LIPUTAN KHUSUS

Arab Melayu, Kemana Hendak Dibawa

Liputan Khusus | Minggu, 31 Januari 2016 - 12:56 WIB

Arab Melayu, Kemana Hendak Dibawa
KANTOR PEMERINTAHAN: Selain Bahasa Indonesia, sebagian besar kantor-kantor pemerintahan di Riau telah menggunakan tulisan Arab Melayu. Foto diambil Kamis (28/1/2016).ARIEF BUDI KUSUMA/RIAU POS

Nama Jalan dan Kantor

Masuk ke Riau, tidaklah sama saat kita masuk ke Pulau Jawa. Nama-nama jalan di Riau bertuliskan dengan dua huruf, yakni huruf latin dan huruf hijaiyah. Tapi, keduanya bisa dibaca dengan ungkapan Bahasa Indonesia. Tidak hanya jalan-jalan utama, jalan-jalan kecil juga banyak menggunakan dua huruf ini. Sungguh, aura ke-Melayuan yang begitu terasa.

Baca Juga :Mengaji Aksara Arab Melayu

Meski banyak, tapi belum banyak yang menggunakan tulisan Arab-Melayu. Nama-nama kantor juga banyak yang belum. Contohnya Taman Budaya Riau, Museum Sang Nila Utama dan beberapa lainnya. Tulisan untuk kantor dan gedung ini masih menggunakan satu huruf yaitu huruf latin. Sedangkan huruf hijaiyah atau Arab-Melayu, belum. Sedangkan kantor-kantor lain selain kantor pemerintah, belum ada sama sekali yang menggunakan tulisan Arab-Melayu.

Kantor Gubernur Riau, sudah pasti menggunakan tulisan Arab-Melayu seperti kantor Dinas Pendidikan Riau. Begitu juga dengan kantor Wali Kota Pekanbaru di Jalan Sudirman. Sayangnya, tulisan Arab-Melayu di kantor wali kota sudah lepas-lepas, sulit dibaca, bahkan nyaris hilang. Kondisi serupa juga banyak ditemukan di beberapa kantor lainnya.

Salah Satu Muatan Lokal

Arab-Melayu di sekolah hanya merupakan salah satu muatan lokal Budaya Melayu.  Keberadaan muatan lokal sesuai dengan amanat undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 37 yang menyatakan kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat Muatan Lokal. Selain itu juga berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi yang menyatakan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Di dalamnya disebutkan, selain memuat beberapa mata pelajaran, juga terdapat mata pelajaran Muatan Lokal yang wajib diberikan kepada semua tingkat satuan pendidikan.

Kurikulum yang berubah, juga membuat kebijakan yang selalu berubah. Dulu Arab Melayu sebagai muatan lokal di Riau merupakan muatan lokal khusus. Sekarang, ia hanya merupakan salah satu muatan lokal budaya Melayu yang sangat beragam. Di sana ada kesenian, kebudayaan, sejarah, dan lain sebagainya.

Arab-Melayu diajarkan di sekolah sesuai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Untuk kelas III, murid hanya diharapkan bisa membaca tulisan Arab-Melayu. Kelas IV semester 1, menulis kata dasar dalam berbagai bunyi vokal pada  sedang semester 2  memahami kata bersuku kata dua dalam berbagai bentuk. Kelas V semester 1, menulis kalimat dengan tulisan Arab Melayu dan semester 2 mengidentifikasi diftong dan huruf saksi. KelasVI semeseter 1, siswa  diharapkan membedakan kata dasar pengecualian, kata berimbuhan, kata depan, kata ganti, dan partikel dalam tulisan dan semester 2 memahami bacaan dalam berbagai bentuk karya sastra Melayu dalam tulisan Arab Melayu.

Kepala UPT UP2 PAUDNI Dinas Pendidikan dan Kebudayaan  Provinsi Riau, Abdul Kadir, mengatakan, dulu kurikulum berbasis kompetensi menjadi acuan untuk muatan lokal, Sekarang, kurikulum muatan lokal mengacu kepada kurikulum  2013.  ‘’Arab Melayu masuk dalam kurikulum Budaya Melayu, bukan Budaya Melayu Riau (BMR). Kalau BMR itu banyak dan lebih umum. Budaya Melayu akan diterapkan dan diajarkan di sekolah mulai pendidikan forml dan non formal. Kurikulum itu saat ini sedang direvisi sesuai dengan kurikulum 2013 atau nasional. Tak sesuai lagi KTSP, makanya direvisi,’’ ujar Abdul Kadir

Arab-Melayu lanjutnya, merupakan bagian muatan lokal budaya Melayu yang diterapkan di sekolah-sekolah. Sedangnkan revisi sedang dilakukan Dinas Pendidikan bersama Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau dan juga perguruan tinggi.

Diakui Abdul Kadir, memang sudah lama tidak ada pelatihan-pelatihan untuk guru Arab-Melayu. ‘’Dulu ada pelatihan untuk guru Arab-Melayu, sekarang memang  tak ada lagi. Lomba menulis Arab-Melayu juga belum ada. Kurikulum berubah terus sesuai perkembngn zaman dan tekhnologi. Makanya kita juga harus berubah. Arab-Melayu tetap dikembangkan dan sebagai salah satu mata pelajaran. Kalau soal visi misi atau tujuan Arab-Melayu nantinya, saya tak tahu. Yang jelas anak bisa menulis dan membaca Arab-Melayu,’’ sambung Abdul Kadir.(gem)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook