Tim Penjemput WNI di Cina Juga Dikarantina

Nasional | Sabtu, 01 Februari 2020 - 15:42 WIB

Tim Penjemput WNI di Cina Juga Dikarantina
KONVOI: Warga Prancis yang baru dievakuasi dari Wuhan dikawal menuju lokasi karantina di Istres-Le Tube Air Base, Prancis Selatan, Jumat (31/1). (PASCAL GUYOT/AFP)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Tugas tim yang akan menjemput 249 WNI dari Provinsi Hubei, Cina, tak berhenti ketika pesawat landing. Mereka akan diperlakukan sama dengan yang dijemput. Termasuk soal karantina.

Kemungkinan ada delapan orang pengamanan dari unsur TNI yang dilibatkan dalam proses penjemputan.


Untuk tenaga kesehatan, ada beberapa dokter dan perawat. "Ada spesialis paru, spesialis kesehatan jiwa, dan spesialis kandungan,” ungkap Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Wiendra Waworuntu. Namun, Wiendra belum memastikan berapa orang yang akan menjemput. ”Sebab untuk mengurus visanya sulit," imbuhnya.

Tim penjemput WNI juga mendapatkan pengawasan. Mulai sejak meninggalkan Cina, masuk bandara, hingga di tempat karantina. Mereka juga akan diperiksa di Tiongkok seperti halnya orang-orang yang meninggalkan Negeri Panda tersebut. Setelah dinyatakan sehat dan diberi sertifikat kesehatan, mereka baru boleh terbang kembali ke Indonesia.

Setelah mendarat di tanah air, mereka akan dikarantina bersama dengan 249 WNI yang dijemput. Wiendra menyatakan, karantina dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit dari luar. Lamanya bisa mencapai 14 hari. Dia menyamakan dengan karantina pada jamaah haji. "Karantina ini untuk orang sehat. Dalam karantina ini diawasi," tutur Wiendra. Tim pengawas akan menerapkan prosedur lengkap. Mereka akan memakai alat pelindung diri (APD) yang terstandardisasi. "Penggunaan masker yang tepat itu dengan menekan bagian atas," ungkapnya.

Seandainya mengalami gejala batuk, demam, dan sakit tenggorokan, anggota tim penjemput akan dibawa ke rumah sakit khusus. Mereka bakal mendapatkan perawatan yang sama dengan WNI yang dievakuasi dari Wuhan.

Sementara itu, 4 di antara 12 mahasiswa asal Banyuwangi yang masih bertahan di Cina akhirnya menginjakkan kaki di tanah air kemarin (31/1). Mereka adalah Herin Dika Pratiwi, Siti Afifah, Shalsabila, dan Rhania Dwi Cantika. Para mahasiswa tersebut berangkat ke Cina dengan difasilitasi lembaga bernama Desy Education Banyuwangi.

Direktur Desy Education Banyuwangi Handoyo Saputro mengatakan, berdasar keterangan Herin Dika Pratiwi, mahasiswa asal Songgon yang kuliah di Nanjing University of Information Science and Technology (NUIST), ada tiga alasan yang mendasari mereka pulang. Pertama, permintaan orang tua yang merasa khawatir. Kedua, jalanan di Kota Nanjing yang mulai sepi membuat mahasiswa di sana kesulitan untuk beraktivitas. Terakhir, stok makanan di Kota Nanjing mulai habis. "Kepulangannya sudah mendapat izin dari pihak kampus," kata Handoyo kepada Jawa Pos Radar Banyuwangi.

Untuk mahasiswa lain, empat orang memastikan kembali ke Banyuwangi pada 5 Februari. Empat lainnya tetap bertahan di kampus masing-masing. Mahasiswa tersebut beralasan, kota yang mereka tempati sudah cukup aman. Selain itu, mereka mempertimbangkan waktu perkuliahan yang dimulai pada 17 Februari sehingga mepet jika harus pulang.

Di samping itu, banyak tugas kuliah yang harus mereka kejar, apalagi untuk mahasiswa semester III dan V. "Ada yang memilih bertahan. Memang sudah ada imbauan dari pemerintah Tiongkok agar mahasiswa Indonesia pulang jika tidak ada kepentingan di Cina,' jelasnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook