JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pemblokiran terhadap aplikasi Telegram telah dilakukan. Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), hal itu lantaran Telegram dinilai sebagai sarana komunikasi para teroris.
Menurut Kasubdit Penyidikan dan Penindakan Kemenkominfo, Teguh Afriadi, pihaknya mempunyai bukti-bukti kuat bahwa teroris menggunakan sarana aplikasi Telegram untuk berkomunikasi sehingga bisa melancarkan ketakutan di masyarakat.
Misalnya, teroris Bahrun Naim yang membuat grup di Telegram. Diketahui, semua pesan yang disampaikan oleh Bahrun Naim mengajarkan pelaku teror pemula untuk melakukan penyerangan terhadap target, dan membuat peledak.
"Jadi, ini sangat mudah digunakan oleh teroris lone wolf karena mereka lengkap diajarkan melakukan aksi," katanya dalam diskusi "Perkawinan Terorisme dan Cyber" di Institut Perbanas, Jakarta, Kamis (27/7/2017).
Bahrun Naim dalam grup Telegram itu juga merilis nama-nama anggota Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk dijadikan terget penyerangan pelaku teror. Kemudian banyak juga gambar-gambar pelaku teror melakukan pembuhuhan orang yang telah diincarnya.
"Jadi, memang gambar-gambar di grup itu sangat seram sekali," tuturnya.
Saat Telegram diblokir oleh pemerintah, imbuhnya, banyak pelaku teror geram. Mereka marah besar dengan Kemenkominfo dengan menyebut Kemenkominfo adalah Thogut yang darahnya halal untuk dibunuh. Bahkan Teguh mengaku terpaksa berbohong terhadap istrinya terkait ancaman teroris agar istrinya tidak panik.
Padahal, ada ancaman besar dirinya bersama rekannya setelah Telegram itu dibolokir.
"Kami tidur saja tidak nyenyak, kalau dibilang saya lebih suka menjadi PNS saja," tuntasnya. (cr2)
Sumber: JPG
Editor: Boy Riza Utama