Data Sipol Dinilai Terlalu Tertutup, Publik Sulit Akses Statistik Tiap Parpol

Nasional | Jumat, 21 Oktober 2022 - 10:13 WIB

Data Sipol Dinilai Terlalu Tertutup, Publik Sulit Akses Statistik Tiap Parpol
Petugas KPU memberikan informasi penggunaan sistem informasi politik (Sipol) kepada KPU Provinsi di Jakarta dalam kegiatan bimbingan teknis (Bimtek), beberapa waktu lalu. (JPG)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Proses verifikasi partai politik yang sudah berjalan dinilai masih memunculkan persoalan. Salah satu yang disorot adalah minimnya akses informasi yang disajikan KPU kepada publik. Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta mengatakan, persoalan minimnya ruang partisipasi publik cukup serius. Dalam verifikasi administrasi, misalnya, publik hanya diberi tahu hasil akhir partai-partai mana yang memenuhi dan tidak.

Sementara itu, perincian seberapa jauh syarat-syarat yang disampaikan parpol tidak diketahui. "Sipol yang digunakan KPU dan dicantumkan dalam PKPU Nomor 4 Tahun 2022 bersifat tertutup," ujarnya dalam konferensi pers di kantor Bawaslu, Jakarta, kemarin (20/10).


Lebih lanjut, KIPP juga mendapat banyak keluhan dari jajaran Bawaslu di daerah terkait dengan minimnya akses pengawasan. Keluhan itu didapati di DKI Jakarta, Jawa Barat, Riau, hingga Jawa Timur. Kaka menilai cara kerja demikian bertentangan dengan asas penyelenggaraan pemilu yang terbuka dan transparan. Semestinya publik maupun pengawas bisa mengakses data yang memadai.

"Maka, KPU perlu lebih membuka ruang keterlibatan publik sekaligus melakukan evaluasi atas kinerjanya," tuturnya. Kaka juga mendesak Bawaslu untuk lebih memaksimalkan fungsi pengawasan. Keluhan soal minimnya akses informasi juga dipertanyakan mantan Ketua KPU Arief Budiman dalam diskusi virtual kemarin. Dia menilai informasi yang disampaikan KPU sangat sedikit.

Arief menyadari, memang tidak semua data bisa dipublikasikan karena terkait dengan privasi. Namun, dia menilai semestinya data umum seperti agregat bisa dipublikasikan. "Misalnya, partai mana sih yang menyetorkan anggota paling banyak," ujarnya.

Hal lain yang bisa dipublikasikan adalah partai dengan kepengurusan paling minim atau sebaran kepengurusan yang disetorkan partai-partai. Arief menilai publikasi itu penting diketahui masyarakat. Paling tidak masyarakat bisa menilai partai mana yang siap dan tidak siap menghadapi pemilu.

Direktur Eksekutif Netgrit yang juga mantan Komisoner KPU Hadar Nafis Gumay menyampaikan hal senada. Sebagai pemerhati, dia juga merasa tidak mendapat informasi memadai. Untuk enam partai yang dinyatakan gagal verifikasi administrasi, misalnya, publik juga tidak tahu apa kekurangannya. "Apakah karena mereka punya pengurusan yang kurang? Berapa banyak? Di provinsi apa saja?" ujarnya.

Bagi dia, data-data seperti itu bukan termasuk data yang harus ditutupi. Semakin terbuka, KPU akan semakin partisipatif. "Kalau banyak data yang bisa diketahui, bentuk-bentuk partisipasi yang bisa dilakukan akan lebih banyak," imbuhnya.

Menanggapi kritik tersebut, Komisioner KPU Idham Holik mengatakan, data detail sebetulnya sudah diserahkan kepada Bawaslu. "Insya Allah kami mengedepankan prinsip transparansi," ujarnya.

Terkait dengan desakan agar publik juga bisa mengakses, Idham menyatakan kesiapannya. Dia berjanji segera memublikasikan data agregat. "Kami pikir bukan hal yang sulit. Akan kami publikasikan di website infopemilu," katanya. (far/c19/bay/jpg)

Laporan JPG, Jakarta

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook