SELATPANJANG (RIAUPOS.CO) - Kasus obat sirop yang diduga telah menyebabkan insiden anak mengalami gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) kembali mencuat pascadua kasus baru ditemukan pada awal tahun.
Masalah ini muncul kembali setelah tidak ditemukannya kasus baru sejak November tahun 2022 lalu. Seperti yang ditindalanjuti seperti BPOM, hingga mengundang perhatian Dinas Kesehatan Kepulauan Meranti. Adapun sirop tersebut terdiri dari Praxion-Paracetamol 100 mg/ml - Nomor Izin Edar: DBL0521631536A1. Lanjut Praxion- Paracetamol 120 mg/ml - Nomor Izin Edar: DBL052131433A1 dan Praxion Forte-Paracetamol 250 mg/5ml - Nomor Izin Edar: DBL0521631433B1.
Demikian disampaikan Kabid Sumber Daya Kesehatan dan Farmasi Dinas Kesehatan Kepulauan Meranti, Refiadi S Farm Apt kepada Riaupos.co melalui panggilan telepon selulernya, kemarin (9/2/2023) siang.
"Informasi itu sudah kami terima, namun berkaitan dengan tindak lanjut dari sirop yang beredar belum ada petunjuk teknis dari pihak terkait. Mulai dari Kemenkes hingga BPOM," ujarnya.
Meski begitu, ia mengaku Dinas Kesehatan (Diskes) Kepulauan Meranti telah meminta seluruh apotek agar menunda peredaran tiga jenis sirop terkait hingga ada keputusan resmi dari pemerintah.
"Kami sudah sampaikan untuk menunda peredaran jika memang stok tiga jenis sirop itu ada di Meranti," ungkapnya.
Ia tak menampik bahwa masih mengantongi surat resmi dari BPOM yang berisi merk dan jenis sirop yang aman digunakan selama mengikuti dosis yang digunakan. Termasuk tiga jenis sirop terkait yang dianggap aman dikonsumsi.
Seperti yang tercantum dalam lampiran penjelasan BPOM RI No. HM.01.1.2.12.22.191 tertanggal 29 Desember 2022 tentang tambahan 176 obat sirop yang memenuhi ketentuan berdasarkan data verifikasi hasil pengujian bahan baku.
Di samping itu, kemarin BPOM malah mengeluarkan perintah penghentian sementara produksi dan distribusi obat sirop yang diduga sebagai penyebab kasus baru gagal ginjal akut atau GGAPA terhadap tiga sirop yang dimaksud.
"Badan Pengawas Obat dan Makanan sudah mengeluarkan perintah penghentian sementara produksi dan distribusi obat yang dikonsumsi pasien hingga investigasi selesai dilaksanakan," tulis BPOM dalam laman resminya seperti dikutip Riaupos.co.
Investigasi oleh BPOM dilakukan atas sampel produk obat dan bahan baku, baik dari sisa obat pasien, sampel dari peredaran dan tempat produksi, serta telah diuji di laboratorium Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPPOMN). BPOM juga telah memeriksa sarana produksi terkait cara pembuatan obat yang baik (CPOB).
Laporan: Wira Saputra
Editor: Edwar Yaman