POLISI BENTUK TIM USUT KASUS GAGAL GINJAL ANAK

23 Merek Obat Sirop Aman Dikonsumsi

Nasional | Senin, 24 Oktober 2022 - 10:23 WIB

23 Merek Obat Sirop Aman Dikonsumsi
Penny K. Lukito Kepala BPOM RI (ISTIMEWA)

JAKARTA (RIAUPOS.CO)- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memastikan bahwa 23 produk dari daftar 102 obat sirop yang dikonsumsi oleh pasien gagal ginjal akut progresif atipikal (acute progresive acute kidney injury) aman setelah dilakukan pengujian.

Dalam konferensi pers di Kantor BPOM di Jakarta, Ahad (23/10), Kepala BPOM RI Penny K. Lukito mengatakan bahwa dari daftar tersebut 23 obat tidak menggunakan propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan/atau gliseron/gliserol yaitu bahan-bahan pelarut dalam obat sirop. "Dari 102 obat sirop itu ada 23 produk tidak menggunakan keempat pelarut tersebut, sehingga aman digunakan," kata Penny, Ahad (23/10).


Sementara itu, terdapat juga pengujian tujuh produk dari daftar 102 obat yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan dan dinyatakan aman digunakan sepanjang sesuai aturan pakai.

Penny mengatakan tiga produk yang telah diuji dan dinyatakan mengandung etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG). Ketiga produk itu sebelumnya sudah dilaporkan BPOM telah mengandung cemaran EG dan DEG.

Obat yang telah dinyatakan aman oleh BPOM adalah Alerfed Syrup, Amoxan, Amoxicilinm, Azithromycin Syrup, Cazetin, Cefacef Syrup, Cefspan syrup, Cetirizin, Devosix drop 15 ml, Domperidon Sirup, Etamox syrup, Interzinc, Nytex, Omemox, Rhinos Neo drop, Vestein (Erdostein), Yusimox, Zinc Syrup, Zincpro syrup, Zibramax, Renalyte, Amoksisilin, dan Eritromisin.

Terkait Termorex produksi Konimex masuk dalam daftar obat yang melebihi ambang batas cemaran Etilen Glikol dan Dietilen Glikol (EG dan DEG), BPOM menegaskan obat Termorex yang tercemar senyawa yang memicu terjadinya gangguan ginjal akut itu hanya terjadi pada satu batch atau satu produksi obat tertentu.

"Kami melakukan pengawasan pre-market dan post-market. Terkait kajian EG dan DEG yang mungkin ada. Kami terus menelusuri kandungan dr cemaran bahan lain yang digunakan sebagai pelarut tambahan, dimungkinkan ada proses senyawa sintetis sehingga muncul sebagai pencemar," kata Kepala BPOM Penny K Lukito kepada wartawan, Ahad (23/10).

Pelarut pada obat tersebut seperti Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan/atau Gliserin/Gliserol. Jika digunakan pada obat, bisa memicu terjadinya cemaran EG dan DEG. Cemaran senyawa tersebut sebetulnya aman, asal tidak melebihi ambang batas aman.

"Termorex kami tambahkan perkembangan yang terbaru. Sebelumnya dinyatakan tidak aman. Kami tambahkan pengujian dari batch yang lain dari lokasi sampel yang berbeda dan batch yang berbeda. Ternyata batch lain aman," kata Penny. "Penarikan hanya untuk batch tertentu. Didapatkan di batch lainnya, dari batch yang berbeda. Hanya batch tertentu (yang tak aman)," ungkapnya.

69 Obat Masih Diuji

Penny menambahkan sejauh ini masih ada 69 obat sirop yang masih diteliti atau diuji. Penelitian dilakukan untuk mengecek ambang batas EG dan DEG aman atau tak melebihi ambang batas. "Masih ada 69 obat lagi saat ini dalam proses sampling dan pengujian. Secepatnya secara bertahap kami umumkan. Ini sudah bertambah yang aman untuk dikonsumsi," katanya.

Pihaknya juga melakukan patroli siber atas maraknya penjualan obat sirop online di e-commerce. Sebanyak 4.922 link terdiri dari penjualan sirup obat tak aman dihapus atau blokir.

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan pada Jumat (21/10) telah mengumumkan 102 merek obat sirop yang dikonsumsi oleh pasien gagal ginjal akut progresif atipikal.

Menkes Budi Gunadi Sadikin dalam kesempatan itu mengatakan, bahan polietilen glikol sebenarnya tidak berbahaya sebagai pelarut obat sirop selama berada pada ambang batas aman.

Namun, ketika formula campurannya buruk maka polietilen glikol bisa memicu cemaran EG dan DEG. Sesuai Famakope dan standar baku nasional, ambang batas aman untuk cemaran EG dan DEG adalah sebesar 0,5 mg/kg berat badan per hari.

Sementara itu, Polri langsung menindaklanjuti permintaan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy terkait dengan persoalan gangguan ginjal akut progresif atipikal atau acute kidney injury (AKI) yang terdeteksi pada anak-anak belakangan ini. Korps Bhayangkara memastikan bahwa mereka akan membentuk tim untuk mendalami persoalan yang telah merenggut ratusan nyawa tersebut.

Keterangan itu disampaikan langsung oleh Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo di Jakarta, Ahad (23/10). "Polri akan segera membentuk tim," ungkap dia. Keputusan tersebut diambil oleh Polri setelah Muhadjir berkoordinasi Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo untuk mendalami ada tidaknya pelanggaran pidana dalam persoalan tersebut. Jika ada, pemerintah ingin proses hukum berjalan sebagaimana mestinya.

Lantaran masih dalam tahap rencana, Dedi belum bisa menjelaskan banyak hal mengenai tim tersebut. Yang jelas, pihaknya tidak akan bergerak sendiri. Polri akan tetap bekerja sama dengan kementerian dan lembaga lainnya. "Koordinasi dengan Kemenkes dan BPOM untuk bersama mendalami kejadian tersebut sesuai atensi pimpinan," kata jenderal bintang dua Polri yang pernah bertugas sebagai Kapolda Kalimantan Tengah itu.

Berdasar data milik pemerintah, sejauh ini tidak kurang dari 208 anak yang menderita gangguan ginjal akut progresif atipikal. Dari angka tersebut sudah ada 118 korban meninggal dunia. Dengan kondisi saat ini, bukan tidak mungkin jumlah korban kembali bertambah. Adapun penyebab munculnya gangguan ginjal tersebut diduga berasal dari cemaran zat etilen glikol dan dietilen glikol pada obat sirup yang beredar di masyarakat
Seluruh bahan baku obat tersebut merupakan hasil impor. Untuk itu pemerintah menilai perlu ada peran Polri untuk memastikan ada tidaknya pelanggaran dalam rantai produksi obat tersebut. Terlebih jika melihat data persoalan gagal ginjal akut itu di tiga negara, korban meninggal dunia paling banyak ada di Indonesia. Di Gambia, korban meninggal dunia akibat penyakit itu sebanyak 50 orang. Sementara di Nigeria korban meninggal dunia sebanyak 20 orang.

Muhadjir berharap besar Polri segera mengusut persoalan tersebut. Dia menegaskan bahwa pengusutan oleh aparat kepolisian penting untuk dilakukan. Sebab, bila ada pelanggaran hukum, harus ada yang bertanggung jawab. Tidak hanya itu, pihaknya menilai bahwa penyakit tersebut sudah mengancam ikhtiar pembangunan sumber daya manusia (SDM) di Indonesia. "Khususnya perlindungan terhadap anak," imbuhnya.(syn/das)

Laporan JPG, Jakarta









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook