Kasus Duta Palma Jangan Terhenti di Dua Tersangka

Nasional | Rabu, 03 Agustus 2022 - 09:15 WIB

Kasus Duta Palma Jangan Terhenti di Dua Tersangka
Pimpinan Pansus PT DPG,Suharto SH yang saat ini anggota Komisi II DPRD Inhu (ISTIMEWA)

RENGAT (RIAUPOS.CO) - Penetapan dua  tersangka Raja Thamsir Rahman (RTR) dan Surya Darmadi (SD) atas dugaan korupsi penguasaan lahan tanpa izin oleh PT Duta Palma Group (DPG) di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), direspons sejumlah pihak. Penyidik Kejagung pun diharapkan tidak terhenti di dua tersangka yang telah ditetapkan.

Pasalnya, sejak tahun 2009 hingga proses penyelidikan oleh Kejagung, banyak hal yang terjadi dan tidak tertutup kemungkinan masuk dalam tidak pidana korupsi tersebut. Bahkan, hal itu sudah sempat dibahas saat terbentuknya panitia khusus (pansus) di DPRD Inhu pada tahun 2011 lalu.


"Saya atas nama pribadi maupun atas nama pansus saat itu menyampaikan apresiasi atas penanganan kasus di PT DPG hingga ada penetapan tersangka yakni SD selaku pimpinan PT DPG dan RTR selaku mantan bupati Inhu. Hendaknya, penyidik Kejagung tidak terhenti di dua tersangka tersebut," ujar salah satu pimpinan Pansus PT DPG, yakni Suharto SH yang saat ini anggota Komisi II DPRD Inhu, Selasa (2/8).

Sejak tahun 2009 itu sebutnya, lima perusahaan perkebunan kelapa sawit yang tergabung di PT DPG tidak pernah memiliki legalitas atas lahan yang dikuasai. Bahkan, dari luas lahan yang dikuasai yakni 37.095 hektare, bahkan diduga lebih.  Karena luasan tersebut, berdasarkan surat izin lokasi yang diberikan tersangka RTR kepada SD selaku pimpinan PT DPG. Namun sejak PT DPG beraktivitas, tidak pernah dilakukan pencocokan atau pengukuran atas luas areal yang diberikan. "Saya meyakini, luas lahan yang dikuasai PT DPG lebih dari 37.095 hektare. Bahkan bisa mencapai 40 ribu hektare lebih," ungkapnya.

Tidak itu saja, kasus yang ada di PT DPG juga tidak menyiapkan lahan plasma untuk warga. Bahkan, warga yang berharap ada lahan plasma sempat bentrok dengan pihak PT DPG saat menuntut kebun plasma, beberapa waktu.

Belakangan, ingatnya, ada lahan yang dikeluarkan dari areal PT DPG seluas 1.500 hektare untuk lahan plasma bagi masyarakat Kelurahan Pangkalan Kasai, Kecamatan Seberida. Hanya saja, keberadaan lahan 1.500 hektare tersebut hingga saat ini tidak ada kejelasan.

Dari lahan 1.500 hektare tersebut sambungnya, siapa yang bertanggung jawab atau lembaga mana yang memiliki kewenangan saat itu tepatnya pada tahun 2017 lalu. "Ini kan masuk dalam rangkaian kasus dugaan korupsi di PT DPG. Makanya tidak cukup dengan dua tersangka," tegasnya.

Masih katanya, dengan adanya lahan 1.500 hektare untuk areal plasma masyarakat Kelurahan Pangkalan Kasai, tentunya akan ada revisi atas luas areal yang dikuasai oleh PT DPG. Sehingga dalam hal ini, tentunya ada pihak yang melakukan revisi atas luasan lahan yang dikuasai.

Tidak itu saja, pihak PT DPG tidak pernah mengurus izin mendirikan bangunan (IMB). Kemudian tidak membayar pajak termasuk pajak kendaraan sesuai yang atur oleh pemerintah. "Banyak masalahnya, saya lupa secara rincinya. Karena sudah lama," ungkapnya.  Untuk itu harapnya, penyelidikan yang dilakukan oleh pihak Kejagung hendaknya dilakukan secara jelas dan terang benderang. Sehingga penerapan hukum atas kasus dugaan tindak pidana korupsi, sifatnya tidak tebang pilih.

Mantan pimpinan Pansus ini juga menilai masyarakat Kabupaten Inhu secara umum sudah mengetahui apa yang terjadi. Sehingga apa yang dilakukan penyidik Kejagung tentunya akan menjadi perbandingan oleh masyarakat atas masalah yang terjadi.

Lebih jauh disampaikannya, kerugian yang diduga dilakukan PT DPG sebanyak Rp78 triliun sangat fantastis. Karena jika dibandingkan dengan APBD Kabupaten Inhu setiap tahunnya hanya berkisar Rp1,3 triliun lebih.

Artinya atas dugaan kerugian tersebut, bisa menutupi APBD Inhu untuk sekitar setengah abad lebih kedepannya. "Dikumpulkan APBD Inhu ini selama 50 tahun ke depan, masih juga belum sebanding dengan kerugian yang dilakukan PT DPG," terangnya.(kas)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook