PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Sejumlah saksi kasus pemotongan anggaran di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Meranti mengaku takut dipindah atau dimutasi ke wilayah pelosok. Ancaman secara tidak langsung dari Bupati Nonaktif M Adil itu cukup memberikan intimidasi kepada para kepala organisasi perangkat daerah (OPD) di Kepulauan Meranti.
Saksi pertama, pada sidang Selasa (26/9/2023) di Pengadilan Negeri (PN) Pekabaru, yang mengaku adanya ancaman itu adalah Piskot Ginting. Menjabat Kadis Perhubungan sekaligus Plt Kepala Satpol PP saat itu, kendati merasa tidak masalah menyetor potongan anggaran 10 persen, namun membenarkan ada ancaman itu.
Hal itu diakuinya setelah dicecar tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Budiman Abdul Karib dan kawan-kawan. Awalnya JPU KPK bertanya mengapa mau menyetorkan uang untuk bupati.
''Semua oke, saya oke,'' ucap Piskot yang menyebutkan semua OPD juga melakukan hal itu dan tidak ada yang keberatan hingga dirinya mengikuti saja.
Selain itu, kata Piskot, ada juga penyerahan uang yang disisihkan dari kegiatan perjalanan dinas. Yang satu ini yang hitungan uang pribadi kepala OPD, kata dia, sebagai bentuk loyalitas kepada pimpinan. Namun pada akhir keterangan dirinya membuka tabir intimidasi mutasi ke wilayah pelosok tersebut.
''Beliau juga sering mengatakan, kalau tidak bisa bekerja sama ya sudah. Pasti (dipindahkan) Tasik Putri Puyu. Itu sebuah pulau yang jauh dari Meranti (tiga pulau besar: Merbau, Rangsang, Tebingtinggi),'' kata Piskot.
Soal ancaman itu juga diakui Eko Setiawan yang saat itu menjabat Plt Kepala Badan Penanggulangan Bencana (BPBD) Kepulauan Meranti. Awalnya Eko sama seperti Piskot, tidak begitu keberatakan soal setoran dalam bersaksi.
Cerita itu mulai terkuak ketika dirinya mengingatkan ketika BPBD Kepulauan Meranti dalam keadaan sulit. Tepatnya saat Meranti mengalami kebanjiran di mana-mana pada 2022. Walaupun sedang perlu anggaran karena menghadapi banjir, kata Eko, tetap setelah GU cair, dirinya ditanya oleh mantan Kepala BPKAD Fitria Nengsih apakah pemotongan 10 persen sudah disetorkan ke Adil.
''November (2022) itu musim banjir. Saya tekor kali. Tapi tetap serahkan Rp35 juta. Uang itu diserahkan oleh bendahara BPBD, Syafrizal Johan ke Dahlia (staf Nengsih, red),'' kata Eko.
Di tahun 2023, BPBD menurut Eko mendapat anggaran Rp250 juta. Uang itu pun diminta dipotong 10 persen. Selain itu juga diminta uang Rp25 juta untuk beli minuman kaleng dan sapi kurban.
''Itu (setoran, red) dijemput oleh Ajudan Bupati (Fadil Maulana). Saya antar ke bendahara Syafrizal Johan,'' ucap Eko.
Eko mengaku tidak tahu untuk apa uang tersebut oleh M Adil. Namun ketika ditanya JPU KPK mengapa tetap mau menyetorkan, salah satu pertimbangan Eko karena takut dipindahkan ke daerah terpencil.
''Kalau berani menolak, konsekwensinya dipindahkan,'' tutur Eko menjawab dengan gamblang.
Atas ketakutan para saksi itu, Ketua Majelis Hakim M Arif Nuryanta mengingatkan para saksi kalau uang yang diserahkan adalah uang negara. Uang itu harus digunakan sesuai peruntukannys.
''Apa memang takut sampai mau memotong UP dan GU 10 persen?'' selidik majelis hakim kepada para saksi.
''Kalau saya salah satunya karena (takut dipindahkan) itu Yang Mulia," ucap Piskot
Sementara Eko, mengaku sebenarnya tidak khawatir. Namun dirinya memikirkan anak dan istri kalau terlalu jauh dari Pulau Utama Meranti.
''Kalau pribadi tak takut Pak. Cuma ingat anak dan istri yang jauh,'' tutur Eko pula.
Sementara Kepala Disdukcapil Agustia Widodo, yang ikut dihadirkan sebagai saksi juga menjawab pertanyaan hakim itu. Dirinya mengaku sedang sakit, hingga khawatir kalau benar-benarkan dipindahkan jauh-jauh oleh terdakwa M Adil.
''Saya juga tak takut Pak. Cuma kondisi sakit,'' kata Agustia Widodo.
Hakim pun mengingatkan agar para saksi tidak takut. Mereka seharusnya, kata hakim, tidak gentar kalau diminta melakukan hal yang melanggar hukum.
''Tak usah takut, tak usah gentar. Kalian ujung tombak, harus berani dipindahkan ke pulau terluar pun di Indonesia. Biar uang negara akan pas di pos masing-masing," pesan hakim.
Total pada sidang tersebut, JPU KPK menghadirkan 12 saksi. Selain Piskot, Eko dan Agustia, juga dihadirkan Plt Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kepulauan Meranti Fajar Triasmoko, Kadis Kesehatan M Fahri, Bendahara BPKAD Dinas PUPR Adi Putra. Kemudian turut dihadirkan, Bendahara Pengeluaran Satpol PP Dharma Saputra, Bendahara Gaji Satpol PP T Reni Yuliati, Bendahara Pengeluaran Dishub Andre Putra Zenma, Kasubag Keuangan dan Pengelolaan Aset Diskes Yuli Imerna, Bendahara Pengeluaran BPBD Syafrizal Johan dan Bendahara Pengeluaran Disdukcapil Titin Putrika.
Laporan: Hendrawan Kariman (Pekanbaru)
Editor: Edwar Yaman