Ditopang PPN Impor, Kontribusi Pajak Manufaktur Naik

Nasional | Senin, 21 Mei 2018 - 11:51 WIB

Ditopang PPN Impor, Kontribusi Pajak Manufaktur Naik
Menperin RI, Airlangga Hartarto. (INTERNET)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Industri pengolahan masih memberikan kontribusi terbesar dalam penerimaan pajak berdasar sektor usaha utama pada periode Januari-April 2018. Sumbangan sektor manufaktur mencapai Rp103,07 triliun atau tumbuh 11,3 persen.

Menperin Airlangga Hartarto mengatakan, data tersebut mencerminkan kepatuhan pelaku industri terhadap pajak. ”Industri pengolahan memiliki andil yang cukup besar dalam menyumbangkan pajak nonmigas setiap tahun,” urai Airlangga.

Baca Juga :Bapenda Berhasil Kumpulkan Pajak Rp776 M

Kontribusi penerimaan pajak selanjutnya diikuti dari sektor perdagangan yang mencapai Rp76,41 triliun dan pertambangan Rp28,51 triliun. Selain itu, sumbangan dari sektor konstruksi dan realestat sebesar Rp23 triliun, transportasi dan gudang Rp14,49 triliun, serta pertanian Rp7,47 triliun.

Capaian tersebut sejalan dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan akselerasi industri pengolahan besar dan sedang di dalam negeri pada triwulan I pada 2018. Sektor manufaktur mencatatkan peningkatan produksi 5,01 persen bila dibandingkan dengan triwulan I 2017.

Industri manufaktur besar dan sedang yang mencatatkan kenaikan tertinggi pada triwulan I 2018, di antaranya, industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki yang naik 18,87 persen. Lalu, industri mesin (18,48 persen), industri pakaian jadi (17,05 persen), industri alat angkutan (14,44 persen), serta industri makanan (13,93 persen).

Pengamat perpajakan Yustinus Prastowo menuturkan, besarnya setoran pajak dari industri manufaktur ditopang tingginya impor. Dari kegiatan impor tersebut, pemerintah menerima setoran dari pajak pertambahan nilai (PPN) impor yang cukup besar.

Tingginya impor disebabkan kebutuhan bahan baku dan barang setengah jadi yang meningkat. ”Kebutuhan bahan baku dan barang setengah jadi naik. Maka, saya kira lebih banyak dipengaruhi itu,” urai Prastowo kemarin.

Direktur eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) tersebut melanjutkan, faktor lainnya adalah tingkat kepatuhan wajib pajak (WP) yang juga meningkat. Hal itu tidak lepas dari ketatnya pengawasan Ditjen Bea Cukai sehingga setoran PPN impor cukup tinggi.

Hingga akhir April 2018, realisasi PPN impor mencapai Rp56,14 triliun. Pertumbuhan PPN impor dari Januari hingga April 2018 mencapai 25,07 persen. Pertumbuhan tersebut meningkat jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni 18,65 persen.

Sementara itu, tahun ini beberapa perusahaan dengan investasi yang cukup besar dipastikan merealisasikan komitmennya di Indonesia. Salah satunya adalah perusahaan industri petrokimia asal Korea Selatan, Lotte Chemical Titan, yang akan melakukan peletakan batu pertama pembangunan pabrik yang memproduksi nafta cracker pada akhir 2018.

Investasinya direncanakan 3,5 miliar dolar AS. Pabrik tersebut diharapkan dapat mendukung pengurangan impor produk petrokimia hingga 60 persen. ”Nafta cracker, sebagai bahan baku petrokimia, kita memang kurang. Masih impor. Tetapi, setelah ini produksi, bisa disubstitusi,” ujar Dirjen Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono.

Pabrik tersebut juga akan menghasilkan ethylene, propylene, dan produk turunan lainnya. Sigit menjelaskan, saat ini Lotte masih menyelesaikan proses perizinan terkait pembebasan lahan, pembangunan pelabuhan, dan pengurusan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal).

”Tanah yang sudah tersedia sekarang seluas 100 hektare, tetapi mereka terus mencari tambahan karena area yang akan dibangun terintegrasi untuk menghasilkan bermacam-macam produk,” tambahnya.(agf/ken/c25/sof/das)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook