CERITA MAHASISWA ASAL RIAU SAAT KONFLIK BERSENJATA DI SUDAN

Asrama 100 Meter dari Lokasi Konflik, Dua Kali "Didatangi Peluru" Nyasar

Feature | Senin, 01 Mei 2023 - 10:30 WIB

Asrama 100 Meter dari Lokasi Konflik, Dua Kali "Didatangi Peluru" Nyasar
Mahasiswa Riau di Sudan foto bersama saat akan dievakuasi keluar dari Khartoum, beberapa hari lalu. (MAHASISWA RIAU DI SUDAN UNTUK RIAU POS)

Konflik bersenjata antara militer dan paramiliter atau Rapid Support Forces (RSF) di Sudan yang pecah sejak 15 April 2023 lalu berbuntut panjang. Tidak hanya mengancam keamanan warga negara tersebut, konflik ini juga mengancam para warga negara Indonesia (WNI). Baik yang sedang bekerja maupun menuntut ilmu, termasuk para mahasiswa asal Riau.

Laporan SOLEH SAPUTRA, Pekanbaru


Berdasarkan data yang dihimpun dari Pemerintah Provinsi Riau, total ada 128 warga asal Riau yang berada di Sudan. Sebagian besar di antara mereka adalah para mahasiswa. Berbagai cerita pilu didapat Riau Pos dari para mahasiswa Riau di Sudan, mulai dari yang mengancam nyawa hingga keberlangsungan perkuliahan mereka.

Seorang mahasiswa asal Riau yang sedang menuntut ilmu di Internasional University of Afrika Sudan, Syarif Hidayatullah menceritakan kepada Riau Pos, detik-detik perang saudara tersebut pecah, tepatnya pada 15 April.

Dia ingat betul, saat itu dirinya dan rekan-rekannya yang tergabung dalam Serumpun Mahasiswa Riau (Semari) Sudan sedang berkumpul di  sekretariat yang hanya berjarak sekitar 100 meter dari lokasi pertempuran.

“Kejadiannya begitu mendadak, tidak ada pemberitahuan atau imbauan sebelumnya. Tiba-tiba langsung terdengar suara ledakan bom yang diikuti rentetan tembakan, begitu jelas terdengar. Lokasi kami dekat sekali,” katanya, Ahad (30/4).

Karena kejadian yang begitu mendadak, dipaparkan Syarif saat itu kondisinya langsung mencekam.

Semua mahasiswa panik berusaha mencari perlindungan. Kepanikan semakin memuncak ketika mereka ‘didatangi’ peluru nyasar dengan kaliber cukup besar.

“Kami menemukan peluru nyasar di hari pertama konflik di sekretariat. Hingga dua kali ada peluru nyasar, kondisinya jadi semakin panik. Namun, alhamdulillah tidak ada dari kami yang terluka,” paparnya.

Sejak konflik tersebut pecah, keseharian para mahasiswa semakin mencekam. Banyak mahasiswa utamanya para mahasiswi yang mengalami kepanikan, bahkan ada yang terus-terusan menangis.

“Banyak juga rekan-rekan kami yang kena mentalnya, seperti ada yang termenung, menangis, dan juga berteriak-teriak. Panik dan rasa takut pastinya karena sewaktu-waktu bisa saja bom itu menyasar rumah kami. Peluru juga bisa menembus tembok rumah kami. Setiap lima menit ada saja suara ledakan bom dan tembakan,” paparnya.


Bahkan, pesawat-pesawat pengintai hingga drone dari kedua pihak yang bertikai lalu lalang dengan jarak sangat dekat di atas atap rumah mereka. “Sebegitu mencekamnya kondisi saat itu, gelegar suara pesawat dan roketnya begitu jelas kami dengar,” kisahnya.

Dengan adanya peristiwa tersebut, para mahasiswa langsung diimbau untuk tidak melakukan aktivitas di luar rumah. Kondisi perang saudara di Sudan semakin memanas, di mana pada hari ketiga, pihak Kementerian Luar Negeri Indonesia menyatakan bahwa situasi di Sudan dalam kondisi siaga 1.

“Karena kondisi sudah semakin membahayakan, kami selanjutnya dievakuasi dari red zone konflik yakni di Khartoum, ibu kota Sudan menuju ke Port Sudan pada 20 April dengan jarak tempuh 18 jam perjalanan darat,” ujarnya.

Saat dilakukan evakuasi tersebut, ternyata tidak semua mahasiswa bisa langsung diberangkatkan. Pasalnya, beberapa bus yang sudah dipesan oleh pihak KBRI di Sudan membatalkan pesanan tersebut.

“Seharusnya ada 12 bus yang akan membawa kami, namun karena ada yang membatalkan jadi sebagian harus menunggu untuk diberangkatkan pada hari selanjutnya,” sebutnya.

Namun akhirnya, dengan bantuan pemeriksaan, seluruh WNI termasuk yang berasal dari Riau semuanya dievakuasi dari Khartoum.

Bahkan saat ini, sebagian dari warga Riau yang sebelumnya berada di Sudan sudah ada yang tiba di  Riau. Sebagian lagi berada di Jakarta dan ada juga yang di Jeddah. “Alhamdulillah saat ini semua warga Riau yang di Sudan sudah dievakuasi,” katanya.

Meskipun sudah keluar dari zona bahaya dan dapat kembali ke Tanah Air, namun ada hal lain yang mengganjal pikiran para mahasiswa Riau, yakni, kapan mereka bisa kembali melanjutkan pendidikan karena banyak di antara mereka yang sudah berada pada semester akhir.

“Kami belum tahu kapan bisa kembali lagi ke Sudan. Karena kebanyakan dari kami banyak yang memasuki tahun akhir, termasuk saya sendiri sudah semester 7. Bahkan lima hari sebelum perang, baru mengajukan judul skripsi,” katanya.

Namun juga, ada para mahasiswa utamanya mahasiswa yang baru enggan kembali untuk melanjutkan pendidikan di Sudan.

“Para mahasiswa baru ketika kami tanyakan apakah mau kembali ke Sudan, dengan lantang mereka mengatakan tidak mau kembali lagi. Mungkin karena trauma,” ujarnya.

Kepala Badan Penghubung Provinsi Riau di Jakarta Ridho Adriansyah mengatakan, hingga saat ini warga Riau yang sebelumnya berada di Sudan yang sudah dipulangkan ke Riau sebanyak 36 orang dari 41 orang kloter pertama yang tiba di Jakarta. Sementara itu, 61 orang lainnya baru saja tiba di Jakarta, Ahad (30/4).

“Untuk kloter pertama warga Riau yang sebelumnya berada di Sudan sudah tiba di Riau. Sedangkan kloter dua, saat ini masih di Jakarta diinapkan di Asrama Haji Pondok Gede. Kloter dua ini akan diberangkatkan ke Riau, Selasa (2/5). Sedangkan untuk yang lainnya, sedang berada di Jeddah menunggu dipulangkan ke Indonesia,” katanya. (das)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook