Pengacara Adil Tolak Dalil Merugikan Keuangan Negara

Nasional | Jumat, 15 Desember 2023 - 09:50 WIB

Pengacara Adil Tolak Dalil Merugikan Keuangan Negara
Muhamad Adil.

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Terdakwa kasus tindak pidana korupsi (tipikor) Muhammad Adil melalui Penasihat Hukum membacakan duplik atas replik yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada sidang, Kamis (14/12) di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, duplik menitikberatkan pada dakwaan dan tuntutan merugikan keuangan negara.

Penasihat Hukum Terdakwa Muhammad Adil, tetap bertahan pada pleidoi bahwa tuntutan pidana tambahan membayar Uang Pengganti sebesar Rp17,8 miliar sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahur 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang, tidak tepat.


Kerugian negara yang didakwakan dan dituntut JPU KPK, menurut Penasihat Hukum Adil, haruslah berdasarkan Perhitungan oleh Ahli Akuntansi dan Audit sebagaimana yang diatur dalam penjelasan Pasal 32 ayat 1 Undang-Undang no 31 tahun 1999.

Penasihan Hukum mempertahankan pendapatnya bahwa yang dimaksud dengan ‘secara nyata telah ada kerugian keuangan negara’ adalah kerugian negara yang sudah dapat dihitung jumlahnya berdasarkan hasil temuan instansi yang berwenang atau akuntan publik yang ditunjuk. 

Menurut Penasihat hukum, antara Pasal 12 huruf I dengan Pasal 18 Undang- Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sesuai dengan dakwaan dan tuntutan jaksa, maka antara Pasal 12 huruf f dengan Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 adalah satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan.

Berdasarkan Uraian tersebut di atas, Penasihat Hukum berpendapat JPU KPK wajib melakukan audit atau perhitungan terhadap kerugian keuangan negara. ‘’Namun dalam perkara terdakwa Muhammad Adil, JPU tidak melakukan audit maupun perhitungan terhadap kerugian keuangan negara. Maka dengan tidak dilakukannya audit atau perhitungan kerugian keuangan negara, mulai dari penyidikan hingga penuntutan perkara JPU tidak menghadirkan ahli akuntansi dan audit telah melanggar Pasal 32 ayat 1 Undang-undang no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,’’ ungkapnya.

Sebaliknya JPU, menurut penasihat hukum hanya menghadirkan ahli hukum administrasi negara. Sedangkan ahli administrasi negara tidak berwenang untuk menentukan adanya kerugian keuangan negara. Hal ini sesuai dengan keterangan ahli Dr W Riawan Tjandra SH MHum yang dihadirkan JPU.

Dalam duplik itu juga membahas hasil audit BPK Perwakilan Kepri terhadap Pengelolaan Keuangan Pemerintah Kabupaten Meranti yang tidak menemukan adanya kerugian keuangan negara. Baik dalam Pelaksanaan Perjalanan Ibadah Umrah maupun terhadap Pemotongan Uang Persediaan (UP) dan Ganti Uang (GU). 

Penasihat hukum kembali mengulang pleidoi M Adil bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak ada saksi-saksi yang mengatakan terdakwa memerintahkan untuk memberi uang sebesar Rp1,01 miliar kepada Auditor BPK RI Perwakilan Riau Muhammad Fahmi Aressa. Dalam persidangan, uang itu diserahkan Fajar Triasmokon, Dita Anggoro dan Fitria Nengsih.

Usai pembacaan duplik, Majelis Hakim yang diketuai M Arif Nuryanta menunda sidang. Pembacaan putusan akan dijadwalkan pada tanggal 21 Desember 2023.(end)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook