Joe Biden sudah pasti menjadi calon presiden yang diusung Partai Demokrat. Hanya satu yang belum pasti. Siapa calon yang mendampinginya nanti. Belasan nama politikus perempuan berlomba menjadi pasangan.
(RIAUPOS.CO) - JOE Biden harus membuat keputusan besar yaitu, memilih siapa yang mendampinginya dalam pemilihan umum presiden (pilpres) AS November nanti. Biden sudah membuat satu langkah yaitu, pendampingnya harus perempuan. Namun, siapa dia masih menjadi tanda tanya.
Profesor ilmu politik di Ohio Northern University Robert Alexander menegaskan bahwa calon wakil presiden harus mumpuni. Sebab, dialah yang akan menggantikan sang presiden jika terjadi sesuatu. Entah karena sakit, meninggal, atau mengundurkan diri. Dalam sejarah, satu di antara lima presiden AS tidak bisa menyelesaikan masa jabatan karena alasan tersebut.
Biden juga punya peluang seperti itu. Sebab, jika terpilih, dia akan menjadi presiden tertua di AS yaitu, 77 tahun. Jauh lebih tua daripada Presiden AS Donald Trump saat terpilih 2016 lalu, yaitu 70 tahun. Biden bahkan tidak berkomitmen untuk memimpin selama dua periode jika terpilih nanti.
’’Dia (Biden, red) beruntung karena ada beberapa perempuan berbakat dan berpengalaman yang merupakan pesaing sah untuk tempat tersebut,’’ tulis Alexander di kolom opini CNN.
Menurut dia, ada tiga kandidat utama untuk Biden. Yaitu, senator California Kamala Harris, legislator Florida Val Demings, dan mantan Penasihat Keamanan Nasional Susan Rice. Namun, banyak pihak yang berpikir Biden seharusnya memilih perempuan kulit berwarna.
Berdasar daftar yang dibuat Profesor Larry Sabato dari University of Virginia, Harris, Demings, dan senator Illinois Tammy Duckworth duduk di posisi tiga teratas. Dalam berbagai poling, Harris selalu duduk di posisi teratas.
Ibu Harris, Shyamala Gopalan, adalah orang Tamil, India, yang berimigrasi ke AS pada 1960. Sementara itu, ayahnya, Donald Harris, pindah dari Jamaika pada 1961 untuk menyelesaikan studi pascasarjana ekonomi di UC Berkeley.
Demings jelas merupakan warga Afrika-Amerika. Prestasinya juga cukup mumpuni untuk menjadi pasangan Biden. Rasisme yang terjadi di AS baru-baru ini dan mencuatnya lagi gerakan #BlackLivesMatter membuat nama Demings melambung.
Senator Amy Klobuchar bahkan sampai mengundurkan diri dari pencalonan kandidat pasangan Biden untuk memberikan kesempatan bagi perempuan kulit berwarna. ’’Saya rasa ini adalah momen untuk memberikan tiket tersebut kepada perempuan kulit berwarna,’’ terang Klobuchar seperti dikutip Agence France-Presse.
Duckworth tak kalah menarik. Dia berdarah campuran Thailand-AS. Politikus 52 tahun itu adalah veteran perang IraK. Kala itu dia menjadi pilot helikopter. Dalam salah satu insiden, sepasang kakinya harus diamputasi. Duckworth lahir di Bangkok dan pernah bersekolah di Jakarta.
Biden sudah menyiapkan tim khusus untuk memilih pasangannya. Tim yang terdiri atas para pengacara meninjau catatan finansial, medis, dan latar belakang para kandidat yang paling diunggulkan. Anggota komite pencarian lainnya mewawancarai beberapa kandidat.
Biden baru akan berbicara langsung dengan para kandidat tersebut pada pertengahan Juli. Siapa yang terpilih bakal diumumkan awal Agustus sebelum Biden menerima nominasi presiden dari Partai Demokrat secara resmi. ’’Masalah ras ini memiliki dampak yang nyata dan serius dalam pencarian (kandidat Wapres),’’ ujar legislator Demokrat Jim Clyburn.
Pemilihan pasangan Biden itu nanti juga berdampak pada perolehan suara. Suara orang-orang kulit berwarna jelas adalah salah satu kunci kemenangan Partai Demokrat. Sembilan di antara 10 warga Afrika-Amerika umumnya memberikan suara untuk Demokrat.
Partai yang berdiri sejak 8 Januari 1828 itu tentu tidak ingin apa yang terjadi pada Pilpres 2016 terulang. Berdasar penelitian Pew Research Center, saat itu warga Afrika-Amerika yang memberikan suara dalam pilpres turun secara nasional hingga 7 persen. Mendukung tanpa memberikan suara adalah hal percuma. Sebab, itu berarti memberikan kemenangan untuk Republik.
Menyandingkan politikus kulit putih 77 tahun dengan perempuan kulit berwarna akan menjadi sejarah tersendiri. Itu juga secara tidak langsung akan mendorong warga Afrika-Amerika untuk memberikan suara ke Demokrat, sama seperti pada Pemilu 2008 dan 2012. ’’Itu adalah sesuatu yang perlu dilakukan Demokrat untuk memastikan kemenangan di (pilpres) 2020,’’ kata Robert Alexander.(Siti Aisyah/c19/dos/jpg)
Laporan JPG, Washington