Kasus Perdagangan Orang ke Filipina, Dua WNI Tersangka Jadi Perekrut

Internasional | Rabu, 10 Mei 2023 - 18:18 WIB

Kasus Perdagangan Orang ke Filipina, Dua WNI Tersangka Jadi Perekrut
Razia oleh Tim Anti Kejahatan Siber Kepolisian Filipina yang mengungkap lebih dari 1.000 korban dugaan TPPO di Mabalacat City, Filipina, pada awal Mei 2023 lalu. (AFP)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pemerintah telah menyatakan perang terhadap tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Menko Polhukam Mohammad Mahfud MD menegaskan kembali hal itu setelah memimpin pertemuan ASEAN Political and Security Council (APSC) di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa (9/5/2023).

Menurut Mahfud, tidak ada ampun bagi pelaku TPPO. Dia menegaskan bahwa pelaku TPPO tidak berhak atas restorative justice. Sebab, TPPO bukan kejahatan biasa. 


”TPPO adalah kejahatan serius yang tidak bisa didamaikan. Pelakunya harus dihukum,” tegasnya. Dia mengakui, TPPO merupakan salah satu topik penting yang dibahas dan mendapat perhatian khusus dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN Ke-42.

Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menyatakan, TPPO sudah menjadi penyakit yang mengancam kehidupan masyarakat. Sehingga perlu dibahas bersama oleh negara-negara ASEAN. 

”Nanti akan diputuskan oleh negara-negara ASEAN bentuk kerja samanya,” kata Mahfud. Topik itu kian penting lantaran KTT ASEAN Ke-42 diselenggarakan di NTT, salah satu daerah di Indonesia yang korban TPPO-nya tinggi.

Kondisi tersebut diakui secara langsung oleh Mahfud. ”NTT itu daerah yang paling banyak tindak pidana perdagangan orangnya,” ucap dia.

Menurut Mahfud, setiap tahun selalu ada masyarakat asal NTT yang kembali ke kampung halaman sudah dalam keadaan meninggal dunia. 

”Pulang dari luar negeri sudah menjadi mayat. Karena diperjualbelikan sebagai budak oleh mafia perdagangan orang,” tambah pria berdarah Madura tersebut.

Karena itu, pemerintah mengambil kebijakan menindak tegas pelaku TPPO. Pemerintah juga menyiapkan semua perangkat yang dibutuhkan untuk menghukum pelaku kejahatan tersebut.

Pada bagian lain, Kadivhumas Polri Irjen Pol Sandi Nugroho mengatakan, tim pemeriksa dan repatriasi telah berangkat ke Filipina Selasa (9/5/2023). Tim tersebut terdiri atas perwakilan dari Bareskrim, Baintelkam, dan Divhubinter Polri. Ada sejumlah kegiatan yang akan dilakukan di Filipina.

”Selama di Filipina, tim akan bekerja sama dengan Philippine National Police (PNP),” ucapnya.

Sesuai rencana, tim tersebut akan melakukan pemeriksaan terhadap dua tersangka WNI. Lalu dilanjutkan kunjungan ke Pampanga, lokasi safe house para WNI yang diamankan PNP. 

”Akan dilakukan pemeriksaan dan wawancara di sana,” ujarnya.

Tim juga berupaya mendalami dugaan keterlibatan WNI lain. Yang belum tertangkap atau mungkin berada di Indonesia. Dua WNI yang menjadi tersangka berperan sebagai leader dan recruiter jaringan trafficking. 

”WNI yang terlibat scamming dan bukan tersangka akan direpatriasi atau dipulangkan,” jelasnya.

Sementara itu, terkait kasus TPPO di Myanmar, Sandi mengatakan, setelah memeriksa sembilan orang saksi, penyidik menetapkan dua orang tersangka, yakni AT dan AD. 

”Alat bukti yang didapatkan surat jalan CV dan paspor,” terangnya.

Menurut Sandi, kedua tersangka menggunakan dua dokumen itu untuk mengelabui petugas imigrasi. Sehingga para korban bisa keluar Indonesia dengan aman.

Sumber: Jawapos.com

Editor: Eka G Putra









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook