau saat masih ini mencapai 20.781,074 ton.
“Untuk CBP saya kira masih aman, laporan Bulog saat masih ketersediaan 20.781,074 ton dan dipastikan cukup untuk 10 bulan ke depan. Jadi tidak ada masalah,” ujarnya.
Sedangkan untuk penyaluran beras SPHP di Provinsi Riau telah berhasil terealisasi sebesar 73 persen. “Beras murah yang dijual Bulog itu ada di 68 kios dan 1.156 rumah pangan. Jadi saat ini on the track dan masih ada sisa beras untuk empat bulan sampai akhir tahun,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Job Kurniawan, untuk antisipasi inflasi beras pihaknya juga masih memiliki dana dekonsentrasi dari APBN untuk bahan pangan bekerja sama dengan Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Holtikultura (PTPH) Provinsi Riau.
“Mereka ini masih memiliki anggaran untuk melaksanakan 10 kali lagi Gerakan Pangan Murah (GPM). Di luar itu Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi juga akan melaksanakan program pasar murah. Di samping itu kita juga masih ada kerja sama CSR dari BI ada 5 kali pasar murah,” katanya.
Sementara itu, untuk mendukung pelaksanaan operasi pasar di 12 kabupaten/kota di Riau pada tahun depan, Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM (Disperindagkop UKM) Riau akan mengajukan anggaran sebesar Rp6 miliar pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Riau 2024.
Kepala Disperindagkop UKM Riau M Taufiq OH mengatakan, anggaran tersebut sebagai upaya pemerintah daerah untuk mengantisipasi inflasi di Riau. Pasalnya, Menteri Perdagangan sudah menginstruksikan bahwa operasi pasar wajib dilaksanakan untuk membantu masyarakat.
“Untuk itu, kami akan mengajukan anggaran operasi pasar di APBD Riau 2024. Berdasarkan analisa kami, perlu anggaran sekitar Rp6 miliar untuk operasi pasar di 12 kabupaten kota setiap tahunnya,” kata Taufiq.
Dikatakan Taufiq, anggaran sebesar Rp6 miliar tersebut bisa digunakan untuk melakukan operasi pasar murah sebanyak 120 kali di kabupaten kota. “Jangan giliran inflasi baru kita anggarkan. Jadi seperti orang sakit, harus ada obatnya. Orang pasti sakit, hanya saja kita tak tahu kapan sakitnya. Seperti jalan kan setiap tahunnya ada rusak, cuma titiknya di mana kan nggak tahu,” sebutnya.
Untuk itu, pihaknya sudah membuat telaah dan sudah disampaikan ke Gubernur Riau dan laporkan ke Sekdaprov Riau untuk menganggarkan anggaran operasi pasar penanganan inflasi setiap tahunnya.
“Memang operasi pasar ini tidak menanggulangi inflasi secara spontan. Namun paling tidak operasi pasar dapat mengurangi beban masyarakat dan memastikan barang tersedia serta dijual dengan harga eceran tertinggi. Diharapkan masyarakat tidak khawatir dan cemas terkait ketersediaan pangan,” sebutnya.
Untuk mengatasi harga beras yang melambung tinggi, meningkatkan suplai beras ke pasar adalah salah satu cara yang tengah didorong. ”Kami berharap pemerintah dan pemangku kepentingan terkait bisa mendorong terciptanya solusi. Kami berharap Bulog segera menggelontorkan berasnya di pasar,” ungkap Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri.
Mansuri mengatakan, distribusi beras Bulog tersebut diharapkan dapat menekan harga beras agar tidak terus meroket. Dia membeberkan, kenaikan harga beras mulai merayap sejak Juli lalu. Saat itu, harga beras jenis medium masih dibanderol di kisaran Rp11.500 ribu per kg. Kini, harganya naik di kisaran Rp14 ribu per kg, bahkan 15 ribu per kg.
Ikappi menilai, penyebab utama persoalan beras ini adalah persediaan beras yang semakin menurun. Rendahnya stok beras ini bahkan berpotensi menuju kondisi darurat beras nasional. Akibatnya, harga beras di pasaran bergerak liar tak terkendali. ”Kami sudah mengingatkan persoalan beras ini sejak beberapa bulan lalu. Tapi tidak ada respons konkrit dari pemangku kebijakan terkait,” beber Mansuri.
Menurut dia, dengan pasokan beras yang dimilki saat ini, Indonesia tak akan mampu bertahan. Sebab, beberapa hektare pertanian mengalami gagal panen karena dampak dari El Nino. Jika tak ada tambahan pasokan, lanjut dia, ada potensi menuju fase darurat beras secara nasional. ”Kita belum masuk pada fase itu. Namun, potensi itu tetap ada,” ungkapnya.
Mansuri menjelaskan, persoalan beras ini adalah persoalan beruntun yang dimulai sejak tahun lalu. Saat itu, serapan Bulog tidak maksimal, produksi beras menurun, ditambah Pemerintah tidak punya desain pangan yang jelas mengantisipasi ini. ”Untuk solusi jangka pendek, adalah mengguyur beras di pasar agar harganya stabil. Solusi lain adalah pemerintah bersiap menggenjot produksi,” bebernya.
Mansuri menambahkan, pemerintah dalam hal ini Kementan, harus memberikan perhatian khusus kepada daerah sentra produksi beras seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Sulawesi Selatan dam Sumatera Selatan. Berikan petani bantuan dengan menggenjot pupuk, modal, dan distribusi.
Menurut dia, hal Ini mestinya disiapkan jauh hari sebelum masuk masa La Nina. Kalau tidak, lanjut dia, persoalan beras ini akan sama seperti minyak goreng. Pemerintah mengantisipasi dengan mengeluarkan minyak goreng kemasan sederhana. “Tapi barangnya hilang di pasaran,” tuturnya.
Plt Kepala Badan Pusat Statistik Amalia Adininggar Widyasanti menuturkan, impor beras Januari-Agustus 2023 sebesar 1,59 juta ton. Itu didominasi oleh semimilled atau wholly milled rice dengan share 88,52 persen.
’’Menurut negara asalnya, impor beras terbesar sepanjang Januari-Agustus 2023 berasal dari Thailand. Volumenya mencapai 802 ribu ton atau mencakup 50,36 persen dari total impor beras,’’ jelas dia.
Amalia melanjutkan, setelah Thailand, impor beras posisi kedua berasal dari Vietnam dengan volume 674 ribu ton. Disusul Pakistan dengan volume 45 ribu ton, serta India 66 ribu ton, dan lainnya.
Selain beras, Amalia menyebut perlu ada kewaspadaan pada kondisi harga gula pasir. BPS mencatat, harga gula pasir terpantau konsisten naik pada tiga pekan pertama September 2023.
Di saat yang sama, kapasitas produksi gula nasional tidak banyak berubah dalam beberapa tahun terakhir. ’’Sehingga, sulit mengimbangi kebutuhan konsumsi masyarakat yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun,’’ jelas dia.
Padahal, lanjut Amalia, penambahan areal tanam dan produktivitas tanaman tebu (khususnya perkebunan rakyat) adalah kunci dalam menekan ketergantungan pada gula impor.
Mendagri Tito Karnavian menuturkan, perlu ada diversifikasi pangan. Hal itu sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi kenaikan harga beras yang belum ada tanda-tanda turun.
’’Perlu melakukan gerakan seperti diversifikasi pangan, disamping kita juga lihat stok Bulog dan Bapanas. Di lapangan, di daerah, teman-teman bisa mendorong keberagaman pangan pokok sesuai dengan produksi lokal yang selama ini disukai masyarakat lokal,’’ jelasnya.
Tito mencontohkan dengan masyarakat di wilayah Indonesia Timur yang menyukai sagu sebagai bahan pangan utama. Selain sagu, dia menyebut ada banyak bahan pangan pokok yang digemari masyarakat seperti keladi, talas, ubi jalar, dan lainnya.
’’Kita dorong masyarakat untuk makan makanan sehat seperti itu. Kita juga akan pantau persoalan gula ini nanti kita akan cek betul ini penyebabnya apa, apakah produksi dalam negeri atau importasi,’’ ujar dia.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Aida S Budiman menjelaskan, bahwa kenaikan harga beras akibat El Nino yang berkepanjangan. Dari proyeksi semula yang selesai di akhir tahun menjadi agak sedikit bergeser sebulan setelah 2024. Di sisi lain, saat ini baru mulai tanam padi.
“Memang untuk September ini kita lihat kenaikannya sudah 4,4 persen. Tapi dia naik karena memang musim tanamnya baru mulai. Yang panen sekarang pun panen gadu (padi yang ditetapkan dipanen pada musim kemarau). Dan memang kita lihat ada el Nino yang sedikit mengalami perpanjangan,” terangnya.
BI terus memantau dan mewaspadai fenomena kenaikan harga beras belakangan ini. Koordinasi dengan mengecek cadangan beras pemerintah juga dilakukan. Dalam rapat koordinasi nasional pengendalian inflasi Agustus lalu, tercatat, cadangan beras nasional mencapai 2 juta ton.
Dalam 3 bulan ini (September, Oktober, November) akan dilakukan pembagian bantuan sosial (bansos) ke masyarakat. Sekitar 220 ribu ton beras setiap bulannya. “Itu juga akan membantu pengurangan harga beras. Di GNPIP, kita juga bekerjasama dengan Bulog untuk memastikan operasi pasar SPHP (stabilisasi pasokan dan harga pangan) beras,” ucap Aida.
Meski demikian, Gubernur BI Perry Warjiyo meyakini inflasi akan tetap terkendali dengan kisaran 3 persen hingga akhir tahun ini. Bahkan di akhir 2024, proyeksi inflasi dapat turun ke level 2,8 persen. Pihaknya terus mencermati pemantauan harga komoditas utama di 46 kantor perwakilan BI di Indonesia, termasuk beras.
“Masalah beras sudah berkali-kali dikoordinasikan. Presiden mempercepat bantuan sosial dalam bentuk beras. Yang semula November dimajukan ke November,” ujarnya.
Stok beras nasional saat ini, lanjut dia, dapat memenuhi untuk kebutuhan tiga bulan ke depan, bahkan juga sampai triwulan I 2024. Dengan demikian, harapannya inflasi pangan dapat terkendali. Koordinasi BI dalam tim pengendalian inflasi pusat dan daerah melalui GNPIP terus dilakukan. Termasuk terus memperbarui informasi dan menganalisa dampak pengaruh El Nino yang berkepanjangan.
“BI akan terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan mempererat sinergi dengan pemerintah (pusat dan daerah) dalam TPIP dan TPID dalam mengendalikan inflasi” tegasnya.
Bukan hanya harga besar yang mencekik, harga gula pun sudah merangkak naik. Dalam dua pekan terakhir, harga gula tembus Rp 15 ribu per kg di banyak wilayah.(ayi/sol/ dee/agf/han/mia/das)
Laporan TIM RIAU POS dan JPG, Pekanbaru dan Jakarta