Pesisir Riau menjadi gerbang besar masuknya narkoba dari Negeri Jiran Malaysia. Ada ribuan "pelabuhan tikus" di garis pantai sepanjang 685 km yang membentang dari Panipahan di Rohil hingga Pulau Kijang di Inhil. Melalui pesisir inilah narkoba itu diseludupkan dengan banyak modus.
Laporan: TIM RIAU POS (Riau Pesisir)
DI balik jeruji besi, di atas dinginnya lantai blok A Lapas Klas II B Selatpanjang, 29 pria duduk sembari bercengkerama. Blok itu tidaklah besar. Persis lebarnya lebih kurang 3 kali 3 meter saja. Mungkin belum cukup selesa bagi orang yang terbiasa. Namun tidak untuk mereka yang tampak benar-benar abai.
Senin (8/3), sekitar pukul 09.00 WIB, detak hentakan sepatu mulai terdengar. Lima pria berseragam lengkap biru mendekati blok tersebut. Mereka adalah petugas yang dibentuk khusus oleh Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IIB Selatpanjang.
Salah seorang membuka kunci dan memerintahkan seluruh penghuni ruangan itu keluar. Satu per satu apa yang melekat di badan mereka diperiksa secara bergantian. Begitu juga seisi kamar. Tidak hanya blok A, pemeriksaan yang sama berlanjut ke Blok B, C, D, hingga E. Total tahanan yang diperiksa sebanyak 287 warga binaan. Tidak terdapat temuan yang mencurigakan. Ternyata lima petugas ini masuk dalam Satuan Operasional Kepatuhan Internal (Satops Patnal) yang beberapa menit sebelumnya dikukuhkan. Hal itu diakui Kalapas Klas II B Selatpanjang, Joko Dwi Mulyono.
"Satops Patnal ditugaskan untuk meningkatkan kedisiplinan petugas. Jika sebelumnya optimal, maka kita tingkatkan lagi," ujar Joko.
Selain memantau petugas, fungsinya juga dilakukan kepada warga binaan. Kalau sebelumnya ada yang namanya Satgas Kamtib, Wasinternal, kini di-upgrade dengan pola pemikiran yang baru dengan nama beda dan fungsi yang lebih diperkuat. Razia kamar warga binaan dilaksanakan rutin empat kali dalam sebulan.
Usai menjabat kepala Rumah Tahanan (Rutan) Klas II B Siak Sri Indrapura lalu dipindahtugaskan ke Lapas Selatpanjang pada Januari 2021 lalu, ia mengaku tidak mau melihat sedikit pun pelanggaran di sana. Itu terwujud. Saat razia berlangsung, tidak ada temuan yang menjadi atensi seperti narkoba. Kata dia, jangankan narkoba, menemukan telepon genggam saja sulit.
"Saya ditempatkan di Rutan Ternate 2018 hingga 2019 dengan tingkat kriminalitas yang cukup tinggi. Kemudian setelah kerusuhan Rutan Siak pada 2019 lalu, saya diamanahkan sebagai kepala di sana. Alhamdulillah berhasil. Dan saya tidak mau gagal di sini," ujar Joko ketika diwawancarai di ruang kerjanya.
Pantauan Riau Pos, penjagaan dikawal cukup ketat. Tidak sembarangan orang bisa memasuki wilayah kerjanya. Mulai dari gerbang masuk hingga penjagaan pos pertama yang tersekat oleh ruang dinding beton, dan berjeruji besi. Sama halnya hunian warga binaan. Untuk ke lapangan saja mereka harus melewati beberapa gerbang yang juga disekat pintu jeruji. Kondisi dan keadaan tersebut diakui salah seorang warga binaan kepada awak media.
Dia tidak ingin menyebutkan nama. Dia mengaku jika saban hari, bulan, hingga tahun, pengawasan dan aturan yang diterapkan kepada ia dan warga binaan lain semakin ketat. Semua dibatasi. Terlebih kepada akses telekomunikasi ke luar yang telah dibatasi secara maksimal.
"Dulu kami bisa titip dan bawa Hp (telpon genggam) masuk ke dalam. Walaupun di kamar tidak disediakan colokan, kami masih bisa tarik instalasi dari atas ngecas (mengisi daya) secara sembunyi-sembunyi. Sekarang sudah ketat dan tidak bisa lagi," bebernya
Apalagi, kata dia, sejak kebijakan pelarangan besuk. Walaupun demikian tidak jadi soal jika ingin menghubungi keluarga. Saat ini telah tersedia warung telekomunikasi yang buka dari pagi hingga sore.
"Namanya wartelpas. Buka dari pagi hingga sore. Dan kita bisa gunakan itu," ungkapnya.
Gerbang Peredaran Narkoba Indonesia
Ketatnya pengawasan di blok narkoba Lapas Klas II B Selatpanjang memang berkaitan dengan posisi salah satu kawasan pesisir ini sebagai transit narkoba dari Negeri Jiran, Malaysia. Kabupaten Kepulauan Meranti bisa dikatakan sebagai salah satu gerbang peredaran narkoba nasional. Bahkan pengendalian narkoba kerap dilakukan juga dari balik jeruji. Makanya, selain regulasi yang semakin ketat, petugasnya pun dipilih orang-orang yang "keras".
Gawatnya peredaran narkoba di pesisir Riau ini bisa dilihat dari data-data kepolisian. Sepanjang tahun 2020, Polres Kepulauan Meranti berhasil mengungkap 150 jumlah tindak pidana (JTP) di wilayah hukum mereka. Jumlah tersebut terdiri dari 120 pelaku dengan persentase penyelesaian mencapai 80 persen.
Secara akumulatif, kasus narkoba masih menduduki peringkat pertama dengan JTP yang mencapai 59 kasus dari tangan 52 orang pelaku tindak pidana (PTP). Walaupun demikian, jumlah tersebut menurun dari tahun sebelumnya. Seperti 2019 lalu, jumlah kasus narkoba yang ditangani Polres Kepulauan Meranti sebanyak 66 perkara. Sementara sepanjang 2020 menurun menjadi 59 perkara saja dengan realisasi penyelesaian 88 persen. Adapun barang bukti yang diperoleh dari tindak pidana tersebut, terdiri dari jenis sabu 11.239.92 gram, pil ekstasi 61.626 butir dan ganja kering 7,11 gram yang kebanyakannya dipasok dari negara tetangga.
Demikian data dan keterangan yang diterima Riau Pos melalui Kepala Satuan Narkoba Polres Kepulauan Meranti AKP Darmanto SH Rabu (3/3) siang. Menurutnya Kepulauan Meranti menjadi salah satu daerah yang cukup berpotensi sebagai daerah transit menuju pasar kartel narkoba kelas dunia.
"Rata-rata seluruh sabu dan ekstasi tersebut dipasok dari negara tetangga melewati perairan Kepulauan Meranti," ujar Darmanto.
Modus operandi yang digunakan kartel untuk mengelabui petugas benar-benar sempurna. Hal itu diketahui dari pengakuan pengedar, kurir hingga bandar yang telah mereka ciduk sebelumnya. Dalam struktur organisasi yang sama, dari hulu hingga hilir, peredaran narkoba di Kepulauan Meranti sengaja diciptakan tidak saling mengenal antara bandar, kurir, dan pengedar. Makanya, kata Darmanto setiap pengembangan perkara tersebut selalu putus di tengah jalan. Terlebih dengan geografis yang berpulau dan banyaknya jalur dan pelabuhan tikus akses masuk barang haram tersebut ke Kepulauan Meranti. Tentu kondisi tersebut menjadi kendala tambahan bagi mereka dalam membongkar aktivitas ini. Walaupun demikian, ia mengaku tak patah arang, karena saat ini ia telah lakukan pemetaan terhadap jalur potensial untuk dilakukan pengawasan.
"Kami telah lakukan pemetaan. Secara garis besar atensi pengawasan dilakukan di Rangsang Pesisir, Pulau Merbau. Operasi akan dilakukan setelah ada lampu hijau dari SI (sumber informasi) kami di lapangan," ungkapnya.
Ia mengaku telah memasang SI di setiap sudut pulau untuk memantau aktivitas kurir yang kerap mendapat gelar bro tekong dari Malaysia. Walaupun bagaikan mencari jarum di tumpukan jerami dengan luasnya perairan Kepulauan Meranti, ia tampak optimis.