LIPUTAN KHUSUS

Arab Melayu, Kemana Hendak Dibawa

Liputan Khusus | Minggu, 31 Januari 2016 - 12:56 WIB

Arab Melayu, Kemana Hendak Dibawa
KANTOR PEMERINTAHAN: Selain Bahasa Indonesia, sebagian besar kantor-kantor pemerintahan di Riau telah menggunakan tulisan Arab Melayu. Foto diambil Kamis (28/1/2016).ARIEF BUDI KUSUMA/RIAU POS

Belajar Arab-Melayu, bukan belajar Agama Islam.  Belajar Arab-Melayu berarti mempelajari warisan budaya masa lalu. Karena itu, semua anak-anak sekolah di Riau harus belajar Arab-Melayu, tak peduli apapun agamanya. Setelah itu, akankah mereka hanya  menciptakan masa lalu?

RIAUPOS.CO - DIBANDINGKAN dengan guru lain, Nurmi (57), merupakan salah satu guru paling lama mengajarkan Arab-Melayu di sekolah. Tepatnya ketika Arab-Melayu dijadikan pelajaran muatan lokal sejak 1980-an. Semua murid mulai kelas 1 SD hingga kelas III SMA wajib belajar Arab Melayu. Tak peduli apa suku dan agama dan di mana tinggalnya.

Baca Juga :Mengaji Aksara Arab Melayu

Sebagai guru, Nurmi bukan hanya mengajar saja. Ia juga mengikuti pelatihan-pelatihan. Ada pendidikan khusus Arab-Melayu yang dilaksanakan Dinas Pendidikan pada masa itu. Juga ada buku khusus untuknya belajar sebelum melakukan aktivitas belajar mengajar di dalam kelas. Bukan sekali dua kali, tapi belajar sampai paham dan bisa. Setelah mengerti dan paham, Nurmi baru mulai mengajar. Di semua kelas ia mengajar.

Sampai hari ini, Nurmi juga masih mengajarkan Arab Melayu kepada anak-anak SD Negeri 153, Kecamatan Sukajadi. Di SD Jalan Semangka inilah Nurmi mengabdikan diri berpuluh-puluh tahun, termasuk mengajarkan Arab-Melayu itu. Jika dulu Nurmi sendiri mengajarkan Arab-Melayu, kini sudah berdua. Ada guru lain yang juga mengajarkan pelajaran serupa. Hal itu dilakukan pihak sekolah untuk lebih meringankan kerja Nurmi yang jam mengajarnya lebih dari 40 jam.

Jumat pagi (29/1/2016), Nurmi terlihat sibuk di sekolah itu. Meski saat itu tidak ada jam pelajaran Arab Melayu, Nurmi tetap harus ke sekolah. Nurmi sebenarnya guru Agama Islam. Dari dulu. Sedangkan Arab-Melayu, merupakan pelajaran kebudayaan yang seharusnya dipegang oleh guru kelas. Tapi karena Nurmi dianggap lebih bisa dibandingkan guru lain, Nurmipun ditunjuk sebagai guru Arab Melayu. Beruntung, sebab Nurmi banyak tahu Arab-Melayu, bahkan sejak masih kecil sudah belajar Arab-Melayu, ditambah dengan rajin mengikuti pelatihan-pelatihan.

Semua kelas di SD Negeri 153 Nurmi yang memegang pelajaran Arab Melayu. Dulu, semua kelas belajar, dari kelas I sampai kelas VI. Belakangan, hanya dimulai kelas III. Buku pelajarannya juga sudah berganti, tidak lagi buku saat ia mengajar pertama kali dulu. Sedangkan silabus yang digunakan juga silabus lama, silabus 1980-an atau silabus pertama kali ia mulai mengajar. Baginya, itu tidak mengapa, asal Arab-Melayu tetap diajarkan di sekolah.

‘’Hari ini (Jumat, red) sedang tidak ada pelajaran Arab Melayu. Di sini diajarkan setiap Selasa dan Rabu, seminggu sekali saja. Kalau silabus, kami masih pakai silabus lama, silabus zaman dulu. Tapi, lumayanlah, masih bisa. Mungkin karena saya sudah terlalu lama mengajar Arab-Melayu, sejak dimulai Arab-Melayu ini saya sudah mengajar,’’ kata Nurmi.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook