Oslo Accords Bukti Perjanjian Israel dan Palestina Berdamai, Simak Asal-Usul Konflik

Internasional | Senin, 13 November 2023 - 03:00 WIB

Oslo Accords Bukti Perjanjian Israel dan Palestina Berdamai, Simak Asal-Usul Konflik
Jabat tangan antara Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin (kiri) dan kepala Organisasi Pembebasan Palestina Yasser Arafat (kanan) dengan Presiden Amerika Serikat Bill Clinton di tengah. (ALJAZEERA.COM)

WASHINGTON DC (RIAUPOS.CO) – Tiga puluh tahun yang lalu, Palestina dan Israel pertama kali melakukan negosiasi menuju ‘two-state solution’ atau solusi dua negara yang terwujud dalam Oslo Accords.

Pertemuan di halaman Gedung Putih Washington ini dilakukan untuk menandatangani kesepakatan yang dipercaya bisa menjadi cikal bakal perdamaian di kedua wilayah tersebut.


Sayangnya, Oslo Accords tidak berhasil dilaksanakan dan Palestina tetap dijajah oleh Israel seperti yang terjadi akhir-akhir ini. Dikutip dari Al Jazeera pada Ahad (12/11/2023), pada awalnya, di tahun 1993 Palestina dan Israel memiliki tekad untuk berdamai dan menghentikan permusuhan yang telah berlangsung selama beberapa dekade.

Palestina mengakui hak kedaulatan Israel, sebaliknya Israel mengakui hak Palestina untuk membentuk pemerintahan dan menentukan nasib sendiri. Perjanjian ini terwujud dalam Oslo Accords I, di mana kedua pihak saling mengakui dan dijelaskan lebih lanjut dalam Oslo II, di mana Israel secara perlahan akan menyerahkan sebagian wilayah kepada Palestina.

Oslo Accord I menyatukan perdana menteri Israel, Yitzhak Rabin, dan pemimpin Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Yasser Arafat. Tindakan saling berjabat tangan di antara keduanya dianggap sebagai gestur penting yang membuat mereka bersama Menteri Luar Negeri Israel, Shimon Peres, menerima Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun berikutnya.

Oslo I yang ditandatangani pada 13 September 1993 ini berisi tentang kesepakatan antara kepemimpinan Israel dan Palestina yang saling mengakui. Mereka berjanji untuk saling mengakhiri konflik yang telah berlangsung puluhan tahun tersebut.

Kemudian pada Oslo II yang ditandatangani pada September 1995, memberikan rincian lebih lanjut tentang struktur badan yang seharusnya muncul dalam proses perdamaian. Oslo Accord seharusnya membawa kemerdekaan bagi Palestina dengan menjadi negara yang berdampingan dengan Israel, namun kenyataannya tidak demikian.

Pada 4 November 1995, perdamaian terhenti ketika Yitzhak Rabin dibunuh oleh ekstremis Yahudi. Shimon Peres kemudian menggantikannya walau tidak berselang lama, karena pemilu selanjutnya dimenangkan oleh Benjamin Netanyahu yang saat ini masih menjadi Perdana Menteri Israel.

Ialah yang menentang Oslo Accords dan tidak berkomitmen pada perdamaian Palestina. Walaupun upaya lanjutan untuk berdamai kemudian dilakukan kembali, namun hal itu ternyata tidak berhasil mencapai kesepakatan.

Rakyat Palestina kemudian mulai kehilangan kesabaran dan terjadilah peristiwa pemberontakan bernama Intifada II pada tahun 2000-2005, di mana seluruh rakyat Palestina bersatu melawan Israel. Serangan roket dan protes dilakukan oleh Palestina, sehingga direspons oleh Israel dengan tindakan lebih keras.

Dari hal itulah yang menjadikan rencana damai sirna dan situasi di Palestina sangat tergantung pada tekad pemerintahan Israel. Kesepakatan damai tidak mungkin terwujud jika pemerintahan Israel masih tetap dipegang oleh partai sayap kanan, seperti Likud (nama partai Israel) yang dipimpin oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook