JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Fakta baru kembali terungkap dalam kasus pembunuhan Brigadir Polisi Nofriansyah Yosua Hutabarat. Sebelum ditembak mati oleh Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu (Bharada E), Yosua ternyata telah terkapar bersimbah darah. Di depannya, ada Irjen Ferdy Sambo yang sedang memegang senjata api.
Fakta itu diungkapkan langsung oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo saat rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, Rabu (24/8). Menurut Kapolri, kronologi baru tersebut disampaikan Bharada E kepada tim khusus (timsus) pada 5 Agustus setelah dia ditetapkan sebagai tersangka.
"Saat itu Saudara Richard (Bharada E, red) menyampaikan melihat mendiang Yosua terkapar bersimbah darah. Saudara FS (Irjen Ferdy Sambo) berdiri di depannya dengan memegang senjata. Lalu, senjata itu diserahkan kepada Saudara Richard," jelasnya.
Penjelasan Kapolri itu berbeda dengan narasi yang selama ini beredar. Mantan pengacara Bharada E, Deolipa Yumara, menyatakan bahwa Yosua masih baik-baik saja sebelum ditembak Bharada E. Hanya disebutkan bahwa posisi Yosua saat itu berjongkok dengan dua tangan di belakang kepala. Dengan penjelasan Kapolri tersebut, narasi itu terbantahkan. Justru yang menguat adalah terjadi penyiksaan sebelum penembakan.
Kapolri meminta dipertemukan langsung dengan Bharada E.
"Saya tanya mengapa Saudara Richard mengubah pengakuannya," kata Kapolri. Richard menjawab bahwa Sambo sempat menjanjikan kasusnya dihentikan dengan SP3. Namun, janji itu ternyata tidak terbukti.
"Saudara Richard tetap menjadi tersangka," ujarnya.
Sejak hari itu pula, Richard bersedia membuka kronologi kasus tersebut dengan jujur dan terbuka. Dia lantas minta disiapkan pengacara baru. Dia juga tidak mau dipertemukan lagi dengan Sambo. Pada 6 Agustus, Richard menjelaskan kronologi pembunuhan Yosua secara tertulis. Dia menuliskannya secara urut, mulai Magelang sampai rumah dinas Kadivpropam di Duren Tiga, Jakarta.
"Dia mengakui menembak atas perintah FS," ungkap Kapolri.
Pengakuan baru itulah yang membuat Kapolri memutuskan untuk menahan Sambo di tempat khusus (patsus). Kapolri menugasi Kepala Divisi TIK Polri Irjen Slamet Uliandi membawa Sambo ke Mako Brimob.
Setelah mendengar pemaparan Kapolri, para anggota komisi III pun bergantian menyampaikan pendapat dan pertanyaan. Wakil Ketua Komisi III Adies Kadir yang mendapat giliran pertama meminta Kapolri mengungkap motif pembunuhan.
"Kalau tidak bisa dibuka di sini, minimal ada penjelasan kenapa tidak bisa dibuka," tuturnya.
Habiburokhman, anggota Komisi III DPR RI, menjelaskan, jika dalam kasus lain selalu disebutkan motif, dalam kasus pembunuhan Yosua justru tidak dijelaskan motifnya dan masih menunggu di pengadilan. Ia mendesak Kapolri membuka secara terang pemicu utama pembunuhan tersebut.
Kapolri mengatakan, pihaknya masih menunggu pemeriksaan kepada istri Sambo, Putri untuk mendapatkan kejelasan motif, Senin (25/8) hari ini. Ia menegaskan, motif pembunuhan dipicu laporan dari Putri terkait dengan masalah kesusilaan. Pihaknya akan mendalami pemicunya pelecehan atau perselingkuhan. "Yang jelas antara pelecehan atau perselingkuhan. Tidak ada yang di luar itu. Akan kami sampaikan setelah pemeriksaan besok (hari ini, red)," ujarnya.(lum/idr/c14/oni/jpg)