JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Selasa (21/11) besok jadi batas akhir penetapan upah minimum provinsi (UMP) 2024 oleh gubernur. Sayangnya, hingga Ahad (19/11) petang, belum ada satupun gubernur yang melapor besaran UMP 2024-nya kepada Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemenaker Indah Anggoro Putri, saat dihubungi, Ahad (19/11). Putri meminta masyarakat menunggu lantaran masih ada dua hari sampai batas akhir penetapan. ”Sudah ada mungkin yang menetapkan tapi belum info ke kami,” ujarnya, Ahad (19/11).
Ia tak banyak berkomentar mengenai penyebab molornya laporan penetapan UMP 2024 ini. Termasuk, soal penolakan buruh/pekerja terkait Peraturan Pemerintah (PP) 51/2023 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan.
Dia hanya menegaskan, bahwa bagi gubernur yang tidak menetapkan UMP 2024 sesuai dengan jadwal maka bisa disanksi. Sanksinya beragam sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. ”Sanksinya dari Kemendagri,” katanya.
Sebagai informasi, jika merujuk pada Pasal 29 PP 51/2023, UMP ditetapkan dengan Keputusan Gubernur dan diumumkan paling lambat tanggal 21 November tahun berjalan. Jika tanggal 21 November jatuh pada hari Ahad, hari libur nasional, atau hari libur resmi, UMP ditetapkan dan diumumkan oleh gubernur atau pejabat gubernur sehari sebelum hari Ahad, hari libur nasional, atau hari libur resmi tersebut.
Penetapan besaran UMP tidak boleh bertentangan dengan kebijakan pengupahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 PP 51/2023. UMP sebagaimana dimaksud berlaku terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya.
Hal ini ditegaskan kembali dalam surat nomor B-M/243/HI.01.00/XI/2023 tertanggal 15 November 2023. Dalam beleid tersebut, gubernur diminta untuk menetapkan UMP 2024 sesuai dengan PP 51/2023. Kemudian, gubernur diwajibkan menetapkan dan mengumumkan UMP paling lambat 21 November. Sementara untuk upah minimum kabupaten/kota (UMK) paling lambat 30 November.
Melalui surat tersebut, dijelaskan pula mengenai penetapan UM ini didasarkan pada kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan. Provinsi dan kabupaten/kota yang telah memiliki upah minimum 2023, menggunakan formula penghitungan upah minimum dengan mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu dalam menetapkan nilai upah minimum 2024.
Selain itu, disampaikan bahwa ketentuan upah minimum dikecualikan bagi usaha mikro dan usaha kecil. untuk UMKM, UM ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh dengan ketentuan paling sedikit 50 persen dari rata-rata konsumsi masyarakat di tingkat provinsi dan nilai upah yang disepakati paling sedikit 24 persen di atas garis kemiskinan di tingkat provinsi.
Putri juga mengingatkan kembali bahwa UM hanya diperuntukkan bagi pekerja dengan masa kerja di bawah 1 tahun. Lalu, bagi pekerja/buruh dengan masa kerja kurang dari 1 tahun yang memiliki kualifikasi tertentu yang disyaratkan dalam jabatan dapat diberikan upah lebih besar dari upah minimum. Hal ini sesuai dengan pasal 24 PP 51/2023.
”Sementara, bagi pekerja/buruh diatas 1 tahun, berlaku struktur skala upah atau upah berbasis produktivitas,” tegasnya. Sementara itu, serikat buruh/pekerja masih kekeuh menolak implementasi PP 51/2023. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Presiden PartaI buruh Said Iqbal menegaskan, kenaikan upah minimal 15 persen tak bisa ditawar. Hal ini lantaran formula pengupahan pada PP yang diteken pada 10 November 2023 tersebut kurang mengakomodasi kebutuhan riil pekerja.
”Partai Buruh menolak kenaikan nilai UMP di seluruh Indonesia pada Tahun 2024 di bawah 15 persen. Termasuk UMP di Provinsi DKI Jakarta,” ujarnya dalam konferensi pers, kemarin.
Di Riau, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Riau bersama Dewan Pengupahan menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2024, Kamis (16/11). UMP tahun 2024 ditetapkan sebesar Rp3.294.625,56 atau mengalami kenaikan sebesar Rp102.963,03 dibandingkan UMP tahun 2023 sebesar Rp3.191.662,53.
Kepala Disnakertrans Riau Imron Rosyadi mengatakan, rapat penetapan UMP tersebut juga dihadiri oleh Dewan Pengupahan yang terdiri organisasi pengusaha, serikat pekerja, dan juga pakar. “Berdasarkan hasil rapat dengan Dewan Pengupahan, UMP Riau tahun 2024 sudah disepakati sebesar Rp3.294.662,56,” katanya, Kamis (16/11) lalu.
Lebih lanjut dikatakannya, setelah penetapan UMP tersebut, tahapan selanjutnya yakni UMP akan ditandatangani oleh Plt Gubernur Riau. Pihaknya menargetkan, UMP tersebut sudah diteken oleh Plt Gubernur Riau dalam pekan ini juga.
“Setelah rapat, kami langsung koordinasi ke Biro Hukum Setdaprov Riau untuk dilihat berkasnya. Jika ada yang kurang, maka akan diperbaiki. Kalau sudah lengkap akan diserahkan ke Plt Gubernur Riau untuk diteken SK-nya,” sebutnya.
Jika SK sudah diteken oleh Plt Gubernur Riau nanti, maka Disnakertrans akan mengumumkan SK penetapan UMP tersebut. Nantinya SK UMP tersebut akan dijadikan dasar bagi pemerintah kabupaten/kota di Riau untuk menetapkan Upah Mimimum Kabupaten/Kota (UMK). “UMP harus sudah diumumkan sebelum 21 November karena akan dijadikan dasar untuk menetapkan UMK,” katanya.
Untuk penetapan UMK, pemerintah kabupaten/kota tidak boleh lebih rendah dibandingkan UMP. Jika nantinya ditetapkan lebih rendah dari UMP, maka secara otomatis yang akan digunakan adalah UMP. “UMK minimal sama dengan UMP, tidak boleh lebih rendah. Kalau lebih rendah, maka yang akan digunakan adalah UMP,” tegasnya.
Karena itu, pihaknya berharap jika nantinya UMP Riau sudah ditetapkan, maka kabupaten/kota hendaknya segera menetapkan UMK. Karena nantinya draf UMK tersebut juga harus dikirimkan ke provinsi untuk dilakukan pengecekan.
“Kami nantinya juga akan mengecek penetapan UMK kabupaten/kota, sudah sesuai atau tidak. Targetnya 30 November, UMK di Riau untuk tahun 2024 sudah diumumkan,” sebutnya.
Untuk DKI Jakarta, kata dia, ada 3 rekomendasi yang disampaikan oleh Dewan Pengupahan DKI kepada Pj Gubernur DKI. Yang mana dari unsur Serikat Buruh mengusulkan, bahwa kenaikan upah tetap 15 persen dan kenaikan upah minimum sektoral minimal 5 persen dari kenaikan 15 persen. Sementara, dari pihak pengusaha yang diwakili oleh Apindo DKI meminta kenaikan upah berkisar 3-4 persen. Besaran ini sama dengan usulan dari unsur dari Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) DKI Jakarta.
Iqbal sendiri menegaskan, apabila usulan unsur dari Serikat Buruh tidak diterima maka buruh siap turun ke jalan untuk mogok nasional. Aksi ini dinilai harus dilakukan salah satu jalan agar pemerintah bisa mendengarkan apa yang diperjuangkan oleh para pekerja/buruh. Dasar hukumnya pun jelas, yakni UU No. 9 Tahun 1998 tentang kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum dan UU No. 21 Tahun 2000 tentang serikat buruh, yang di dalam Pasal 4, salah satu fungsi serikat adalah mengorganisir pemogokan.
”Penggabungan tersebut disebut Mogok Nasional. Semua buruh dalam 1 pabrik secara nasional melakukan penghentian produksi, keluar dari pabrik, melakukan unjuk rasa di depan pabrik dan di depan kantor-kantor Pemprov, Pemkab, atau Pemkot, dan secara nasional di Istana Negara,” paparnya.
Aksi yang diorganisir oleh para serikat buruh ini rencananya digelar antara tanggal 30 November-13 Desember 2023, selama 2 hari. Aksi ini akan diikuti oleh 5 juta buruh dari 100 ribu pabrik dan perusahaan di Indonesia. ”Tujuannya agar pemerintah mau berunding. Karena kita sudah meminta dengan baik namun tidak diindahkan, sehingga kita akan melawan dengan Mogok Nasional,” sambungnya.
Perjuangan dalam melakukan Mogok Nasional ini, menurut dia, lanjut Said Iqbal, adalah suatu hal yang legal dan lazim. Bahkan sudah dilakukan di beberapa negara. Misalnya, Serikat Buruh Otomotif di Amerika, yakni United Auto Workers (UAW) yang melakukan pemogokan hampir 1 bulan hingga akhirnya pemerintah mengabulkan dengan kenaikan upah 30 persen. Begitu juga di Jerman, Prancis, dan lainnya.(mia/sol)