JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang namanya masuk dalam daftar tidak memenuhi syarat (TMS) mulai bersuara. Salah satunya Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK Sujanarko. Dia menantang pimpinan KPK selain Firli Bahuri untuk menonjolkan hati nurani dalam menyikapi polemik tes wawasan kebangsaan (TWK).
"Sistem di pimpinan KPK itu kan kolektif kolegial, jadi satu orang tidak bisa mengendalikan organisasi," ungkapnya, kemarin (9/5).
Penekanan itu ditujukan kepada 4 pimpinan KPK. Yakni Nurul Ghufron, Lili Pintauli Siregar, Nawawi Pomolango dan Alexander Marwata. Katimbang Firli, keempat komisioner KPK itu selama ini dinilai kurang menonjol dalam mengambil kebijakan pimpinan.
Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri menyebut pihaknya tengah berupaya menyelesaikan seluruh tahapan pengalihan pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) dengan cermat. Dia tidak mau bicara banyak terkait dengan konflik di internal KPK pasca 75 pegawai yang terancam diberhentikan akibat tak lolos TWK.
"Sekali lagi kami mengingatkan, agar media dan publik berpedoman pada informasi resmi yang dikeluarkan secara kelembagaan oleh KPK baik lewat juru bicara maupun seluruh saluran komunikasi resmi yang dimiliki KPK," tuturnya.
Ali juga enggan menanggapi perihal potongan surat keputusan (SK) yang berisi tentang penonaktifan 75 pegawai yang tak lolos TWK.
"Kami akan melakukan pengecekan keabsahan potongan surat tanpa tanggal dan cap kedinasan yang beredar tersebut," ujarnya.
Perihal status pegawai KPK yang tidak lulus tes wawasan kebangsaan ini juga terus menjadi perhatian legislatif. Komisi III DPR berencana untuk mengundang KPK dalam rapat dengar pendapat dan meminta pimpinan serta dewan pengawas KPK menjelaskan solusi untuk para pegawai ini.
Anggota Komisi III Johan Budi menyampaikan bahwa hal terpenting adalah bagaimana agar revisi UU KPK tidak mengurangi hak-hak pegawai, apalagi sampai diberhentikan. Namun, belum dipastikan waktu pelaksanaan rapat dengar pendapat tersebut.
"Mungkin nanti dalam rapat dengar pendapat saya akan tanyakan kepada pimpinan KPK dan Dewas bagaimana jalan keluarnya tanpa harus memberhentikan dan mengurangi hak yang didapat pegawai KPK selama ini," jelasnya dalam diskusi pada Sabtu (8/5) lalu.
Poin penting lain yang akan dibahas juga terkait standar tes wawasan kebangsaan yang dilakukan. Johan bakal mempertanyakan apakah tes terhadap pegawai KPK ini memang sama dengan tes wawasan kebangsaan yang selama ini berlaku untuk aparatur sipil negara.
"Ini perlu dijawab pimpinan KPK, Men PAN-RB, dan BKN," lanjutnya.
Secara personal, mantan juru bicara KPK itu juga menilai bahwa pemberlakuan tes wawasan kebangsaan terhadap pegawai KPK sebenarnya tidak diperlukan. Karena para pegawai KPK sendiri telah memiliki track record bahkan ada yang hingga belasan tahun.
Mereka juga tentu telah melewati serangkaian proses seleksi yang ketat dan mengutamakan integritas untuk bisa masuk ke KPK.(tyo/deb/jpg)