JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Kebijakan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melarang tilang manual memunculkan harapan yang positif dari masyarakat. Yakni, bakal hilangnya praktik pungutan liar (pungli) dari oknum polantas.
Sebagaimana diberitakan, larangan tilang manual itu dituangkan dalam surat telegram nomor ST/264/X/HUM.3.4.5./2022 tertanggal 18 Oktober 2022. Dalam surat telegram itu disebutkan, untuk menggantikan tilang manual, dimaksimalkan pelaksanaan tilang berbasis elektronik, yakni (ETLE), baik statis maupun mobile.
Pengamat kepolisian Bambang Rukminto mengatakan, kebijakan tersebut memiliki harapan tinggi untuk menurunkan pungli di bidang lalu lintas. Hal itu juga seiring dengan perkembangan teknologi yang makin canggih. Namun, tetap ada pekerjaan rumah bagi Polri. ”Problemnya soal sosialisasi ke masyarakat atau pengendara kendaraan bermotor,” jelasnya kemarin (22/10).
Salah satunya dengan memperjelas dan menambah rambu-rambu lalu lintas. Sebab, rambu-rambu itu merupakan peringatan yang bisa mencegah masyarakat merasa dijebak. ”Jangan sampai masyarakat merasa dijebak karena peraturan terus berubah,” paparnya.
Menurut dia, infrastruktur di setiap kota dan kabupaten berbeda. Baik kondisi maupun fasilitasnya. Hal itu harus diatasi bersama dengan kerja sama lintas sektoral.
Bambang berharap aturan larangan tilang manual itu dapat diberlakukan seterusnya. Dengan demikian, benar-benar tidak ada tilang manual yang sangat potensial dimainkan. Baik untuk memeras, pungli, ataupun jebakan-jebakan yang menggerus citra kepolisian.
Dia berharap ada peningkatan infrastruktur teknologi sehingga ETLE benar-benar bisa meningkatkan kedisiplinan masyarakat dalam berkendara. ”Sekaligus menurunkan angka kecelakaan,” terangnya.
Terpisah, Dirgakkum Korlantas Polri Brigjen Aan Suhanan menjelaskan, penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas tetap dilaksanakan. Tujuannya adalah meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan serta memberikan perlindungan kepada masyarakat demi keselamatan saat berkendara.
Penyelesaian penegakan hukum dilakukan dengan dua cara, yaitu secara justitia dan nonjustitia. Justisia berarti penyelesaiannya melalui proses hukum sampai vonis pengadilan (tilang). ”Sedangkan nonjustitia yaitu penegakan hukum dengan cara memberikan edukasi kepada masyarakat pentingnya patuh dan taat terhadap peraturan perundang-undangan untuk perlindungan dan keselamatan masyarakat sendiri, memberikan sosialisasi, teguran kepada para pelanggar, dan lain-lain,” paparnya dalam keterangan tertulis.
Menurut dia, penegakan hukum tidak harus dengan tilang. Korlantas Polri lebih menekankan langkah edukatif agar masyarakat mengerti pentingnya keselamatan lalu lintas.(idr/c17/fal/jpg)