JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Semua pihak harus lebih meningkatkan kewaspadaan. Sebab, kasus Covid-19 di Indonesia terus menunjukkan kenaikan. Dalam beberapa hari terakhir, kasus positif sudah tembus 2 ribu lebih. Bahkan, angka Omicron di Indonesia tercatat paling tinggi di Asia Tenggara.
Merujuk pada laman gisaid.org, kasus Omicron di Indonesia mencapai 1.255 kasus. Jumlah itu lebih tinggi dari Singapura yang lebih dulu mengalami serangan Omicron. Hingga, Sabtu (22/1), kasus Omicron di sana sebanyak 1.169 kasus. Disusul Thailand 624 kasus, Malaysia 463 kasus, dan Kamboja 159 kasus.
Menurut Direktur Pascasarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama, pemerintah harus punya effort lebih dalam menghadapi kondisi itu. Tidak hanya melakukan upaya penanganan seperti biasa. ”Memang dengan angka 2.000 kasus per hari belum perlu menaikkan level PPKM. Tapi, jelas harus ada aktivitas (upaya penanganan, red) tambahan,” ujarnya, Sabtu (22/1).
Protokol kesehatan (prokes) misalnya. Saat ini prokes tidak sekadar diterapkan. Tapi, harus lebih ketat lagi dari semua aspek. Kebiasaan new normal harus menjadi ”now normal”. Kegiatan tatap muka juga perlu dikurangi. Karena itu, imbauan dan aturan tentang work from home (WFH) perlu dipastikan betul diikuti dengan melihat langsung di lapangan. Termasuk soal pembelajaran tatap muka (PTM) di sekolah. Dia mendorong agar dilakukan analisis apakah PTM tetap boleh 100 persen atau dikurangi hingga 75 persen di tengah kenaikan kasus saat ini.
Mantan direktur penyakit menular WHO itu meminta pemerintah untuk meningkatkan lagi tes dan telusurnya. Termasuk penelusuran kasus secara masif pada kejadian transmisi lokal Omicron yang sudah terjadi pada ratusan orang. ”Termasuk meningkatkan ketersediaan PCR-SGTF,” ungkapnya.
Selain itu, peningkatan vaksinasi dua dosis maupun booster harus jadi agenda wajib. Apalagi hingga 19 Januari 2022, cakupan vaksinasi nasional masih rendah. Hanya 42 persen penduduk. Bahkan, lebih dari 55 persen lansia belum mendapatkan vaksinasi memadai. Padahal, mereka tergolong kelompok rentan yang fatalitasnya tinggi ketika terpapar Covid-19.
Dorongan evaluasi PTM juga disampaikan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Apalagi, banyak sekolah yang ditutup karena ditemukan kasus positif Covid-19, bahkan varian Omicron. ”Kami sudah bersurat dengan kementerian terkait,” kata Ketua IDAI dr Piprim Basarah Yanuarso SpA(K) pada diskusi daring Sabtu (22/1).
Menurut dia, dengan situasi sekarang, PTM 100 persen bukan langkah bijak. Dia menyarankan agar pembelajaran dilakukan secara hybrid. Ada yang daring dan sebagian tatap muka. Bahkan, untuk anak yang belum mendapatkan vaksin seperti yang berusia di bawah 6 tahun, sebaiknya pembelajaran dilakukan secara daring saja. ”Agar bisa melindungi anak-anak,” tuturnya.
Juru Bicara Vaksinasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi pun mengamini bahwa total kasus Omicron di Indonesia sudah menyentuh 1.000 kasus. Mayoritas di antaranya merupakan pelaku perjalanan luar negeri. Mereka diketahui merupakan pekerja migran Indonesia dari Arab Saudi hingga wisatawan yang baru pulang dari Turki.
Saat ini pemerintah terus memantau kondisi jemaah umrah yang baru kembali ke Tanah Air. Diketahui 20 persen di antaranya positif Covid-19. ”Bagi masyarakat yang tidak punya kepentingan mendesak, dimohon untuk tidak melakukan perjalanan ke luar negeri,” ungkapnya.