JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mendalami beberapa proyek pembangunan di Kabupaten Kepulauan Meranti. Terutama proyek yang bersumber dari uang pinjaman bank di masa kepemimpinan Bupati nonaktif Muhammad Adil.
“Kami nanti coba dalami aspek hukumnya melalui pendalaman pada proses penyidikan yang sedang kami selesaikan sekarang ini,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, Ahad (16/4).
Peminjaman dana ke pihak bank menggunakan pola underlying asset. Secara umum underlying asset adalah aset keuangan yang menjadi dasar harga instrumen derivatif, di mana bentuk dari kontrak bilateral atau bisa juga berarti perjanjian penukaran pembayaran.
Ali menyebutkan, bila itu benar maka hal ini menurutnya merupakan fenomena yang menarik dan pertama kali terjadi. “Bila hal itu benar, ini fenomena menarik dan sepengetahuan kami baru kali ini terjadi,” katanya sambil mengatakan saat ini KPK masih melakukan pendalaman dan pengembangan kasus yang saat ini ditangani oleh penyidik.
Di sisi lain, sampai saat ini Plt Bupati Kepulauan Meranti Asmar belum mengantongi salinan akad kredit atas pinjaman keuangan yang menyeret aset pemerintah daerah sebagai jaminan. Pasalnya menurut pihak bank, underlying asset Pemkab Kepulauan Meranti yang menjadi dasar kesepakatan sebelumnya adalah kantor PUPR daerah setempat.
Walaupun demikian Asmar mengaku belum mengetahui persis isi akad yang telah disepakati. Contohnya kewajiban dan hak Pemkab Kepulauan Meranti terhadap kesepakatan yang digagas oleh M Adil jauh hari sebelum ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan KPK.
“Tidak tahu saya apa isi akad atau dokumen perjanjiannya. Harusnya saya tahu apa kewajiban dan hak kita (Pemkab Meranti, red) atas pinjaman yang cicilannya wajib dibayar tiap bulan hingga miliaran rupiah dari uang daerah. Sudahlah gak dilibatkan, isi draf akad itu juga tak ada sama saya,” ungkapnya.
Malah informasi ini baru ia ketahui baru-baru ini melalui acara temu ramah bersama pihak bank setelah dirinya ditetapkan sebagai Plt Bupati Kepulauan Meranti.
“Setelah tahu ada disebut kantor pemerintah terlilit pinjaman tersebut, saya kagetlah. Makanya seluruh kegiatan fisik maupun nonfisik di Kepulauan Meranti saya evaluasi kembali. Saya maunya semua kegiatan itu bersih dan benar prosedurnya sehingga tidak menimbulkan masalah kemudian hari,” ungkapnya.
Untuk itu, Asmar berharap kreditur dapat membuka lebar isi perjanjian kerja sama terhadap pinjaman tersebut. Sehingga persoalan ini tidak liar ke mana-mana, termasuk sanksi jika cicilan tidak dapat dibayarkan.
“Dibuka saja. Apa sanksi kami Pemkab Meranti jika cicilan tak mampu kami bayar sejauh morat maritnya kemampuan keuangan daerah saat ini,” ujarnya.
Selain Asmar, jajaran Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kepulauan Meranti juga tidak mengetahui persis isi atas akad kredit yang telah disepakati oleh mantan pimpinannya bersama pihak BRKS Selatpanjang.
Plt Kepala Bappeda Kepulauan Meranti Sakinul Wadi mengaku hanya menyusun program yang akan dilaksanakan terhadap alokasi dana pinjaman terkait. Namun tidak terhadap hak dan kewajiban Pemkab Meranti atas kesepakatan yang dijalankan.
“Kebetulan dalam pinjaman itu kami hanya mengatur programnya. Untuk akad kredit kami tak tahu karena kami tidak ikut terlibat saat itu disepakati,” ujarnya.
Tanggapan yang sama juga disampaikan Kabag Hukum Setdakab Kepulauan Meranti Rahmawati. “Tentang itu bagian hukum tidak tahu sama sekali. Tidak pernah dilibatkan dan dimintai pendapat akan hal tersebut,” ungkap Rahma.
Menurutnya fasilitasi memorandum of understanding (MoU) dari perjanjian tidak lagi melewati pihaknya selaku Bagian Hukum sejak 2021 silam. “Jika dimintai koreksi terhadap MoU maupun perjanjian kami siap. Namun untuk perjanjian pinjaman Rp100 miliar itu memang sama sekali tidak pernah dimintai pendapat dan dilibatkan. Jadi saya tidak tahu sama sekali akan hal tersebut,” bebernya.
“Biasanya bagian hukum memberikan penomoran MoU dan perjanjian. Namun sejak tahun 2021, bagian hukum tidak lagi mempunyai tupoksi untuk memberikan penomoran terhadap MoU dan perjanjian. Jika penomoran MoU dan perjanjian masih di bagian hukum tentu ada arsipnya di kami. Ini tidak ada sama sekali di bagian hukum,” tambahnya.
Sebelumnya, Jumat (14/4) pekan lalu, Pimpinan Cabang Bank Riau Kepri Syariah Selatpanjang Ridwan, menjelaskan bahwa pinjaman keuangan daerah Pemkab Kepulauan Meranti telah melalui mekanisme dan aturan yang berlaku. Artinya gagasan pinjaman sudah mendapat restu dari pemerintah pusat, seperti rekomendasi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) maupun Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Begitu pula mekanisme pinjaman keuangan yang digagas dalam akad kredit. Hanya saja, dijelaskan Ridwan, aset yang dimaksud bukan Kantor Bupati, melainkan mencakup seluruh bangunan Kantor PUPR Kepulauan Meranti.
Menurutnya pinjaman keuangan daerah menjadi langkah yang wajar. Demikian juga terhadap plafon batas maksimal biaya kredit yang disetujui BRKS kepada Pemkab Kepulauan Meranti. Semuanya telah melalui analisis yang cukup panjang berdasarkan kemampuan keuangan.
Cerita Ridwan, semula pinjaman itu diatensikan untuk menutupi persoalan defisit APBD 2022 sebesar Rp100 miliar. Namun bobot terhadap realisasi belanja tidak mencapai dari target besaran pinjaman yang telah disetujui. Pasalnya lanjut Ridwan, bobot kemampuan pencairan terhadap kegiatan yang diajukan Pemkab Kepulauan Meranti, tidak kurang dari Rp60 miliar hingga batas akhir 31 Desember 2022 lalu.
Namun sampai saat ini, seluruh angsuran pokok dan margin atas pinjaman lancar. Bahkan keperluan saat ini tertuang dalam APBD murni 2023. Sementara untuk kelanjutannya menjadi wewenang pemerintah daerah setempat.
Sementara itu, Sabtu (15/4), Pimpinan Bagian (Pinbag) Komunikasi Korporasi dan IR BRK Syariah Ika Irawan membenarkan Pemerintah Daerah Kabupaten Meranti menerima pembiayaan daerah dari BRKS. Pinjaman ini diajukan oleh Pemkab Meranti sebagai alternatif pendanaan APBD yang digunakan untuk menutup defisit APBD, pengeluaran pembiayaan, dan/atau kekurangan kas.
“Tujuannya adalah untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur. Tentunya pembiayaan Pemkab Meranti telah mendapatkan pertimbangan dari Kementerian Dalam Negeri dan yang pasti dengan melampirkan persetujuan DPRD Kabupaten Meranti, tentunya pada saat pembahasan APBD,” katanya.
Namun pihaknya juga mengklarifikasi bahwa pinjaman Pemkab Meranti tersebut didapat bukan dengan mengagunkan bangunan milik pemerintah.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kementerian Dalam Negeri, Benny Irwan saat dimintai keterangan mengatakan bahwa perkara tersebut bukan ranah Kemendagri. “Mungkin lebih pas ditanyakan ke BPKP,” ujarnya.
Lalu hal tersebut dikonfirmasi ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Namun hingga saat ini belum memberikan tanggapan.(yus/wir/sol)