Lalu, adanya ancaman kedaulatan dan keamanan negara dari kelompok teroris. ”Keduanya perlu untuk bisa menjadi patokan dalam pelibatan TNI memberantas terorisme. Itu semua nanti presiden yang menentukannya,” terangnya kemarin.
Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teror (BNPT) Irjen (Purn) Ansyaad Mbai menuturkan, soal pelibatan TNI ini jangan terlalu dihebohkan. Jangan dipaksakan untuk membuat sesuatu yang baru. ”Nanti malah bisa mengacaukan kerja sama TNI dan Polri yang berlaku,” ujarnya.
Saat ini kerja sama TNI dan Polri dalam sebuah operasi ternyata sudah berhasil. Semua berjalan cukup mulus. ”Mau dibolak-balik seperti apa ya kerja samanya seperti itu juga,” tuturnya.
Bagian lain, dalam UU anti terorisme tersebut terdapat sejumlah hal yang diperlukan kepolisian. Setidaknya peraturan baru itu akan membuat Polri lebih lega dalam menangani terorisme. Salah satunya, perpanjangan masa penangkapan. Di mana awalnya hanya memiliki waktu tujuh hari diperpanjang menjadi 14 hari dalam melakukan penangkapan.
Ada pula perpanjangan penahanan tersangka kasus terorisme, yang awalnya 180 hari atau enam bulan menjadi 270 hari atau sekitar sembilan bulan. Kadivhumas Polri Irjen Setyo Wasisto menuturkan, UU Anti Terorisme yang baru ini jauh lebih baik dibanding yang sebelumnya. ”Dalam hal masa penangkapan dan penahanan. Itu cukup bagi Polri,” jelasnya.
Sementara bagi BNPT, UU tersebut juga menjadi angin segar. Kepala BNPT Komjen Suhardi Alius menuturkan, BNPT sesuai ketentuan dalam UU, kini lebih jelas dalam mengkoordinis lintas kementerian menangani permasalahan terorisme. ”Terkait akar masalah terorisme bisa ditangani bersama,” ujarnya.
Sinergitas antar kementerian dan lembaga itu merupakan amanat UU tersebut. ”Fungsi lain ini kami harapkan bisa lebih maksimal karena semua terlibat,” papar jenderal berbintang tiga tersebut.