KABKABIYA (RIAUPOS.CO) – Perang berkecamuk di Sudan. Tepatnya di wilayah Kabkabiya, Darfur Utara. Terjadi perebutan kekuasaan antara pasukan militer dan paramiliter yang tergabung dalam Pasukan Dukungan Cepat (RSF). Setidaknya 56 warga sipil juga tewas dalam pertempuan itu.
’’Warga sipil dan pekerja kemanusiaan bukanlah target,’’ kata perwakilan khusus PBB untuk Sudan Volker Parthes setelah tiga staf Program Pangan Dunia (WFP) ikut menjadi korban tewas dalam bentrokan itu, seperti dikutip Al Jazeera.
Pertempuran pecah sejak Sabtu (15/4) lalu. Mayoritas serangan terjadi di ibu kota, Khartoum. Pada Minggu (16/4), jet tempur membombardir berbagai lokasi di Khartoum dan sekitarnya. Mereka tampaknya menyasar lokasi RSF dengan serangan udara. Persatuan Dokter Sudan menyebut puluhan tentara menjadi korban dan sedikitnya 595 orang terluka di seluruh negeri.
Sejak kudeta Oktober 2021, pemerintahan Sudan dijalankan oleh dewan jenderal. Ada dua orang yang berkuasa. Yakni, Jenderal Abdel Fattah al-Burhan yang merupakan kepala angkatan bersenjata dan diangkat jadi presiden Sudan. Wakilnya adalah pemimpin RSF Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo alias Hemedti.
Beberapa pekan terakhir, anggota RSF mulai ditempatkan di penjuru negeri. Langkah tersebut membuat militer merasa terancam. Tidak jelas siapa yang melepas tembakan pertama pada Sabtu pagi. Yang jelas, itu menjadi pemicu konflik.
Jumlah korban tewas dalam pertempuran antara militer Sudan dengan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) telah mencapai 56 jiwa menurut keterangan komite pusat dokter Sudan dalam sebuah pernyataan pada Ahad (16/4/2023). Komite itu mengatakan RSF dan Angkatan Bersenjata Sudan membuka koridor kemanusiaan untuk evakuasi korban luka, terutama di kalangan sipil, selama pertempuran, serta bagi pasien ginjal.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman