Perjalanan penetapan harga tertinggi uji swab mandiri ini juga tidak dilakukan secara serta-merta. Sebelumnya, BPKP bersama Kemenkes telah melakukan survei ke berbagai faskes. Kemudian, kedua instansi juga sudah melakukan pembahasan sebanyak tiga kali terkait penetapan harga ini.
Lebih lanjut, dia mengatakan, ada sejumlah komponen yang dijadikan acuan oleh pemerintah dalam menentukan harga tertinggi tes swab ini. Di antaranya, biaya jasa pelayanan sumber daya manusia yang terdiri dari jasa dokter, mikrobiologi klinik, ekstraksi, hingga pengambilan sampel. Kemudian, komponen bahan habis pakai misalnya APD level 3, harga reagent ekstraksi dan PCR, overheat pemakaian listrik, air, maintenance, hingga pengelolaan limbah. Terakhir, biaya administrasi dan pengiriman hasil.
"Oleh karena itu lah ditentukan harga tertinggi swab Rp900 ribu dengan RT PCR nya," paparnya.
Sayangnya, penetapan ini tak disertai standarisasi pelayanan. Baik soal pengambilan spesimen hingga ataupun lama waktu PCR. Kadir berkilah, bahwa penentuan harga tertinggi ini tidak berkaitan dengan cepat lambatnya pemeriksaan. Karena pada hakikatnya, hasil bisa keluar dengan cepat. Namun, perlu disadari bahwa keterlambatan kadang terjadi karena jumlah sampel yang masuk cukup banyak. Sementara, kemampuan mesin dalam sekali running itu terbatas.
"Jadi gak bisa juga kita menetapkan maksimal 1-2 jam hasil keluar," ungkap dokter spesialis telinga, hidung, dan tenggorokan (THT) tersebut.
Penetapan ini nantinya akan ditindaklanjuti dengan imbauan berupa surat edaran (SE) resmi. Rencananya, SE akan dikeluarkan pada pekan depan. "Penatapan harga tertinggi berlaku setelah SE diterbitkan," paparnya.
Nanti, untuk pengawasan, pihaknya bakal menugaskan dinas kesehatan memantau penerapan kebijakan ini. mengingat, laboratorium pemeriksaan berada di bawah naungan dinas kesehatan. Sehingga nantinya, dinas akan melakukan pembinaan pada pihak laboratorium.
Lalu, bagaimana jika masih ada yang membandel? Kadir mengatakan, pihaknya akan memberi teguran keras. "Tapi harapannya tidak ada sanksi ya. Semua pihak bisa dengan sadar menerapkan," ungkapnya.
Terhadap harga yang ditetapkan ini, lanjut dia, pihaknya bakal melakukan evaluasi secara berkala. Perubahan harga pada komponen penentu akan dijadikan bahan pertimbangan. Deputi Kepala BPKP Bidang Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Politik, Hukum, Keamanan, dan Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Iwan Taufik Purwanto menjelaskan, BPKP selaku lembaga audit internal negara akan melakukan pengawasan dan kontrol terhadap seluruh kegiatan yang berkaitan dengan penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PEN). Dimana, tes PCR ini termasuk di dalamnya.
"Sehingga, kami juga akan melakukan pengawasan terhadap harga tes swab," katanya.
Perwakilan BPKP di 34 provinsi akan dikerahkan pula untuk pengawasan. Kemudian, masyarakat juga bisa terlibat secara langsung mengenai pengawasan di lapangan. Caranya, cukup lapor ke laman BPKP Kawal ketika menemukan pelanggaran.
"Ini pernah dibuka juga untuk pengawasan bansos. Bisa dimanfaatkan," pungkasnya.
Terpisah, Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) Airlangga Hartarto menegaskan, pihaknya menyusun rencana pemberian vaksin yang dimulai pada kuartal IV 2020. Kebutuhan vaksin Covid-19 akan mencapai 320 juta dosis hingga 370 juta dosis untuk diberikan kepada 160 juta penduduk Indonesia mulai Januari 2021.
"Vaksin ini targetnya diberikan kepada mereka yang berusia produktif atau 70 persen dengan usia 19-59 tahun," ujarnya melalui video conference, kemarin (2/10).
Dia memerinci, pemberian vaksin dilakukan melalui lima tahapan. Dimulai dari kuartal IV 2020 ditargetkan ada 36 juta vaksin, kemudian di kuartal I 2021 ada 75 juta vaksin, di kuartal II 2021 ada 105 juta vaksin, kuartal III 2021 ada 80 juta vaksin, dan di kuartal IV 2021 ada 80 juta vaksin.
Pria yang juga Menko Perekonomian itu menambahkan, selain untuk usia produktif, vaksin akan diutamakan kepada mereka yang berada di garda terdepan seperti tenaga kesehatan, dokter, perawat, tenaga medis, TNI, Polri, Satpol PP, dan juga dipertimbangkan pasien dengan komorbid.
"Ini akan melibatkan 10.134 puskesmas, 2.877 rumah sakit pemerintah baik kementerian, rumah sakit kementerian, pemerintah daerah, TNI, Polri dan swasta. Juga 49 KKP di wilayah masing-masing," ucapnya.
Sejalan dengan hal itu, dia juga menyinggung bahwa pelaksanaan pilkada tak akan berpengaruh pada peningkatan kasus Covid-19. Airlangga menyebut, saat ini tidak ada lonjakan kasus baru di daerah-daerah yang menggelar pilkada serentak. Namun, DKI Jakarta yang tak menggelar pilkada justru terus mencatat penambahan kasus yang tinggi.
"DKI itu tidak melakukan pilkada, namun angkanya merangkak, meningkat, sehingga tentu pilkada ini yang tidak berkaitan langsung dengan kenaikan positif. Tetapi, yang berkaitan langsung adalah kedisiplinan masyarakat," tegasnya.
Dengan begitu, dia memastikan protokol kesehatan akan tetap dijalankan secara disiplin. Pemerintah juga terus menggelar operasi yustisi di berbagai wilayah. Penyelenggaraan pilkada diharapkan bisa membuat roda ekonomi berputar dan memberikan dampak positif karena besarnya dana yang berputar di masyarakat.(tau/wan/mia/dee/jpg)