PENANGANAN KARHUTLA

Kunker ke Riau, Menteri LHK Mantapkan Upaya Pencegahan Permanen Karhutla

Lingkungan | Minggu, 19 Juli 2020 - 14:59 WIB

Kunker ke Riau, Menteri LHK Mantapkan Upaya Pencegahan Permanen Karhutla
Menteri KLH Siti Nurbaya foto bersama dengan Gubernur Riau Syamsuar, Kapolda Riau Irjen Pol Agung Setia Imam Efendi, dan jajaran lainnya usai rapat tentang penanggulangan karhutla di Mapolda Riau, Sabtu (18/7/2020). (KEMENTRIAN LHK FOR RIAUPOS.CO)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar, melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Riau. Secara khusus ia melakukan pertemuan dengan Gubernur Riau Drs Syamsuar dan Kapolda Riau Irjen Pol Agung Setia Imam Efendi, dalam rangka pemantapan upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) secara permanen.

Pascakarhutla 2015, berbagai langkah koreksi atau corrective action telah dilakukan. Selain dalam bentuk berbagai kebijakan krusial, peningkatan operasional kerja tim satgas karhutla, juga telah dilakukan antisipasi dengan memanfaatkan sistem deteksi peringatan dini.


"Selanjutnya kami membahas peningkatan partisipasi Masyarakat Peduli Api (MPA) melalui pendekatan masyarakat berkesadaran hukum (Paralegal). Ini merupakan tahapan penting dari jalan panjang memantapkan upaya pencegahan Karhutla secara permanen," ungkap Menteri Siti dalam keterangan tertulis pada media, Ahad (19/7/2020).

Karhutla tahun 2015 telah memberi banyak pembelajaran bagi pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, untuk melakukan berbagai corrective action pengendalian karhutla hingga ke tingkat tapak. Di tingkat operasional lapangan juga semakin dikuatkan kerja sama antar anggota satgas yang melibatkan Polri, TNI, BNPB, MPA, swasta, dan kelompok masyarakat lainnya.

Provinsi Riau, disebut Siti, sudah memiliki sistem dashboard pemantau karhutla yang baik, sehingga mampu berjalan bersama Manggala Agni, BPBD dan instansi terkait lainnya untuk melakukan sistem pengendalian Karhutla.

"Dari perjalanan panjang karhutla 10-13 tahun, Riau punya kekhususan. Istilah saya ada fase kritis pertama di bulan Maret-Mei. Maka fase kedua kita harus hati-hati di Juni hingga akhir Oktober. Semua ini bisa dideteksi," ungkap Menteri Siti.

Karena itu pencegahan karhutla di Riau sudah dilakukan KLHK bersama BPPT dan para mitra sejak tanggal 13 sampai 30 Mei dengan teknik modifikasi cuaca, untuk rekayasa jumlah hari hujan guna membasahi gambut, mengisi embung dan kanal. 

Selanjutnya dalam waktu dekat akan dilakukan TMC oleh BNPB dan BPPT sebagai antisipasi fase kritis II karhutla yang diprediksi BMKG puncaknya terjadi pada bulan Agustus nanti.

Menteri Siti mengatakan bahwa pengendalian karhutla juga tidak terlepas dari tata kelola gambut, dan pertanian dengan sistem kearifan lokal. 

"Saya juga minta pendalaman Kapolda, bagaimana kondisi Babinsa, Babhinkamtinbas, bagaimana konflik yang terjadi di lapangan, seperti apa penyelesaian di tingkat lapangan, ini semua tadi kita bahas," kata Siti.

Provinsi Riau dikatakannya mendapat perhatian khusus dari Presiden Joko Widodo. Bahkan kunjungan kerja pertama dilakukan saat datang ke Meranti, pada tahun 2014. Ketika terjadi karhutla di 2015, berbagai persoalan di Riau memberikan contoh pembelajaran yang sangat penting bagi penyelesaian masalah karhutla di Indonesia secara permanen.

"Kita mendapatkan solusi dari perjalanan rumit karhutla di Riau. Kita banyak belajar di kejadian 2015, dan akan terus ditingkatkan lebih baik lagi ke depan," katanya.

Menjawab pertanyaan wartawan perihal penegakan hukum, ditegaskannya bahwa hal tersebut sudah dilakukan KLHK sejak tahun 2015 dengan terbentuknya Dirjen Penegakan Hukum. Sinergisitas dengan lembaga penegak hukum lainnya juga terus dilakukan.

"Memang tidak gampang, karena harus meningkatkan pengetahuan, dan menyediakan ahlinya. Termasuk yang sudah inkrah pun tidak mudah. Namun yang penting penegakan hukum diterapkan baik administratif, pidana ataupun perdata. Tujuannya memaksa perusahaan mengikuti standar yang diterapkan," katanya.

Sejak adanya penguatan sanksi hukum, maka perusahaan wajib memiliki secara lengkap sarana dan prasarana, ahli lingkungan, bahkan tenaga teknis untuk pengendalian karhutla. Untuk ini perusahaan harus berinvestasi cukup besar dan wajib dipenuhi. Karena itu tidak semua sanksi harus langsung dalam bentuk pencabutan izin.

"Pemerintah itu posisi utamanya melakukan pembinaan masyarakat termasuk di dalamnya swasta. Pemerintah tidak bisa main hajar, harus sesuai prosedur tentunya. Yang jelas perusahaan terlibat karhutla, pasti diberikan sanksi, baik administratif, pidana ataupun perdata," tegas Siti.

Sumber: Kementerian LHK
Editor: Hary B Koriun









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook