Penerimaan Pajak Baru 40 persen

Nasional | Rabu, 11 Juli 2018 - 09:07 WIB

Penerimaan Pajak Baru 40 persen
Dirjen Pajak, Robert Pakpahan.

JAKARTA (RIAUPOS.CO)- Penerimaan pajak pada semester pertama belum sampai separuh target APBN 2018. Hingga paruh pertama tahun ini, penerimaan pajak baru 40,84 persen dari target. Meski begitu, angka tersebut tumbuh 13,96 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

’’Penerimaan pajak selama semester pertama 2018 senilai Rp581,54 triliun dari target Rp1.424 triliun di APBN 2018. Bila secara apple-to-apple, pertumbuhannya 16,71 persen bila dikeluarkan penerimaan tax amnesty,’’ ujar Dirjen Pajak Robert Pakpahan di kantornya, Selasa (10/7).

Baca Juga :Bapenda Berhasil Kumpulkan Pajak Rp776 M

Robert menuturkan, hampir semua jenis pajak tumbuh di atas 20 persen. Berdasar sektor usaha, yang pertumbuhan penerimaan pajaknya paling tinggi sepanjang semester I 2018 adalah pertambangan yang naik 79,71 persen daripada tahun lalu. Kedua, setoran dari sektor pertanian tumbuh 34,35 persen.

’’Sektor industri pengolahan yang berkontribusi 30,3 persen tumbuh 12,64 persen. Sektor perdagangan yang kontribusinya 20,6 persen tumbuh 27,91 persen,’’ kata Direktur Potensi dan Kepatuhan Perpajakan Ditjen Pajak Yon Arsal. Menurut Yon, target pertumbuhan pajak mencapai 23 persen. Saat ini pertumbuhan ada di level 14 persen. ’’Dengan non-tax amnesty sekarang hampir 17 persen,’’ jelasnya.

Pengamat pajak sekaligus Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menyatakan, bahwa tren pemulihan pajak sejak awal tahun bergerak ke arah positif. Dia optimistis tren tersebut akan stabil sampai akhir tahun. ’’Pertumbuhan 14 persen ini bisa sampai akhir tahun,’’ ujar Yustinus kemarin.

Mengenai faktor ekonomi global, dia menyebutkan bahwa pelemahan rupiah dan perang dagang AS-Tiongkok tetap perlu diwaspadai. ’’Misalnya, kemungkinan limpahan produk impor yang masuk ke Indonesia. Jika dibanjiri produk murah, pertumbuhan produksi industri dalam negeri bisa terganggu,’’ tuturnya.

Selain itu, Indonesia cukup bergantung banyak pada PPN impor sehingga jika yang masuk adalah barang jadi atau bukan bahan baku, bisa mengurangi penerimaan pajak.

’’Di tengah ketidakpastian yang cukup tinggi, sinergi pemerintah dan swasta harus baik. Tidak boleh ada ego sektoral, semua kebijakan harus responsif dan satu tujuan,’’ ucapnya. (agf/c20/oki/jpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook