Tingginya tingkat abrasi di sepanjang pantai Selat Bengkalis perlu diwaspadai sejak dini. Salah satu upaya dilakukan, dibangunnya pemecah ombak dan penghijauan kembali mangrove. Mangrove Center Pangkalan Jambi, menyiapkan pemecah ombak ramah lingkungan dan rimbunan berbagai jenis mangrove. Keberhasilan mencegah abrasi ini mendapat perhatian serius Kementerian Lingkungan Hidup (Kemen LHK) RI.
(RIAUPOS.CO) - TENARNYA nama Mangrove Center Pangkalan Jambi, Kecamatan Bukitbatu, mengusik hati untuk melihat langsung rimbunan tanaman penyerap karbon terbesar tersebut. Sabtu (16/10), Riau Pos berkesempatan untuk duduk dan bersembang di rimbunan mangrove dengan berbagai jenis. Di Mangrove Center ini ada mangrove jenis bakau putih, kedabu, berembang, nyirih, sesup, bebetak, api-api, cingam dan juga rumpunan nipah.
Sebenarnya untuk sampai di lahan seluas 3 hektare ini tidak terlalu jauh. Dari ruas jalan Sei Pakning-Siak hanya 400 meter. Di ujung jalan itu, pandangan mata langsung dimanjakan dengan hijau dan rimbunnya jenis mangrove bakau putih, api-api dan kedabu. Bahkan beberapa jenis mangrove lainnya nampak berjejer di sepanjang jerambah atau jalur pandang setapak yang dibuat untuk mengelilingi kawasan Mangrove Center Pangkalan Jambi, Kecamatan Bukitbatu, Kabupaten Bengkalis.
Kawasan mangrove di Desa Pangkalan Jambi ini cukup luas, mencapai 150 hektare. Namun dikelola Koperasi Nelayan Berkah Jaya Bersama hanya 3 hektare. Pengelolaan mangrove secara terpadu ini dimulai sejak 17 tahun silam. Perjuangan panjang itu, benar-benar mencengangkan karena kini luasan mangrove itu menjadi tempat berbagai aktivitas untuk penelitian. Menjadi kawasan wisata mangrove, percontohan model pencegahan abrasi, pembibitan berbagai jenis mangrove, pengelolaan berbagai jenis makanan yang dihasilkan dari buah mangrove.
Rimbunnya pohon mangrove membuat sejuk jika berada di bawahnya. Bahkan ribuan mangrove berbagai jenis ini membentang 2,5 kilometer garis pantai Desa Pangkalan Jambi. Berkembang atau hijaunya alam mangrove ini memiliki sejarah dan perjuangan panjang bagi nelayan. Dihijaukan kembali dan dibebaskannya dari penebangan mangrove secara liar sejak terjadinya abrasi besar-besaran di desa tersebut. Panjang abrasi saat itu mencapai 150 meter. Abrasi ini membuat masyarakat yang sebelumnya tinggal tak jauh dari bibir pantai harus pindah ke daerah lebih tinggi. "Sebelumnya warga tinggal di sini. Tapi banjir akibat air asin dari laut membuat warga memutuskan pindah ke daerah lebih tinggi. Alhamdulillah sekarang tak banjir lagi," jelas Ketua Koperasi Berkah Jaya Bersama, Desa Pangkalan Jambi, Kecamatan Bukitbatu, Alpan.
Mangrove Center yang tak jauh dari jalan lintas Siak-Sungaipakning ini dahulunya hanya tempat sandar kapal nelayan Desa Pangkalan Jambi. Dulu kata Alpan lokasi mangrove center ini sudah ditumbuhi ribuan mangrove, namun tergerus abrasi sangat parah.
"Cukup parah," kata Alpan yang juga perintis pengembangan wisata dan penerima tropi utama program Proklim Kemen LHK ini membuka cerita perjuangannya bersama sebelas orang rekannya.