Banyak cara yang dilakukan kaum muda untuk menunjukkan eksistensinya. Salah satunya adalah parkour, sebuah olahraga ekstrem yang menggabungkan lari, melintasi rintangan, lompat, dan memanjat. Parkour bahkan sudah digabungkan juga dengan freerun. Saat beraksi, mereka seakan terbang di antara gedung-gedung. Adu nyali yang sebenarnya.
RIAUPOS.CO - Kesamaan hobi memang menyebabkan muncul berbagai komunitas anak muda. Salah satunya parkour. Mayoritas penggemar parkour memang dari kalangan muda bahkan juga dari remaja dengan umur belasan tahun. Salah satunya ada yang masih berumur 12 tahun, yang masih duduk di kelas 1 SMP.
“Kalau di Jakarta malah banyak penggemarnya anak-anak kecil,” ujar Ketua Parkour Freerun Flow It Pekanbaru, Ramadhani Kadir.
Kepada Riau Pos pekan lalu dia mengatakan, parkour sebenarnya termasuk olahraga ekstrem. Olahraga ini tidak boleh dilakukan sendirian. Harus lakukan bersama komunitas. Sebab dalam komunitas selalu diajarkan berbagai potensi bahaya dan bagaimana penanganannya sebaik mungkin.
Komunitas Parkour Freerun Flow It Pekanbaru berkembang sejak tahun 2007. Saat itu, mereka mengembangkan murni parkour saja. Belakangan pada tahun 2010 berkembang lagi gerakan-gerakan salto yang ternyata bisa dikombinasikan dengan parkour. Makanya, kalau dahulu namanya Parkour Flow It, maka sekarang ditambah Freerun, menjadi Parkour Freerun Flow It Pekanbaru. Di antara gerakan freerun adalah bersalto.
Komunitas ini biasanya latihan pada akhir pekan, yakni Sabtu dan Ahad pukul 16.00 sampai 18.00 WIB. Mereka biasanya berlatih di Stadion Utama Riau (SUR), Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kaca Mayang atau di Bandar Seni Raja Ali Haji (Serai). Di komunitas ini terdaftar sebanyak 60 anggota.
“Tapi yang aktif hanya 15 sampai 20 orang saja,” ujar Ramadhani.
Komunitas parkour di Riau sebenarnya cukup disegani. Bahkan Ramadhani sendiri merupakan ketua Regional Sumatra Bagian Tengah yang meliputi Riau, Jambi, dan Sumbar. Mereka juga pernah melakukan latihan bareng parkour atau jamming yang dipusatkan di Pekanbaru. Misalnya tahun 2014, pertama kali diadakan latihan parkour atau jamming se-Riau. Peserta jamming berasal dari anggota di kabupaten/kota se-Riau yakni dari Selatpanjang, Bengkalis, Siak, dan Dumai. Terdapat anggota penggemar parkour lainnya di Riau selain Pekanbaru, misalnya dari Selatpanjang ada tujuh orang, dari Bengkalis dua orang, dari Siak tiga orang, dan dari Dumai dua orang.
Tidak hanya itu, pada tahun 2015 diadakan juga latihan jamming se-Sumatra. Peserta yang datang berasal dari Palembang, Medan, Sumbar, Lampung. Ada juga yang datang dari Lombok. Pada tahun 2016 bahkan Pekanbaru menjadi tuan rumah latihan parkour se-Indonesia. Mereka menawarkan pelayanan gratis penginapan sehingga komunitas parkour se-Indonesia yakni Parkour Indonesia (pk.id) mempersilakan Riau menjadi tuan rumah. Para tamu menginap di Wisma Atlet di belakang RS Awal Bros, yang ketika itu belum difungsikan seperti saat ini. Sekarang, sarana ini digunakan sebagai asrama haji untuk embarkasi haji antara (EHA). Padahal sebelumnya, tahun 2014 event ini juga diadakan di Jakarta dan peserta membayar Rp850.000 per tiga hari. Di Riau, mereka tidak dipungut biaya.
Adapun sarana yang digunakan untuk olahraga parkour menyesuaikan dengan kondisi di Riau. Beberapa tempat favorit digunakan adalah Stadion Utama Riau, RTH Kaca Mayang, dan Bandar Serai.
Menurut Ramadhani, tantangan masing-masing lokasi berbeda-beda. Namun di sanalah asyiknya melakukan parkour ini. Makin berat tantangannya, makin asyik pula melakukannya.