JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Status Novel Baswedan yang menjadi korban penyiraman air keras tidak bisa ditersangkakan dalam kasus dugaan rekayasa yang dilaporkan politisi PDI Perjuangan Dewi Tanjung. Sebab, seperti disampaikan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), korban tidak bisa dipidanakan saat kasus yang menimpanya sedang berjalan.
Ketentuan tersebut diatur dalam Undang Undang 31/2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Pada pasal 10, dijelaskan bahwa saksi, pelapor, maupun korban tidak bisa dipidanakan selama proses hukum masih berjalan. ”Kalau memang ada laporan (Dewi Tanjung), harus ditunda dulu sampai kasus utama selesai,” kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu, kemarin (9/11).
Kasus penyiraman air keras Novel yang terjadi 11 April 2017 lalu sampai saat ini masih berjalan. Bahkan Presiden Joko Widodo telah memerintahkan kepolisian untuk segera mengungkap siapa pelaku penyerangan keji itu. Begitu juga dengan Kapolri Jenderal Idham Azis yang menyatakan akan secepatnya menuntaskan kasus penyiraman tersebut.
Dengan demikian, pihak lain tidak bisa serta merta melaporkan Novel dengan tudingan rekayasa. Dan bahkan sampai mendorong kepolisian mentersangkakan Novel. Sementara di sisi lain pelaku penyiraman air keras tersebut belum terungkap. ”Ngapain sibuk di situ, seharusnya kan mencari pelakunya ini (penyerangan air keras Novel Baswedan) siapa,” kata Edwin.
Edwin mengibaratkan laporan Dewi seperti pelemparan batu yang menyebabkan kaca pecah. Alih-alih mencari tahu siapa pelaku yang melempar batu, laporan itu malah terkesan berupaya membelokkan perhatian ke bagaimana pecahan kaca itu seharusnya. Sama seperti laporan rekayasa yang meragukan kondisi mata Novel.
Polisi juga sudah pernah membenarkan hasil temuan tim pencari fakta (TPF) bahwa mata Novel memang terkena air keras. Dengan demikian laporan rekayasa ini hanya membuat pendapat baru yang belum diperlukan. Perlu dilihat mana yang kredibilitasnya lebih tinggi, laporan TPF atau bukti-bukti rekayasa tersebut.
Jika polisi kemudian memberi perhatian pada laporan rekayasa itu, justru akan menimbulkan pertanyaan publik akan penyelesaian kasus tersebut. ”Sebaiknya bisa diabaikan saja laporan itu sampai kasus utama selesai,” tegasnya.
LPSK sejauh ini telah menawarkan bantuan perlindungan saksi dan korban kepada Novel sejak kasus itu bergulir. Namun, ditolak oleh Novel. Edwin menyebut bahwa kapan saja LPSK menyatakan siap untuk menerima dan memproses permohonan bila Novel mengajukan.
Sementara itu anggota tim advokasi Novel Baswedan, Alghiffari Aqsa mendesak Presiden Jokowi merealisasikan janjinya menuntaskan kasus air keras Novel. Pengungkapan kasus tersebut akan menjawab tudingan bahwa kasus penyiraman air keras bukan rekayasa seperti dituduhkan sejumlah pihak. ”Harus bentuk tim independen yang bertanggung jawab secara langsung ke presiden,” ujarnya.(deb/tyo/jpg)