JAKARTA (RIAUPOS.CO) Penerimaan pajak yang sesuai dengan target dalam APBN diprediksi sulit tercapai. Sepanjang tahun ini, tekanan terhadap pemerintah di sektor perpajakan tetap tinggi. Hingga triwulan I 2018, pertumbuhan penerimaan pajak mencapai Rp333,77 triliun. Jumlah itu 17,2 persen dari target yang ditetapkan, yaitu Rp1.894,7 triliun. Penerimaan kepabeanan dan cukai baru mencapai 5,18 persen dari target yang telah ditetapkan pada 2018.
”Kami memproyeksikan kinerja penerimaan pajak di akhir tahun mencapai 92 persen dari target APBN,” ujar Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo di Jakarta Senin (14/5). Tekanan terhadap pemerintah di sektor perpajakan dianggap tetap tinggi. Menurut Yustinus, dinamika perekonomian global yang tecermin dalam dua indikator, yaitu kenaikan harga minyak mentah dan depresiasi rupiah, patut diwaspadai.
”Perbaikan reformasi perpajakan perlu dilanjutkan dan dituntaskan dengan berfokus pada perbaikan regulasi, perbaikan prosedur, peningkatan kualitas, dan lain-lain,” urainya.
CITA menilai, perlu segera ada quick win yang dampaknya dirasakan langsung oleh wajib pajak. Yustinus mengatakan, selain untuk membangun mutual trust, hal itu penting untuk memastikan bahwa reformasi perpajakan merupakan pilihan kebijakan terbaik dan menjanjikan capaian hasil yang signifikan di masa mendatang.
”Selain pelayanan, fairness audit pajak melalui CRM (compliance risk management) perlu segera direalisasi,” tegasnya.
Di sisi lain, CITA mengapresiasi langkah Kementerian Keuangan yang menerbitkan PMK No 146 Tahun 2017. Peraturan itu memberikan roadmap simplifikasi tarif cukai rokok. ”Indonesia adalah salah satu negara dengan struktur tarif cukai rokok terkompleks di dunia,” ujarnya.
Menurut Yustinus, kerumitan berakibat maraknya praktik excise avoidance agar yang dikenakan adalah tarif yang lebih rendah.
Sementara itu, pihak Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menegaskan tidak akan mengeluarkan kebijakan besar tahun ini. Sebab, pemerintah ingin menjaga momentum ekonomi. ”Tahun ini tidak ada kebijakan besar yang akan kami keluarkan. Kami berfokus ke pengelolaan dan pemanfaatan data, termasuk yang sudah kami dapat dari tax amnesty,” ujar Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Ditjen Pajak Yon Arsal.
Tahun ini Ditjen Pajak memiliki target pertumbuhan sekitar 24 persen. Tren pertumbuhan double-digit selama empat bulan terakhir disebut Yon sebagai momentum yang konsistensinya perlu dijaga. ”Tantangan kami, bagaimana angka bulan ke bulan meningkat sehingga memberikan dampak positif juga bagi ekonomi secara keseluruhan,” tegas Yon.(agf/c11/fal/lim)