Rupiah Tembus Rp14 Ribu, Dorong Nilai Ekspor Antisipasi Inflasi

Nasional | Rabu, 09 Mei 2018 - 11:41 WIB

Rupiah Tembus Rp14 Ribu, Dorong Nilai Ekspor Antisipasi Inflasi
Kepala Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Agus Eko Nugroho.

“Fundamental kita sepertinya masih oke. Sepertinya dari yang saya baca cuma bersifat siklikal saja,” ujarnya.

Menanggapi pelemahan rupiah terhadap dolar AS, pelaku usaha tak memungkiri akan ada pengaruh pada harga pada industri. Terlebih pada industri yang memiliki keterkaitan dengan aktivitas ekspor dan impor.

Baca Juga :Industri Hitung Ulang Biaya Produksi

Salah satu komoditas nonmigas yang paling banyak diimpor adalah peralatan mesin dan besi baja. Sepanjang tahun lalu, peralatan mesin  menempati peringkat satu komoditas impor nonmigas dengan nilai 20,03 miliar dolar AS. Disusul mesin listrik, layar TV, dan alat elektronik lainnya 16,40 miliar  dolar AS. Peringkat ketiga adalah besi baja dengan nilai impor  8,46 miliar dolar AS.

Dari komoditas itu, produsen otomotif terkait dengan peralatan mesin dan besi baja. Meski berstatus compeletely knock down (CKD) alias dirakit di Indonesia, beberapa komponen seperti mesin, transmisi, dan lain-lain masih harus diimpor dari luar negeri. Demikian pula besi baja yang dipakai untuk pembuatan body dan sasis.

Head of Sales and Marketing Group PT Mitsubishi Motors Krama Yudha Sales Indonesia (MMKSI) Imam Choeru Cahya mengakui, melemahnya nilai tukar rupiah memang berimbas pada biaya produksi. Karena itu, mau tidak mau akan berpengaruh juga pada harga jual mobil ke konsumen. ”Betul, kenaikan dolar ini salah satu pertimbangan dalam kenaikan harga,” ujarnya, Selasa (8/5).

Menurut Imam, besar atau kecilnya dampak kurs terhadap harga produk  otomotif juga bergantung pada jangka waktu pelemahan rupiah. Semakin lama rupiah terdepresiasi, maka potensi harga mobil naik juga semakin besar.

”Tapi faktor pembentuk harga bukan karena dolar saja. Ada hal-hal lain juga,” tambahnya.

Imam mengakui, mulai Mei ini, Mitsubishi sudah menaikkan harga produk terlarisnya, Expander, sekitar Rp3 juta untuk setiap varian. “(penguatan) dolar itu salah satu yang pertimbangannya,” jelasnya.

Selain otomotif, industri pupuk juga terimbas pelemahan rupiah. Namun, bukan karena bahan baku yang harus diimpor, tetapi dari harga gas sebagai energi primer yang harus dibayar dengan mata uang dolar AS oleh produsen pupuk.

Direktur Utama PT Pupuk Indonesia Aas Asikin Idat mengatakan, dalam proses produksi pupuk, gas memegang 70 persen dari komponen biaya. Karena itu, naiknya harga gas akibat naiknya dolar AS akan sangat berpengaruh pada biaya produksi. “AKhirnya, berpengaruh juga pada kinerja keuangan perusahaan secara keseluruhan,” ujarnya melalui keterangan resmi kemarin.(dai/agf/ted)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook