JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Sebanyak 34 provinsi di Indonesia telah mengumumkan upah minimum provinsi atau UMP 2023 per Rabu (30/11/2022). Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menegaskan bahwa UMP 2023 yang ditetapkan berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa kerja 1 tahun ke bawah.
“Perlu kami ingatkan lagi bahwa upah minimum yang telah ditetapkan hanya berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa kerja 1 tahun ke bawah. Dan upah minimum tersebuat akan berlaku efektif mulai 1 Januari 2023,” kata Menaker Ida Fauziyah dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (2/12/2022).
Lantas, apakah UMP 2023 berlaku untuk karyawan lama yang melakukan kontrak kerja pada tahun 2022 atau hanya diperuntukkan bagi karyawan dengan kontrak kerja per tahun 2023?
Terkait hal tersebut, pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah mengatakan kenaikan UMP 2023 berlaku bagi seluruh karyawan dengan masa kerja di bawah 1 tahun. Itu artinya, karyawan dengan kontrak kerja pada tahun 2022 ataupun 2023 berhak untuk mendapatkan upah sesuai dengan aturan baru yang mengacu Permenaker 18/2022.
Dia mengungkapkan, dalam Permenaker 18/2022 memang tidak dijelaskan secara detail kriteria pekerja hingga waktu penandatangan kontrak kerja. Namun kata dia, kebijakan UMP 2023 berlaku untuk semua pekerja.
“Menurut saya itu berlaku untuk semuanya (karyawan baru di tahun 2022 dan 2023). Jadi tidak hanya karyawan di 2023 tapi sebelumnya harus naik,” ungkap Trubus saat dihubungi JawaPos.com, Jumat (2/12).
Lebih lanjut, Trubus juga mengatakan hal itu sesuai dengan dasar asumsi penggunaan Permenaker 18/2022 di tengah inflasi yang salah satunya imbas kenaikan BBM guna meningkatkan daya beli masyarakat.
Di sisi lain, dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti ini menilai, ada hal penting yang luput diatur dalam Permenaker 18/2022. Hal tersebut menyoal tidak adanya poin kebijakan soal penerapan presentase UMP 2023 berdasarkan sektor usaha.
Padahal, kata Trubus, tiap sektor usaha pada kondisi pascapandemi Covid-19 ini belum semuanya pulih. Sehingga penting menurutnya, jika ada poin khusus yang mengatur presentase kenaikan UMP 2023 berdasarkan kriteria sektor usaha dan tidak dipukul rata sebesar 10 persen.
“Itu kenaikan UMP (sektor alat kesehatan dan IT) seharusnya jangan 10 persen, namun 15-20 persen apalagi kenaikan BBM kemarin kan sampai 30 persen. Kalau kenaikan UMP dipukul rata yang terjadi maka yang joget-joget adalah pelaku usaha alkes dan IT. Tapi yang menderita karena kenaikan UMP itu industri manufaktur, industri hotel dan UMKM,” jelasnya.
Menurut penilaiannya, sektor usaha alat kesehatan mulai dari penyedia obat-obatan hingga farmasi selama pandemi Covid-19 telah mendapatkan untung banyak. Sehingga jika ada kenaikan UMP yang tinggi mereka bisa menyanggupi.
Sementara sektor jasa seperti hotel dan restoran akan keberatan karena masih berusaha pulih karena terpukul pandemi.
“Sektor jasa seperti hotel itu sepi karena Covid-19, lalu ada kebijakan UMP dinaikkan 5,26 persen itu ya nangis (sektor jasa). Bahkan bukan hanya itu, saat Covid-19 dia sudah lumpuh ditambah terdampak kenaikan BBM. Hotel-hotel itu pelaku usahanya nangis kalau (UMP) dinaikkan sampai 5,26 persen,” pungkasnya.
Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta sudah memutuskan upah minimum provinsi (UMP) 2023 DKI Jakarta naik sebesar 5,6 persen atau menjadi Rp 4.901.798. Itu artinya, UMP 2023 DKI Jakarta naik sekitar Rp 326.953 dibandingkan dengan UMP 2022.
Sementara itu, secara nasional Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) memutuskan bahwa UMP 2023 di seluruh provinsi maksimal naik sebesar 10 persen dari upah di tahun sebelumnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman