Teddy Sempat Tersenyum usai Sidang Vonis

Nasional | Rabu, 10 Mei 2023 - 11:36 WIB

Teddy Sempat Tersenyum usai Sidang Vonis
Terdakwa Teddy Minahasa (baju batik) tersenyum usai menghadiri sidang pembacaan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Jakarta, Selasa (9/5/2023). Mantan Kapolda Sumatera Barat tersebut divonis hukuman penjara seumur hidup. (FEDRIK TARIGAN/JPG)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -  Kehidupan Teddy Minahasa hampir pasti terbalik 180 derajat. Setelah memiliki karier gemilang menjadi Kapolda Sumatera Barat (Sumbar) dan selangkah lagi menduduki jabatan Kapolda Jawa Timur (Jatim), namun kini Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang diketuai Jon Sarman Saragih memvonisnya hukuman penjara seumur hidup.

Hidup Teddy yang selama ini memiliki kewenangan besar di antara pe­ne­gak hukum, kini sudah hampir pasti pupus sudah. Teddy akan berada di lingkungan yang begitu terbalik dari kehidupan sebelumnya, berada di tengah-tengah para penghuni hotel prodeo. Bahkan, mungkin ada narapidana yang mungkin hasil tangkapan Teddy.


Di tengah vonis tersebut, Ketua Majelis Hakim Jon Sarman Saragih meminta Teddy untuk berdiri. Jon melanjutkan pembacaan vonis dengan menuturkan bahwa mengadili dan menyatakan terdakwa Teddy Minahasa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana. ”Menjatuhkan pidana terhadap Teddy Minahasa dengan pidana penjara seumur hidup,” paparnya.

Dalam pembacaan vonis tersebut, hakim anggota lainnya menyebutkan sejumlah hal yang memberatkan Teddy. Yakni, terdakwa tidak mengakui perbuatannya, menyangkal dengan memberikan keterangan berbelit-belit, menikmati keuntungan dari penjualan sabu-sabu, Teddy sebagai Kapolda Sumbar seharusnya menjadi garda terdepan memberantas narkotika tapi, malah terlibat. ”Melibatkan diri dengan membawa anak buahnya memanfaatkan jabatan dalam peredaran gelap narkotika,” ujarnya.

Dengan itu, Teddy telah mencoreng nama baik institusi Polri. Perbuatan terdakwa juga mengkhianati perintah Presiden Jokowi dalam penegakan hukum dan pemberantasan peredaran gelap narkotika. ”Tidak mendukung program pemerintah memberantas narkotika,” ujarnya.

Hakim juga menguraikan hal meringankan terdakwa Teddy. Di antaranya, telah mengabdi selama lebih kurang 30 tahun dan terdakwa mendapatkan banyak penghargaan dari negara selama menjabat di Polri. ”Terdakwa juga belum pernah dihukum,” jelasnya.

Vonis majelis hakim tersebut memang lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) berupa hukuman mati. Sepertinya, vonis yang lebih rendah itu membuat Teddy happy. Hal itu nampak usai majelis hakim menutup sidang.

Teddy yang khas menggunakan kemeja batik lengan panjang tampak berdiri dari kursi pesakitan. Dia menghampiri kuasa hukumnya, Hotman Paris dan beberapa kuasa hukum lainnya. Mereka tampak bersalaman.

Beberapa kali wartawan memanggil Teddy untuk memberikan komentarnya. Namun, Teddy hanya melambaikan tangannya, lantas membuka maskernya. Tampaklah senyuman Teddy. Selama beberapa menit, Teddy masih tampak tersenyum.

Teddy lantas berbincang cukup lama dengan Hotman Paris. Saat itulah Hotman membocorkan langkahnya selanjutnya dari tim kuasa hukum Teddy. ”Barusan diperintah untuk mengajukan banding,” ujarnya.

Hotman mengatakan, putusan hakim hanya menyalin surat dakwaan dan replik jaksa. ”Hakim copy paste dakwaan dan replik jaksa ini,” ujarnya. Lantas terlihat Teddy kembali menyalami kuasa hukumnya dan melambaikan tangan ke media. Sembari itu berjalan keluar dari ruang persidangan.

Di luar ruang sidang, Hotman mengatakan bersyukur vonis hakim bukan hukuman mati. Karena itu masih panjang perjalanan hukum ini, ada banding, kasasi, dan peninjauan kembali (PK). ”Saya tegaskan 99 persen vonis ini copy paste,” jelasnya.

Dia mencontohkan bahwa ada tidak perintah dari majelis hakim bahwa Teddy Minahasa memerintahkan memusnahkan barang bukti. Kondisi itu mencerminkan bahwa niat jahat itu sering kali tidak jadi. ”Ahli banyak mengungkapkan, perencanaan kejahatan kalau menyatakan tidak jadi dalam prosesnya. Biasa disebut tidak ada meeting of mind, tidak ada lagi kesepakatan berbuat kejahatan. Teddy menyebut musnahkan (5 kg sabu-sabu yang disisihkan, red),” terangnya.

Sementara itu, mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Anang Iskandar angkat bicara terkait vonis hukuman penjara seumur hidup untuk Teddy. Menurutnya, range atau jangka hukuman untuk penyidik atau atasan penyidik seperti Kapolres dan Kapolda yang melanggar proses penyitaan, berdasarkan Pasal 140 Undang-Undang Nomor 35/2009 tentang Narkotika adalah pidana minimum satu tahun dan maksimal sepuluh tahun. ”Dengan denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp1 miliar,” urainya.

Dalam hal barang bukti kemudian dijual, berlaku Pasal 112 yaitu kepemilikan narkotika secara tidak sah dengan jangka hukuman maksimal seumur hidup dan minimal lima tahun. ”Dengan denda paling minim Rp800 juta dan paling banyak Rp8 miliar atau 1/3-nya,” ujarnya.

Menurutnya, Kapolda, Kapolres dan penyidik bukan bandar narkotika. Mereka menjual narkotika karena motif abuse of power. ”Untuk mencari sumber dana ilegal. Karenanya vonis hukuman seumur hidup ini termasuk vonis maksimal. Bukan vonis yang moderat,” jelasnya.

Memang banyak tuntutan publik meminta hukuman mati. Namun, tuntutan hukuman mati itu tidak tepat. Karena hukuman dasar narkotika itu tidak mengenal hukuman mati. Hal itu terdapat dalam Pasal 36 Undang- Undang Nomor 8/1976.

”Hukum narkotika di Indonesia masuk yuridiksi hukum pidana. Maka memungkinkan diancam hukuman mati. Tapi, penjatuhan hukumannya berupa penjara. Selama ini hakim salah kaprah bila menjatuhkan hukuman mati,” tegasnya.(idr/jpg)

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook