BERTEMU ORANG TUA YOSUA, BERSIMPUH MOHON MAAF

Bharada E: Saya Tak Percaya Ada Pelecehan

Nasional | Rabu, 26 Oktober 2022 - 11:38 WIB

Bharada E: Saya Tak Percaya Ada Pelecehan
Detik-detik terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu bersimpuh di hadapan kedua orang tua almarhum Brigadir Y sebelum sidang di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (25/10/2022). (FEDRIK TARIGAN/ JPG)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Polisi Nofriansyah Yosua Hutabarat, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu, bersimpuh di hadapan orang tua Yosua. Dia meminta maaf karena telah menembak Yosua atas perintah Ferdy Sambo.

Kepada keluarga Yosua, Bharada E berkali-kali menyampaikan permohonan maaf. Dalam sidang, Selasa (25/10), tidak hanya bersimpuh di kaki orang tua Yosua, Bharada E juga memohon maaf kepada Reza dan Vera. Dalam sidang, dia menyatakan bahwa dirinya akan membela Yosua di kesempatan terakhirnya sebagai terdakwa.


"Karena saya pribadi, saya tidak memercayai bahwa Bang Yos setega itu melakukan pelecehan. Saya tidak meyakini Bang Yos melakukan pelecehan," tegas Bharada E. Dalam dakwaan disebutkan, Bharada E menembak Yosua atas perintah Sambo. Dia tidak kuasa menolak perintah itu.

Peristiwa itu terjadi kemarin di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Itu adalah pertemuan pertama mereka. Sesuai dengan jadwal, majelis hakim dalam sidang tersebut memeriksa 12 saksi untuk Eliezer. Para saksi itu terdiri atas penasihat hukum, keluarga, kerabat, dan kekasih Yosua. Semuanya hadir secara langsung.

Oleh majelis hakim yang dipimpin Wahyu Iman Santoso, pemeriksaan para saksi dibagi menjadi tiga. Pertama, hakim memeriksa Kamaruddin Simanjuntak sebagai penasihat hukum keluarga Yosua. Kedua, adik dan kekasih Yosua, Mahreza Rizky dan Vera Maretha Simanjuntak, yang diperiksa.

Ketiga, sembilan saksi terdiri atas Samuel Hutabarat, Rosti Simanjuntak, Yuni Artika Hutabarat, Devianita Hutabarat, Roslin Emika Simanjuntak, Rohani Simanjuntak, Sangga Parulian, Novitasari Nadea, serta Indrawanto Pasaribu. Mereka diperiksa bersamaan.

Saat ditanyai oleh Wahyu, Rosti yang tidak lain adalah ibunda Yosua tidak kuasa membendung air mata. Dia kembali menangis lantaran mengingat putranya. Menurut dia, Yosua merupakan anak yang baik. Dia patuh kepada orang tua dan atasan. "Dia (Yosua, red) selalu bercerita tanggung jawabnya dalam tugas. Dia bercerita atas kebaikan, aman, dan kondisinya selalu baik-baik saja," ungkapnya.

Tidak seperti kepada ayahnya, Rosti mengakui bahwa Yosua lebih sering berkomunikasi dengan dirinya. Yosua, lanjut Rosti, sering bercerita mengenai pekerjaannya. Keluarga besar Yosua pun sangat bangga ketika mendapat kabar bahwa pemuda 28 tahun itu pindah ke Jakarta untuk menjadi salah seorang ajudan pimpinan Polri.

Kepada ibunya, Yosua tidak jarang menunjukkan kedekatannya dengan Sambo dan keluarga. Termasuk Putri Candrawathi sebagai istri Sambo. "Melalui video call atau telepon, kalau mereka sedang ibadah atau sedang belanja, anak itu selalu menunjukkan. Ini bapak (Sambo), Ma. Ini ibu (Putri)," kenangnya.

Kedekatan tersebut membuat Rosti tenang. Dia menyampaikan bahwa dirinya selalu menitip pesan agar Yosua taat dan patuh kepada Sambo maupun Putri. Sebab, mereka adalah wali atau wakil dirinya dan Samuel. "Jadi, saya bilang anak harus baik. Itu adalah walimu, wali mamamu, dan wali bapakmu di sana. Jadi, kamu harus hormat kepada ibu dan atasanmu," kata dia menirukan pesan yang selalu disampaikan kepada Yosua.

Keluarga Sambo juga kenal dan cukup akrab dengan Reza, adik Yosua. Sebelum ditarik kembali ke Polda Jambi, Reza memang sempat bertugas di Jakarta. Saat itu dia sering mengunjungi rumah Sambo dan Putri. "Memang ibu itu selalu memanggil Reza kalau ada acara di rumah. Itu semenjak si Reza bertugas di mabes (Polri). Ferdy Sambo selalu memanggil adiknya (Yosua). Waktu dipanggil itu pun video call," beber Rosti.

Rosti menyampaikan, Yosua kadang menunjukkan kedekatannya dengan rekan-rekan sesama ajudan. Termasuk kedekatan dengan Bharada E. "Itulah saking anak ini perhatian kepada temannya," katanya.

Karena itu, dia sangat terpukul ketika mengetahui Yosua meninggal. Apalagi, di awal-awal peristiwa penembakan terjadi, Yosua disebut meninggal dalam baku tembak yang dipicu tindakan pelecehan kepada Putri. "Saya berat, Bapak (hakim). Saya rasakan dengan mata terbuka anak saya dihabisi, anak saya dicabut nyawanya. Nyawa itu adalah hak Tuhan," katanya seraya terus menangis. Siang dan malam, lanjut Rosti, dirinya menangis histeris setiap mengingat Yosua. Putra yang menjadi tulang punggung keluarga, anak lelaki tertua yang menjadi panutan bagi adik-adiknya, pemuda Batak yang sangat menyayangi keluarga.

"Dan saya juga berbicara langsung, memohon kepada Pak Presiden (Joko Widodo) agar kami orang kecil dan orang lemah diperhatikan dan dibantu," lanjutnya. Dia dan keluarga datang langsung ke Jakarta untuk menuntut keadilan bagi Yosua.

Sejak Senin, Samuel, Rosti, dan keluarga berada di ibu kota. Kemarin mereka datang mengenakan kemeja senada. Kemeja putih dan merah dengan tulisan di bagian punggung Justice for Brigadir Yosua. Bukan hanya Rosti, Roslin sebagai bibi Yosua juga sempat menitikkan air mata saat memberikan kesaksian di hadapan majelis hakim. Selain untuk Bharada E, keluarga Yosua akan dimintai keterangan sebagai saksi untuk empat terdakwa lainnya. Termasuk Sambo dan Putri.(syn/c19/oni/jpg)

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook