LIPUTAN KHUSUS

Arab Melayu, Kemana Hendak Dibawa

Liputan Khusus | Minggu, 31 Januari 2016 - 12:56 WIB

Arab Melayu, Kemana Hendak Dibawa
KANTOR PEMERINTAHAN: Selain Bahasa Indonesia, sebagian besar kantor-kantor pemerintahan di Riau telah menggunakan tulisan Arab Melayu. Foto diambil Kamis (28/1/2016).ARIEF BUDI KUSUMA/RIAU POS

Kaidah dan Peradaban

Tulisan Arab-Melayu bukanlah Bahasa Arab. Tapi, kaidah awal tetap Bahasa Arab. Ketua Yayasan Gahara Pekanbaru yang membidangi khusus Arab-Melayu, Masri Nur, mengatakan, semua yang berasal dari Bahasa Arab, haruslah kembali kepada Bahasa Arab, termasuk kaidah-kaidahnya. Hal serupa juga diungkapkan pakar Arab-Melayu sekaligus penulis dan pemegang sertifikasi microsoft Arab-Melayu Riau, Yahya Anak Rainin. Keduanya bersama teman-teman lain, saat ini sedang giat mengembangkan Arab Melayu. Pelatihan-pelatihan untuk guru juga pernah dilakukan yayasan ini.

Baca Juga :Mengaji Aksara Arab Melayu

Yayasan Gahara memang baru berdiri sejak 2015. Tapi, berbagai kegiatan sudah dilakukan mereka-mereka yang tergabung dalam yayasan ini. Tidak hanya menggelar pelatihan yang diikuti lebih dari 40 guru di seluruh Pekanbaru, tapi juga menerbitkan buku pelajaran Arab-Melayu terbaru sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku. Penyusunan buku ini berdasarkan nahwu-sharaf, ejaan yang sesungguhnya serta mengacu kepada buku-buku tulisan Arab-Melayu yang ditulis penulis-penulis ternama dahulu seperti Bustanul Khatibin karya Raja Ali Haji dan beberapa lainnya.

Dengan latar belakang pendidikan yang berbeda itulah, Yayasan Gahara mencoba menyusun buku pelajaran Arab-Melayu yang masih sedang dalam proses. Di antara mereka ada yang berasal dari jurusan Bahasa Arab, Psikologi, Ilmu Pendidikan, Sosiologi, Psikologi dan lain sebagainya. Dengan latar belakang yang berbeda, diharapkan, buku yang disusun sesuai dan mudah diterima guru serta anak didik.

‘’Benar, Arab-Melayu bukan Bahasa Arab, tapi asalnya tetap dari Bahasa Arab. Sesuatu yang bermula dari Bahasa Arab ya dikembalikan kaidahnya kepada Bahasa Arab. Ada kaidah-kaidah atau ketentuan-ketentuan yang belum dibakukan. Karena itum banyak kita temukan tulisan Arab-Melayu yang berbeda-beda,’’ kata  Masri Nur.

Diakui Masri, Meski Arab Melayu hanya salah satu mata pelajaran dalam muatan local, setidaknya Arab-Melayu mendapat tempat yang lebih. Artinya, Arab-Melayu bukan hanya sebagai pelajaran saat di sekolah tanpa ada akhir dari pelajaran tersebut. Paling tidak, lanjut Masri, ada semacam anjuran atau seruan atau keharusan atau kebijakan-kebijakan yang menganjurkan agar tulisan Arab Melayu digunakan lebih leluasa.

‘’Memang, beberapa karya ada yang ada tulisan Arab-Melayu-nya, tapi sangat sedikit. Teramat sedikit. Bisa dihitung dengan jari. Karya sastra juga ada. Tapi itu inisiatif penulis sendiri, kesadaran perorang saja. Setakat itu. Tulisan Arab Melayu saat ini bisa kita lihat untuk nama-nama jalan dan kantor pemerintah, tapi itu juga tidak semua. Tidak ada penegasan-penegasan secara khusus. Padahal, kita menuju Riau pusat kebudayaan Melayu,’’ ungkap Yahya Anak Rainin lagi.

Mewabahnya Arab-Melayu di Riau belum terlihat, lanjut Yahya. Untuk menggairahkan semangat Arab-Melayu, salah satunya dengan melakukan pelatihan-pelatihan, lomba-lomba dan gebrakan-gebrakan Arab-Melayu dalam berbagai tulisan dan karya. ‘’Keseriusan menuju masa kini dan masa depan untuk Arab-Melayu belum begitu terlihat. Padahal, berbicara tentnang Arab-Melayu atau yang dikenal juga dengan tulisan Jawi, itu berbicara tentang peradaban. Belajar dan menulis Arab Melayu hanya untuk mengingatkan masa lalu yang gemilang. Ya, seperti menuju ke masa lalu. Bagaimana supaya lebih hidup dan bergairah, ini yang harus dipikirkan bersama,’’ katanya lagi.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook