Skrining dan Deteksi Dini Cegah Komplikasi Kehamilan pada Ibu Hamil

Kesehatan | Selasa, 31 Mei 2022 - 08:00 WIB

Skrining dan Deteksi Dini Cegah Komplikasi Kehamilan pada Ibu Hamil
Ilustrasi ibu hamil. (ISTIMEWA)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Kehamilan merupakan hal yang membahagiakan bagi pasangan. Untuk menjamin ibu hamil (bumil) dan janin dalam kondisi sehat, tentu penting untuk mencegah risiko potensi komplikasi kehamilan. Apalagi jika bumil memiliki risiko kesehatan lainnya tentu akan membahayakan.

Adapun yang dapat terjadi pada kehamilan risiko tinggi antara lain keguguran, partus macet, perdarahan antepartum, kematian janin dalam kandungan (Intra Uterine Fetal Death), keracunan dalam kehamilan (preeklamsia), eklampsia, bayi lahir belum cukup bulan (premature) dan bayi berat lahir rendah. Pada saat hamil dengan melakukan Ante Natal Care (ANC), berbagai informasi serta edukasi terkait kehamilan dan persiapan persalinan bisa diberikan kepada ibu sedini mungkin.


Kurangnya pengetahuan mengenai tanda bahaya kehamilan sering terjadi karena kurangnya kunjungan ANC. Kurangnya kunjungan ANC dapat menyebabkan bahaya bagi ibu maupun janin seperti terjadinya perdarahan serta masa kehamilan karena tidak terdeteksinya tanda bahaya.

“Berbagai penelitian terkait ANC menyatakan bahwa keberhasilan ANC lebih berarti dapat menyelamatkan nyawa atau menurunkan angka kematian ibu (AKI). Melalui ANC, kesempatan untuk menyampaikan edukasi dan promosi kesehatan pada ibu hamil khususnya bisa dilakukan lebih baik. Fungsi suportif dan komunikatif dari ANC tidak hanya mampu menurunkan AKI, tapi juga dapat meningkatkan kualitas hidup bagi ibu dan bayi yang akan dilahirkan,” kata Dokter Spesialis Kandungan dan Kebidanan Konsultan Fetomaternal, Mayapada Hospital Surabaya dr Maurin Susanna, Sp.OG – KFM.

 

Preeklamsia Paling Jadi Ancaman

Salah satu komplikasi dalam kehamilan yang sering timbul yaitu preeklamsia. Kondisi ini terjadi karena peningkatan tekanan darah yang hanya terjadi pada saat kehamilan dan dapat menyebabkan komplikasi, termasuk kerusakan pada organ vital, khususnya ginjal dan hati.

Preeklamsia sendiri biasanya dimulai setelah minggu ke-20, namun seringnya menimpa ibu hamil yang sebelumnya tidak memiliki riwayat hipertensi. Preeklamsia dapat muncul tiba-tiba.

“Biasanya ibu hamil tidak menyadari saat tensinya tinggi karena sebelum kehamilan riwayat tensi baik. Maka dari itu, penting untuk dilakukan ANC dan skrining, apalagi ibu hamil memiliki faktor risiko atau riiwayat kehamilan sebelumnya bermasalah,” kata Dokter Spesialis Kandungan dan Kebidanan Konsultan Fetomaternal, Mayapada Hospital Jakarta Selatan,  dr. Agustinus Giri Respati, Sp.OG-KFM.

 

USG Jadi Skrining Awal

Pemeriksaan ibu dan bayi bisa dilakukan berkala dengan melakukan pemeriksaan USG. Pemeriksaan USG di awal kehamilan penting untuk menentukan usia kehamilan dan mengetahui kondisi awal janin. Lalu, pemeriksaan USG penting juga dilakukan di trimester kedua, terutama untuk mengevaluasi kemungkinan kelainan anatomi pada janin. Pemeriksaan di trimester ketiga dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan janin dan posisi janin tersebut beserta plasenta atau ari-ari di dalam rahim untuk merencakan persiapan persalinan.

“Pemeriksaan USG skrining anatomi janin lengkap paling optimal dilakukan pada usia kehamilan 26-28 minggu. Beberapa negara juga menambahkan pemeriksaan kelainan anatomi rutin pada usia hamil 11-14 minggu untuk mengevaluasi kemungkinan kelainan kromosom, contohnya sindroma Down atau trisomi 21,” kata Dokter Spesialis Kandungan dan Kebidanan Konsultan Fetomaternal, Mayapada Hospital Tangerang, dr Sandhy Prayudhana, Sp.OG-KFM.

Dokter Spesialis Kandungan dan Kebidanan Konsultan Fetomaternal, Mayapada Hospital Surabaya dr. Manggala Pasca Wardhana, Sp.OG – KFM, mengatakan jika terdeteksi adanya kehamilan dengan risiko tinggi seperti down syndrome atau kelainan kromosom lainnya, maka dapat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Pemeriksaan Chorionic Villous Sampling (CVS) di trimester pertama saat minggu ke-10 dan ke-12, atau dapat dilakukan pemeriksaan amniosentesis dengan mengambil sampel cairan ketuban pada trimester kedua dengan tujuan untuk menemukan kelainan genetik kromosomal yang terjadi pada janin.

Beberapa pemeriksaan terbaru yang dapat dilakukan untuk melihat kemungkinan janin memiliki kelainan kromosom juga dapat dilakukan secara invasive melalui pemeriksaan Non Invasive Prenatal Testing/Diagnostic (NIPT/NIPD) yang mengevaluasi DNA janin menggunakan sampel darah ibu. Pemeriksaan ini penting dilakukan jika didapatkan kecurigaan kelainan pada janin untuk memperkirakan prognosis luaran janin serta menentukan rencana penatalaksaan yang tepat bagi janin yang akan dilahirkan.

 

Deteksi dan Tindakan:

Lakukan deteksi sedini mungkin untuk menghindari risiko penyakit menjadi serius. Jangan tunda melakukan tindakan apabila ada gejala yang dirasakan.

 

Sumber: Jawapos.com

Editor: Edwar Yaman

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook