Tulis Surat dan Tunjukkan Gestur Lambaian Tangan, Sandera Hamas Disebut Terkena Stockholm Syndrome

Internasional | Jumat, 01 Desember 2023 - 06:38 WIB

Tulis Surat dan Tunjukkan Gestur Lambaian Tangan, Sandera Hamas Disebut Terkena Stockholm Syndrome
Ilustrasi sandera dibebaskan. (AMMAR AWAD/REUTERS)

GAZA (RIAUPOS.CO) – Konflik antara Israel dan milisi Hamas mulai mereda setelah Hamas menyetujui pembebasan sandera Israel yang mereka culik sejak Sabtu (7/10) lalu. Pada saat pembebasan dan pelepasan, terlihat para tawanan menggambarkan gestur ramah dengan para milisi Hamas, termasuk seorang sandera yang dilaporkan menulis surat kepada anggota Hamas yang menyandera mereka.

Dikutip dari postingan X @afifahafra79 pada Rabu (29/11), pemilik akun menilai bahwa perilaku para sandera tersebut mungkin terpengaruh oleh Stockholm Syndrome.


“Banyak yang bilang tatapan Maya Regev kepada seorang pejuang Hamas adalah tatapan jatuh cinta. Ada yang mengaitkan dengan Stockholm Syndrome,” tulisnya.

Dikutip dari Britannica, Stockholm Syndrome adalah kondisi psikologis di mana korban penculikan, penyekapan, dan penyanderaan justru mengembangkan simpati terhadap pihak yang menawan mereka. Keadaan ini dapat mengakibatkan reaksi yang tidak terduga dari korban, di mana setelah peristiwa tersebut, korban justru merasa suka dan membela tindakan pelaku yang menculiknya.

Namun, seiring berjalannya waktu, Stockholm Syndrome tidak hanya terbatas pada korban penculikan. Lebih luas lagi, kondisi ini juga dapat dialami oleh individu yang terjebak dalam hubungan yang tidak sehat, seperti dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Hal ini pun disebut sebagai coping mechanism atau usaha yang dilakukan oleh individu untuk menghadapi situasi yang sulit, menimbulkan stres, atau menyebabkan trauma.

Stockholm Syndrome mungkin muncul karena korban berusaha meningkatkan peluang bertahan hidup dengan bersimpati pada pelaku penculikan. Nama Stockholm Syndrome sendiri berasal dari kasus perampokan bank pada tahun 1973 di kota Stockholm, Swedia. Dalam kasus tersebut, para korban sandera yang disekap selama 6 hari malah membentuk ikatan emosional dengan para pelaku.

Hingga saat ini, belum diketahui dengan pasti apa yang menjadi penyebab Stockholm Syndrome. Walaupun begitu, beberapa faktor berikut diduga dapat mempengaruhi sikap korban dan memunculkan Stockholm Syndrome.

- Durasi penculikan, penyanderaan, atau kekerasan yang sudah berlangsung cukup lama.

- Korban dan pelaku penculikan merasakan tekanan situasi yang serupa saat berada dalam satu ruangan.

- Pelaku menunjukkan kebaikan kepada korban atau dapat juga bersikap manipulatif, misalnya memberikan makanan dan tidak melukai korban.

Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman

 

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook