DUA POLISI AKTIF TERSANGKA PENYIRAMAN AIR KERAS NOVEL

Ungkap Motif dan Pemberi Perintah

Nasional | Sabtu, 28 Desember 2019 - 09:54 WIB

Ungkap Motif dan Pemberi Perintah
KONFERENSI PERS: Kabareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit (tengah) didampingi Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus (kiri), Karopenmas Divisi Humas Polri Kombes Pol Argo Yuwono (dua kiri), dan Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Suyudi Ario Seto (dua kanan) menyampaikan perkembangan kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (27/12/2019).(Hanung Hambara/JPG)

"Padahal, saya sudah menyiapkan gugatan sidang praperadilan," ujarnya.

Namun begitu, perlu ditekankan bahwa selama ini sudah beberapa kali Polri menangkap orang yang diduga pelaku penyiraman. Yang kemudian dilepas karena memiliki alibi dan sebagainya.


"Karena itu, tentunya jangan sampai terulang," terangnya.

Dia mengatakan, jangan hanya merasa bahwa kasus ini kejar setoran yang akhirnya harus selesai. Tapi, pembuktiannya minimalis. Hal tersebut beberapa kali terjadi di mana polisi asal tangkap dan pembuktian lemah.

"Akhirnya saat disidang justru bebas," tuturnya.

Boyamin menuturkan, pernah ada kasus perampokan PDAM Rp700 di Solo. Saat itu pihaknya membela salah seorang terdakwa.

"Namun bisa dibebaskan karena memiliki alibi menemani istri melahirkan di rumah sakit Jember. Saat itu diketahui kliennya dipaksa mengaku," terangnya.

Sementara Pengamat Kepolisian Moufty Makarim menjelaskan, dua orang yang diduga pelaku tertangkap, sekarang yang dipertanyakan adalah motifnya, terkait dengan peristiwa lain di belakangnya. "Kasus ini dipandang bukan peristiwa biasa," ujarnya.

Bila motif ini terungkap dan pemberi perintahnya juga diketahui, maka pandangan skeptis terhadap Polri akan luntur. Bukan persoalan ketidakseriusan tapi memang kerumitan kasus. "Tapi, kalau kasus tidak diungkap dengan utuh, maka akan timbul kecurigaan-kecurigaan lainnya," tegasnya.

Menanggapi perkembangan penanganan kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan, anggota Tim Kuasa Hukum Novel Baswedan Alghifari Aqsa meminta supaya pengungkapan aktor di balik aksi keji itu tidak berhenti sampai dua tersangka yang diumumkan, kemarin (27/12). Mereka yakin, ada pelaku-pelaku lain yang juga terlibat.

"Harus diungkap siapa jenderal di balik penyiraman (air keras kepada) Novel Baswedan," kata Alghifari Aqsa kepada Jawa Pos (JPG).

Keterangan yang disampaikan Polri, ungkap Alghif, sekaligus menegaskan indikasi keterlibatan anggota Polri dalam kasus Novel. Dia berharap besar kepolisian bisa mengungkap secara jelas dan tegas motif para pelaku. Baik motif penyiraman maupun motif mereka menyerahkan diri. Sebab, ada kabar kedua tersangka menyerahkan diri sebelum ditangkap.

"Kalau betul menyerahkan diri, kenapa menyerahkan diri," imbuhnya.

Itu menjadi pertanyaan Alghif dan rekan-rekannya lantaran penyerangan air keras kepada Novel terjadi lebih dari dua tahun lalu. Tepatnya 11 April 2017.  "Ada apa di balik dua orang itu menyerahkan diri," bebernya.

Selain itu, pihak kuasa hukum Novel juga ingin tahu lebih jauh wajah kedua tersangka. Dia menyebut, sketsa yang pernah dibuka oleh Polri kepada publik harus dilihat, apakah sesuai atau tidak dengan kedua tersangka.

Masih terkait pengungkapan dua tersangka penyiraman Novel, Alghif menyebutkan bahwa sampai kemarin malam pihaknya masih koordinasi dengan Novel.

"Kami masih komunikasi di grup sama yang lain, sama Novel juga," terang dia.

Senada dengan Alghif, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengungkapkan, pihaknya bersama Tim Advokasi Novel ingin aktor intelektual di balik penyiraman air keras kepada Novel turut diburu Polri.

"Tidak berhenti pada pelaku lapangan," ujarnya.

Dia yakin pelaku tidak hanya dua orang. Apalagi bila mengingat hasil temuan dari tim gabungan yang menyatakan penyiraman terhadap Novel terkait dengan tugasnya sebagai penyidik KPK. Karena itu, Kurnia menyebutkan, perlu digali lebih jauh hubungan antara kedua tersangka dengan kasus yang ditangani Novel di KPK.

"Juga harus dipastikan bahwa yang bersangkutan bukanlah orang yang ‘pasang badan’ untuk menutupi pelaku yang perannya lebih besar," bebernya.

Itu penting lantaran Kurnia dan rekan-rekannya mendapat informasi ada Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP). Surat itu keluar 23 Desember lalu.   "Yang menyatakan pelakunya belum diketahui," beber Kurnia.

Menurut dia itu janggal dan harus dibuka dengan terang oleh kepolisian. "Korban, keluarga, dan masyarakat berhak atas informasi. Terlebih kasus ini menyita perhatian publik dan menjadi indikator keamanan pembela HAM dan antikorupsi," beber dia.

Dia pun meminta presiden tidak berhenti memberi perhatian terhadap kasus Novel. Sementara itu, Ketua KPK Komjen Firli Bahuri menyampaikan bahwa pihaknya mengapresiasi kerja-kerja Polri. Menurut dia, Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis sudah menunjukkan kinerja yang baik.  "Saya selaku pimpinan KPK menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya,"  ungkap Firli.

"Saya ucapkan sukses dan selamat kepada seluruh jajaran kepolisian. Ini adalah jawaban yang sudah lama ditunggu oleh rakyat Indonesia," lanjutnya.

Terpisah, Novel menyampaikan bahwa dia merespons positif atas upaya Polri yang sudah disampaikan di Polda Metro Jaya, kemarin. Namun demikian, Novel juga merasa heran karena sempat ada informasi yang menyebut motif tersangka menyiram dirinya adalah dendam pribadi.

"Itu kalau nggak lucu, itu aneh menurut saya," lanjutnya.

Respons tersebut dia sampaikan lantaran informasi soal motif tersangka dinilai berbeda dengan fakta-fakta yang dia ketahui.  "Nggak sesuai dengan fakta-fakta," imbuh Novel. Karena itu, dia berharap pengungkapan kasus penyiraman air keras terhadap dirinya benar-benar dibuka total secara transparan.

"Saya meresponsnya ndak ngerti. Saya mau katakan ini lucu atau aneh gitu," ulangnya.

Dia menambahkan bahwa dirinya tidak kenal, tidak punya utang, dan sama sekali tidak punya urusan dengan kedua tersangka yang diumumkan Polri. Karena itu, dia merasa aneh dengan motif kedua tersangka itu sehingga membuat mereka tergerak menyiramkan air keras kepada dirinya.

"Saya rasa ndak mungkin hal begini kemudian menimbulkan respons dari seorang brigadir, ndak mungkin. Bukan merendahkan siapa, pangkat ya," bebernya.

Sejauh ini, Novel mengakui dirinya belum bisa mengukur apakah perkembangan penanganan kasus penyiraman air keras terhadap dirinya sudah memuaskan atau tidak. "Karena prosesnya baru awal. Saya bilang nggak puas siapa tahu berubah besok," tambah dia.(syn/bry/idr/tyo/ted)


Laporan: JPG dan YUSNIR









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook