WABAH CORONA

BPOM Minta Unair Lengkapi Uji Klinis Obat Covid

Nasional | Kamis, 20 Agustus 2020 - 07:27 WIB

BPOM Minta Unair Lengkapi Uji Klinis Obat Covid
Penny Lukito (Kepala BPOM)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Kemarin (19/8) tim peneliti obat Covid-19 dari Universitas Airlangga beserta BIN dan TNI AD mengunjungi Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) untuk menyerahkan hasil uji klinis. Sebelumnya, BPOM sudah pernah menerima hasil uji klini namun dinilai tidak valid.

Menurut catatan yang diterima BPOM, tim peneliti  Unair baru melakukan uji klinis pada 3 Juli lalu. Uji klinis ini memang mendapat izin dari BPOM dengan terbitnya Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) untuk lima kombinasi obat Unair. PPUK terbit dan diajukan ke BPOM setelah mendapatkan lolos kaji etik dari Komisi Etik Rumah Sakit Unair. Lalu pada 28 Juli BPOM melakukan inspeksi. "Dalam inspeksi tersebut terdapat temuan yang intinya soal randomisasi (sampel acak, red)," tutur Kepala BPOM Penny Lukito, kemarin. Lebih lanjut Penny membeberkan penemuan timnya di senter penelitian di Bandung pada 28 Juli lalu. Menurutnya riset harus dilakukan secara acak sehingga mencerminkan populasi obat itu diberikan. Pada temuannya, subjek yang dipilih belum sesuai. Dia melihat dari demografi dan tingkat sakitnya.


Pada inspeksi tersebut ditemukan bahwa subjek yang mendapatkan obat hanya mengalami sakit ringan. Bahkan orang tanpa gejala (OTG). Padahal dalam protokol penanganan, OTG tak perlu diberikan. "Harusnya diberikan pada mereka yang sakit ringan, sedang, dan berat," ucapnya. Selain itu, hasil riset juga tidak menunjukkan perbedaan signifikan dan unsur kebaruan. Selama ini sudah ada terapi standar yang diterapkan. Lalu itu dibandingkan dengan temuan. "Harus memberikan hasil yang signifikan dari yang standar," katanya.

Catatan lainnya adalah pengamatan jangka panjang. Hal ini berkaitan dengan efek jangka panjang yang ditimbulkan oleh obat tersebut. Lima campuran obat yang diteliti Unair ini menurut BPOM merupakan golongan obat keras.  Sehingga tidak bisa diberikan kepada orang yang tidak sakit. Selain itu menurut Penny sangat penting untuk melihat pemberian dosis.

"Kami memberikan hasil penelaian tanggal 28 dan dari tanggal itu (peneliti) belum memberikan respon perbaikan,” ucapnya. Baru kemarin perbaikan tersebut diberikan kepada BPOM. Penny menyatakan bahwa pihaknya akan merevie bersama dengan Komnas Penilai Obat. Setelah itu dinyatakan selesai dan valid, maka proses selanjutnya adalah penilaian oleh BPOM. Lamanya sekitar 20 hari kerja. ”Namun yang perlu diutamakan adalah validitasnya," imbuh Penny.

Anggota  Komnas Penilai Obat Rianto Setiabudi menyatakan bahwa penemuan obat adalah upaya kemanusiaan. Namun harus mampu membuktikan penelitian untuk penemuan itu harus kredibel dan aman bagi subjek penelitiannya. "Harus membuktikan dengan data kalau kita kerja dengan baik," ujarnya.

Anggota Komnas Penilaian Obat lainnya Anwar Santoso menambahkan bahwa hasil uji klinis yang baik harus memenuhi dua output. Pertama harus mengasilkan scientific value yang benar-benar bisa dipertanggungjawabkan. Kedua harus mengandung social value atau bermanfaat bagi masyarakat. "Pola pikir kami keselamatan masyarakat merupakan hukum utama yang dijunjung tinggi," katanya dalam kesempatan yang sama.

Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 Ali Gufron memberikan apresiasi pada Unair, BIN, dan TNI AD yang telah berkontribusi masalah pandemi. Di sisi lain, dia mengingatkan proses riset harus melalui kaidah yang diikuti secara ketat. Mulai dari critical clearance, pemilihan subjek, inform konsen, dan monitoring. "Kalau ada perubahan harus diikuti protokolnya. Sehingga validitas bisa dipercaya," ujarnya. Kalau peneliti Unair mampu menyatakan kevalidan penelitian, maka hasilnya bisa diakui. Ali menyebut hal ini luar biasa karena merupakan penemuan pertama di dunia. "Kami tidak ingin salah. Validitas harus dijaga dengan baik," ucapnya.

Berdasar data TNI AD dan BIN, BPOM memang intens mengawal pelaksanaan uji klinis obat Covid-19 di Sekolah Calon Perwira (Secapa) TNI AD, Bandung, Jawa Barat. Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa pun sempat menemani pejabat teras BPOM saat inspeksi uji klinis tersebut. Deputi VII Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Purwanto juga menyampaikan hal serupa. Dia menyebut, BPOM mengikuti sejak awal.

Menurut Wawan keterangan yang disampaikan oleh kepala BPOM kemarin merupakan hal biasa. Muncul kritik, masukan, saran, maupun revisi selama pencarian obat Covid-19 sudah berulang terjadi.

"Selama ini kan selalu tek-tok. Jadi, kurang ini dikembalikan. Terus nanti kami perbaiki," kata Wawan kepada JPG, kemarin. Walau BIN dan TNI AD ingin segera mendapat izin edar dari BPOM, pihaknya juga tidak ingin melanggar prosedur.

Wawan menyatakan, BIN, TNI AD, maupun Unair yang meneliti obat Covid-19 patuh terhadap ketentuan yang berlaku. ”Memang diikuti, kalau memang ada yang kurang, terus ditindaklanjuti,” terangnya. Instansinya menyadari, aturan yang berlaku di BPOM sudah baku. Semua pihak harus taat. Apalagi terkait dengan obat Covid-19 yang tengah dicari banyak orang. Izin edar obat itu tidak bisa sembarangan dikeluarkan.

Untuk itu, menyerahkan sepenuhnya kepada BPOM. ”Kalau belum memenuhi apa yang diminta (BPOM) persyaratan itu, ya nggak lanjut ke tahap berikut,” tutur Wawan. Karena itu, pihaknya memastikan perbaikan akan dilakukan. Walau dikejar waktu, tidak ada target tertentu yang mereka patok. Dia menegaskan, pihaknya ingin cepat namun tidak melanggar apapun. "Intinya cepat tapi sesuai," tegasnya.

Terhadap setiap kritik, masukan, dan saran pihaknya sangat terbuka. Menurut Wawan temuan obat Covid-19 yang diumumkan akhir pekan lalu, buah kerja anak bangsa. Bukan hanya BIN, TNI AD, dan Unair. Menurut dia, kerja keras mencari obat Covid-19 adalah kewajiban bersama. Pihaknya tidak ingin ada yang mementingkan ego. "Tujuan kita satu, supaya kita menemukan (solusi) dan masyarakat tersehatkan, keselamatannya terjaga," tutur Wawan.

Karena itu, Wawan memastikan revisi maupun hasil review BPOM bakal ditindaklanjuti. Fokus pihaknya saat ini adalah mendapat izin edar BPOM. Urusan lain diupayakan setelahnya. Termasuk soal anggaran untuk produksi massal. "Itu kan tahap selanjutnya," kata dia. Pihaknya optimistis mendapat dukungan pemerintah lantaran Presiden Joko Widodo juga sudah tahu keberadaan obat tersebut.

Menurut Wawan, presiden termasuk salah satu yang mendapat laporan kemajuan penelitian BIN, TNI AD, dan Unair.  "Laporan kemajuannya kan selalu dilaporkan," imbuhnya. Terkait penelitian tersebut, dia menyebut,

Istana juga satu suara. Ingin prosesnya cepat tuntas. Namun demikian, peraturan tidak boleh dilanggar. Protokol dan ketentuan BPOM dalam menerbitkan izin edar harus dipatuhi.(syn/lyn/jpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook