Konflik Berdarah Sudan, Lebih Satu Juta Orang Melarikan Diri

Internasional | Rabu, 16 Agustus 2023 - 20:20 WIB

Konflik Berdarah Sudan, Lebih Satu Juta Orang Melarikan Diri
Salah satu pengungsi Sudan yang terpaksa harus hidup di pengungsian dengan kondisi yang mengenaskan. (THE GUARDIAN)

DARFUR (RIAUPOS.CO) - Salah satu pernyataan dari badan Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) mengungkapkan dampak kekerasan terhadap sistem pangan dan kesehatan negara yaitu lebih dari 1 juta orang telah melarikan diri dari Sudan ke negara-negara tetangga, karena orang-orang di dalam negara itu kehabisan makanan dan sekarat karena kurangnya perawatan kesehatan setelah empat bulan perang.

Seperti yang dilansir dari The Guardian, pertempuran antara tentara Sudan dan pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) telah menghancurkan ibu kota Khartoum dan memicu serangan yang didorong oleh etnis di Darfur, yang mengancam akan menjerumuskan Sudan ke dalam perang saudara yang berkepanjangan sehingga membuat wilayah tersebut tidak stabil.


“Waktu hampir habis bagi petani untuk menanam tanaman yang akan memberi makan. Persediaan medis langka. Situasinya semakin tidak terkendali,” kata badan PBB dalam pernyataan bersama.

Seorang pria memeriksa kerusakan saat dia berjalan melewati puing-puing mobil yang hancur di luar rumah yang terkena peluru artileri di distrik Azhari di selatan Khartoum pada 6 Juni 2023.

Perang telah menyebabkan 1.017.449 orang menyeberang dari Sudan ke negara-negara tetangga, banyak yang sudah berjuang dengan dampak konflik atau krisis ekonomi.

Menurut angka mingguan terbaru yang diterbitkan oleh International Organization for Migration (IOM), penduduk yang mengungsi di Sudan diperkirakan berjumlah 3.433.025.

Pertempuran di Sudan memuncak pada bulan April karena ketegangan yang terkait dengan transisi yang direncanakan ke pemerintahan sipil, sehingga membuat warga di ibu kota dan sekitarnya terlibat dalam pertempuran dan serangan setiap hari.

Jutaan orang yang tetap tinggal di Khartoum dan kota-kota di wilayah Darfur serta Kordofan menghadapi penjarahan yang merajalela, pemadaman listrik, komunikasi hingga kekurangan air yang berkepanjangan.

“Banyak jenazah dari mereka yang terbunuh belum dikumpulkan, diidentifikasi atau dikuburkan, tetapi PBB memperkirakan bahwa lebih dari 4.000 telah terbunuh,” kata Elizabeth Throssell seorang juru bicara Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia yang mengatakan dalam sebuah pengarahan di Jenewa.

Laporan serangan seksual telah meningkat sebesar 50%, kata pejabat dana populasi PBB Laila Baker.

Menurut pernyataan dari otoritas listrik nasional, sebagian besar negara telah mengalami pemadaman listrik sejak Minggu yang juga membuat jaringan seluler offline.

Sumber: Jawapos.com

Editor: Eka G Putra









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook