LEGISLATIF

MPR RI: PPHN Pelengkap Kebijakan Dasar Pembangunan Negara

Nasional | Selasa, 12 Oktober 2021 - 14:01 WIB

MPR RI: PPHN Pelengkap Kebijakan Dasar Pembangunan Negara
Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (dua kiri) bersama Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Institut Pertanian Bogor Prof. Didin Damanhuri (dua kanan) dalam acara FGD MPR RI membahas PPHN di Gedung MPR RI, Senayan, Jakarta, kemarin (HUMAS MPR FOR RIAUPOS.CO)

JAKARTA RIAUPOS.CO) - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menekankan kehadiran PPHN tidak dimaksudkan untuk memperlemah konsensus dalam penguatan sistem presidensial.

PPHN justru akan tetap disesuaikan dan memperkuat sistem presidensial dimana presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat, serta presiden dan wakil presiden memiliki masa jabatan yang tetap dan tidak dapat dijatuhkan hanya karena alasan politik.


Substansi PPHN hanya mengatur hal-hal yang bersifat filosofis dan turunan pertama dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1975). Dengan demikian, hadirnya PPHN sama sekali tidak akan mengurangi ruang dan kewenangan pemerintah untuk menyusun cetak biru pembangunan.

"Keberadaan Pokok-Pokok Haluan Negara ini justru semakin melengkapi sempurnanya bangunan ketatanegaraan Indonesia, yaitu Indonesia memiliki Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara, UUD NRI Tahun 1945 sebagai haluan konstitusional negara, dan PPHN sebagai kebijakan dasar pembangunan negara," kata Bamsoet dalam FGD MPR RI tentang PPHN, di Media Center MPR RI, kemarin.

Turut hadir sebagai narasumber adalah Pendiri Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Abdul Latief, serta Moderator Diskusi Dr. Prasetijono Widjojo. Hadir juga ketua Aliansi Kebangsan, Ketua Umum FKPPI Pontjo Sutowo dab Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Institut Pertanian Bogor Prof. Didin Damanhuri.

Ketua DPR RI ke-20 ini menegaskan, pentingnya kehadiran haluan negara, berangkat dari sebuah kebutuhan akan hadirnya prinsip-prinsip yang bersifat direktif, yang akan menjabarkan prinsip-prinsip normatif dalam konstitusi menjadi kebijakan dasar politik negara, sebagai panduan atau pedoman bagi penyelenggaraan pembangunan nasional. 

Dia menuturkan, setelah MPR tidak lagi memiliki wewenang menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), fungsi GBHN digantikan dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005 -2025. 

"Namun dalam implementasinya, berbagai peraturan perundang-undangan tersebut masih menyisakan beragam persoalan. Selain kecenderungan eksekutif sentris, dengan model sistem perencanaan pembangunan nasional yang demikian, memungkinkan RPJPN dilaksanakan secara tidak konsisten dalam setiap periode pemerintahan," jelasnya.

"Karena implementasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) didasarkan kepada visi dan misi presiden dan wakil presiden terpilih dalam pemilihan umum, maka masing-masing dapat memiliki visi dan misi yang berbeda dalam setiap periode pemerintahan," pungkasnya.

Sementara itu, Prof Didin menilai rencana hadirnya Pokok Pokok Haluan Negara (PPHN) merupakan suatu kemajuan dibandingkan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang hanya berbasis kepada visi presiden terpilih. 

Karenanya, rencana adanya PPHN yang sudah merupakan konsensus Parpol-Parpol dalam beberapa tahun terakhir sangat perlu didukung. 

Ia menyebut, jika menghadirkan PPHN melalui amandemen dirasakan bisa menimbulkan kegaduhan politik, MPR RI sebenarnya bisa menghadirkan PPHN tanpa amandemen, tapi melalui konsensus politik. 

"Kita pernah punya pengalaman saat reformasi, konsensus politik menetapkan tidak boleh merubah pembukaan Undang-Undang Dasar, sehingga amandemen keempat konstitusi, perubahan terhadap pembukaan Undang-Undang Dasar tidak pernah dilakukan. Bagaimana teknisnya, mungkin para ahli hukum tata negara bisa mengkajinya lebih jauh," kata Didin.

Didin menerangkan, negara seperti Amerika Serikat dan juga beberapa negara Eropa tidak memiliki perencanaan jangka panjang dalam pembangunannya karena mereka bermazhab market oriented. 

Namun harus diingat, Amerika kini sudah akan disalip oleh Tiongkok, Korea Selatan, dan juga Jepang, yang merupakan negara-negara yang memiliki perencanaan pembangunan jangka panjang. Pada tahun 1950-an, Jepang bahkan sudah memiliki perencanaan pembangunan hingga 50 tahun ke depan. 

"Begitupun dengan Tiongkok. Karenanya, keberadaan PPHN merupakan kemajuan dibandingkan dengan berdasarkan RPJMN yang hanya berbasis kepada visi presiden terpilih," jelasnya. 
 


Laporan: Yusnir (Jakarta)

Editor: E Sulaiman









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook