JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menertibkan puluhan perguruan tinggi swasta (PTS) nakal. Total ada 52 unit kampus yang ditertibkan. Sebanyak 23 unit di antaranya dijatuhi sanksi terberat, yaitu pencabutan izin operasional. Masyarakat diminta tidak tergiur iming-iming proses kuliah cepat atau SPP murah.
Data PTS yang dijatuhi sanksi itu disampaikan Direktur Kelembagaan Ditjen Diktiristek Kemendikbudristek Lukman. Kampus yang dijatuhi sanksi itu berasal dari berbagai wilayah di Indonesia. Paling banyak berasal dari Provinsi Jawa Barat. “Untuk namanya tidak bisa kami berikan. Hanya gambaran kota dan wilayah,” katanya, Kamis (8/6).
Lukman mengatakan kampus yang disanksi itu berwujud universitas dan sekolah tinggi. Sanksi terberat berupa pencabutan izin dilakukan atas berbagai pelanggaran berat. Diantaranya adalah prodi tidak terakreditasi tapi nekat mengeluarkan ijazah. Kemudian menerbitkan ijazah kepada orang yang tidak berhak atau dikenal jual-beli ijazah.
Kampus yang merekrut mahasiswa baru dengan tujuan komersil juga masuk kategori berat. Kampus yang dijatuhi hukuman pencabutan izin, tidak boleh menggelar kegiatan akademik dan nonakademik. Badan penyelenggara atau yayasan harus menanggung kerugian mahasiswa, dosen, serta tenaga kependidikan. Kemudian, jika ada, harus mengembalikan dosen PNS yang diperbantukan ke kampus asalnya.
Dia menjelaskan terbongkarnya kasus kampus nakal itu diantaranya dari laporan masyarakat. Sejak Mei tahun lalu, ada 53 pengaduan kasus perguruan tinggi yang masuk ke Ditjen Diktiristek Kemendikbudristek. Diantaranya menjalankan kuliah fiktif. Kemudian jual beli ijazah, penyimpangan pemberian beasiswa KIP Kuliah, layanan tidak sesuai standar pendidikan tinggi, dan ada konflik yayasan sehingga perkuliahan tidak kondusif.
Plt Dirjen Diktiristek Kemendikbudristek Nizam turut prihatin atas kasus pencabutan izin operasional PTS tersebut. “Janganlah tujuan mulia penyelenggara pendidikan tinggi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dicemari dengan manipulasi data,” katanya.
Modus kejahatan lainnya adalah menerbitkan ijazah tanpa proses pembelajaran yang baik. Guru Besar Fakultas Teknik UGM itu juga menyayangkan ada kampus yang sampai jual beli ijazah dan menyelewengkan KIP Kuliah. Kejahatan tersebut tentu akan mencemari mahasiswa yang sudah bekerja keras.
Kemudian merugikan civitas kampus yang sudah serius menjaga mutu. Serta mencederai kepercayaan masyarakat pada perguruan tinggi. “Mari kita jaga marwah pendidikan tinggi untuk memastikan generasi emas lahir dari kampus kita,” katanya.
Pejabat yang hobi bersepeda itu menegaskan, Kemendikbudristek tidak akan tinggal diam jika ada laporan masyarakat terkait kampus nakal. Baik itu kampus negeri maupun swasta. Nizam lantas menyampaikan sejumlah pesan kepada masyarakat.
Dia meminta kepada calon mahasiswa agar hati-hati dan cermat dalam memilih perguruan tinggi. Jangan sekadar karena iming-iming beasiswa atau KIP Kuliah. Kemudian harus dipastikan program studi dan perguruan tinggi pilihan kalian terakreditasi. Lalu perkuliahan berjalan dengan dosen yg kompeten. Serta kondisi sarana dan prasarana tersedia sesuai yang dijanjikan dalam prospektus.
Sejumlah rektor ikut merespons kasus penjatuhan sanksi untuk puluhan kampus itu. Rektor Universitas Terbuka (UT) Ojat Darojat menuturkan, partisipasi masyarakat ikut menyelenggarakan pendidikan sejatinya upaya mulia. “Membantu negara mengatasi persoalan akses pendidikan tinggi,” katanya di sela penandatanganan kerja sama dengan Perkumpulan Lembaga Personalia Nasional (PLPN) di Kampus UT Tangerang Selatan kemarin.
Menurut dia, persoalan akses pendidikan sampai saat ini jadi salah satu pekerjaan rumah negara. Angka partisipasi pendidikan tinggi masih belum setinggi angka partisipasi di jenjang dasar dan menengah. Setiap tahun lulusan pendidikan menengah meningkat. Sementara kursi atau kapasitas perguruan tinggi tidak naik signifikan atau cenderung stabil.
Namun sayangnya oleh oknum tertentu, niat mulia tadi diselewengkan. Untuk mengeruk keuntungan pribadi, tujuan pendirian kampus swasta menjadi menyimpang. Misalnya untuk mengeruk uang dengan modus jual beli ijazah dan lainnya.
“Kejadian ini jadi pembelajaran kita semua,” katanya. Bukan hanya untuk pada korban atau pelaku kejahatan tadi, tetapi bagi semua masyarakat umum. Dia ikut memperhatikan diantata modus yang digunakan adalag proses pembelajaran tidak jelas. Kemudian ada praktik jual beli ijazah. Ojat menegaskan kuliah itu tidak sekadar mencari lembaran ijazah.
Lebih dari itu, kuliah ada proses peningkatan kapasitas. Supaya bisa masuk dunia kerja atau berpartisipasi membangun masyarakat. “Jadi sarjana itu harus bisa mewarnai pembangunan,” katanya. Jadi masyarakat tidak boleh termakan promosi atau iming-iming kuliah cepat selesai, biaya kuliah murah, atau sejenisnya.
Kalaupun tinggal jauh dari perkotaan, masyarakat bisa mengikuti perkuliahan secara jarak jauh yang diselenggarakan kampus secara resmi atau legal. Jadi masyarakat tidak perlu keluar uang untuk ngekos di kota. Salah satu kuliah jarak jauh yang diselenggarakan kampus negeri dan diakui secara resmi adalah layanan di kampus UT.(wan/jpg)