LIPUTAN KHUSUS

Menunggu Rubuh Stadion Kami

Liputan Khusus | Minggu, 15 November 2015 - 09:40 WIB

Menunggu Rubuh  Stadion Kami
Mini stadion sebagai salah satu sarana penunjang di Stadion Utama Riau Jalan Naga Sakti, Panam, memprihatinkan dengan kondisi bagian atap koyak. Foto diambil Jumat (13/11/2015).DEFIZAL/RIAU POS

Pelaksanaan PON XVIII tahun 2012 mengesankan banyak kegembiraan sekaligus ketidakberesan. Kegembiraan, Riau menjadi sorotan. Usai PON, menyisakan keprihatinan pada bangunan-bangunan yang sebagiannya hancur berantakan.

BERDIRI di tengah lapangan Stadion Utama Jalan Naga Sakti, terbayang kemegahan, kegemilangan dan keramaian pada malam itu. Ya, malam pembukaan Pekan Oalhraga Nasional (PON) XVIII yang dibuka langsung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika itu. Puluhan ribu jiwa berkumpul di sana. Kontingen dari berbagai provinsi melintas bergantian di depan para tamu terhormat. Api PON yang diambil langsung dari sumber pipa minyak pertama PT CPI di di Minas membuat seluruh hadirin berdiri dan bertepuk tangan. Riuh tidak kepalang.

‘’Kreeeek.’’ Derit suara pintu mengejutkan Riau Pos, Rabu (18/11). Tidak ada siapapun. Angin membuat daun pintu bergeser, perlahan dan berbunyi. Sunyi. Tidak ada tepuk tangan. Tidak ada gemerlap cahaya lampu. 40.700 kursi yang berjejer di seluruh bagian dalam stadion itu kosong. Ada yang utuh, banyak yang rubuh. Banyak pula yang hilang. Sementara, rumput setinggi lutut di bagian tengah lapangan, bergoyang perlahan ditiup angin. Memenuhi lapangan. Rumput ini merupakan jenis rumput yang berstandart internasional yaitu jenis  zoysia matrella. Standar harga Rumput Manila (Zoysia matrella) pada tahun 2009 dan 2010 saja sudah mencapai Rp32 ribu per m2.

Baca Juga :Runner-up, Tornado FC Berharap Tiket Tambahan

Siang di kawasan stadion ini cukup sepi. Hanya ada satu atau dua orang muda-mudi yang bersantai di bagian depan atau di dekat dua tanjak raksasa. Mungkin menunggu senja. Di antara sampah yang berserakan dan batu-batu tangga yang pecah itulah mereka berada. Kadang duduk, kadang berdiri. Sesekali mendongakkan wajah ke atas dan memayungkan kedua tangannya di atas kepala. Panas. Merekapun bergeser ke bagian dalam.

Stadion Utama ini hanya merupakan salah satu dari sekian banyak bangunan atau venue PON yang dibangun Pemerintah Provinsi Riau untuk menyukseskan pelaksanaan PON di bumi lancang kuning ini. Bukan hanya bagian dalam gedung yang hancur, tidak terawat dan berkarat, di bagian luar juga sama. Sarana penunjang di luar gedung hancur. Koyak moyak. Dicoret-coret. Tiang-tiang lampu taman bertumbangan. Rumput tinggi meninggi. Lebih tinggi dari orang dewasa.

Setidaknya Rp1,1 triliun habis untuk membangun kawasan ini. Itupun belum terbayar semua. Masih terhutang Rp200 miliar kepada pihak ketiga. Kawasan ini juga sering menjadi sorotan. Mungkin karena memang tidak ada yang menjaga dan merawat karena status yang tidak jelas. Bebas. Siapa saja boleh masuk ke sana. Tak heran jika tempat ini menjadi tempat bersantai, mencari makanan ringan hingga tempat asyik untuk berduaan. Bahkan sebelumnya menjadi sarang klewang dan orang-orangnya.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook