JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Gabungan Perusahaan Rokok (Gapero) Jawa Timur (Jatim) mengeluhkan kebijakan tarif cukai dan harga jual eceran (HJE) yang baru. Menurut mereka, aturan tersebut tidak berpihak pada industri hasil tembakau. Mereka berharap pemerintah mempertimbangkan kembali keputusan yang sudah dipublikasikan itu.
Ketua Gapero Surabaya Sulami Bahar mengatakan, tanpa kenaikan tarif cukai pun, industri hasil tembakau sudah tertekan. Sepanjang semester pertama tahun ini, kinerja industri hasil tembakau turun sekitar 8,6 persen.
"Kalau sudah diberlakukan nanti, volume produksi kami bisa turun 15 persen pada 2020," ungkapnya, Kamis (19/9).
Tahun depan pemerintah akan memberlakukan tarif cukai sebesar 23 persen. Itu membuat HJE meningkat sekitar 35 persen.
"Keputusan yang sangat eksesif. Biasanya hanya 10 persen rata-rata," katanya. Dampak dari kebijakan itu, menurut dia, adalah rasionalisasi alias pengurangan tenaga kerja.
Sementara itu, Direksi PT HM Sampoerna Tbk Troy J Modlin menyatakan bahwa kebijakan tarif cukai dan harga jual eceran (HJE) yang baru akan membuat persaingan makin tidak sehat. Celah regulasi itu bisa dimanfaatkan pelaku bisnis tembakau multinasional untuk mendominasi pasar. Khususnya produsen sigaret putih mesin (SPM) dan sigaret keretek mesin (SKM).
Saat ini pemerintah membagi golongan produsen rokok menjadi dua. Golongan pertama adalah produsen dengan nilai produksi 3 miliar batang rokok.
Golongan kedua adalah produsen yang revenue-nya kurang dari 3 miliar batang per tahun. Troy khawatir ada produsen yang sengaja menekan produksinya di bawah 3 miliar batang per tahun agar masuk golongan kedua.
Sumber : Jawapos.com
Editor : Rinaldi